Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun ini fokus merehabilitasi Pulau Jawa melalui program Perhutanan Sosial. Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Supriyanto mengatakan, dalam upaya rehabilitasi ini, nantinya akan ada penambahan Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial untuk Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial di Pulau Jawa. Bambang Supriyanto di Jakarta, Senin (13/1), mengatakan, degradasi hutan di pulau Jawa di bawah 10 persen, dan lokasinya sudah dipetakan dan itu menjadi lokasi untuk Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial.
Adapun pada revisi ketiga Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencadangkan areal untuk perhutanan sosial seluas 13,8 juta hektare. Sementara tambahannya untuk Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial di Pulau Jawa nantinya sekitar 326.000 hektare, mencakup wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten. Lokasinya berada di 44 kabupaten 74 kecamatan.
Bambang mengatakan, realisasi program Perhutanan Sosial hingga 31 Desember 2019 tercatat telah memberi akses kelola kepada 818.457 kepala keluarga dengan jumlah izin/hak kelola sebanyak 6.411 atau total seluas 4,048 juta hektare.
Dikatakannya, setelah Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial Pulau Jawa disetujui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pendampingan dari penyuluh kehutanan akan langsung dilakukan. Mereka akan mendampingi pra hingga pascaizin, menyusun rencana kerja, dan menentukan tanaman atau pola agroforestri apa yang cocok untuk area yang sudah ditentukan.
Bambang menyebutkan, pihaknya ingin menambah jumlah pendamping namun mengurangi target luasan Perhutanan Sosial pada 2020. Hal ini dilakukan karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ingin membenahi akses pendampingan supaya kelompok usaha perhutanan sosial yang sudah berjalan sebelumnya berkualitas dan naik kelas.
Hingga November 2019, telah terbentuk 5.208 kelompok usaha perhutanan sosial dalam program Perhutanan Sosial yang tersebar di 33 provinsi.
Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA) menyepakati 16 kerja sama dalam berbagai bidang, yang terdiri dari 5 perjanjian kerja sama antara dua pemerintah dan 11 lainnya antara pelaku usaha di kedua negara. Indonesia dan UAE sepakat bekerja sama dalam projek senilai 22,89 miliar dolar Amerika Serikat, dan UEA akan berpartisipasi berkisar 30 persen di antaranya atau sekitar 6,8 miliar dolar Amerika. Presiden Joko Widodo dan Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammed Bin Zayed menyaksikan ditandatanganinya kerja sama tersebut.
Demikian hasil kunjungan Presiden Republik Indoneisa, Joko Widodo ke Uni Emirat Arab, Minggu 12 Januari. Usai mendampingi Presiden Joko Widodo dalam serangkaian acara kenegaraan selama di Abu Dhabi, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada media di Abu Dhabi, Minggu mengungkapkan hal itu .
Keterangan pers digelar setelah semua agenda kenegaraan Presiden Jokowi di Istana Qasr Al Watan Abu Dhabi selesai. Retno Marsudi menggelar keterangan pers bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Badan Usaha Milik Negara-BUMN Erick Tohir, dan Duta Besar RepubliK Indonesia untuk Uni Emirat Arab Husin Bagis.
Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, tak hanya menghasilkan kesepakatan bisnis. Ada juga sejumlah kesepakatan non bisnis yang disepakati oleh kedua negara. Seperti dikutip dari siaran pers kepresidenan, sejumlah kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan bilateral Presiden Jokowi dengan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohamed Bin Zayed. Adapun 5 perjanjian kerjasama antar pemerintah yang bersifat non bisnis, yakni di bidang keagamaan, pendidikan, pertanian, kesehatan, dan penanggulangan terorisme.
Presiden Joko Widodo menyampaikan, Indonesia ingin menjadikan UEA sebagai mitra dalam pendidikan Islam yang modern, moderat dan penuh toleran. Hal ini sangat penting artinya bagi upaya mencegah ektremisme dan terorisme. Kerja sama untuk mempromosikan konsep-konsep moderasi beragama, nilai toleransi dan peningkatan kesadaran publik atas bahaya ekstremisme menjadi salah satu poin yang disepakati dalam pertemuan bilateral.
Sementara itu Putra Mahkota Mohamed bin Zayed mengatakan, Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Menurutnya, Islam di Indonesia dapat menjadi contoh Islam yang damai.
Presiden Repubik Indonesia mengundang dunia untuk menghadirkan teknologi, inovasi serta kebijaksanaan terbaik di Ibu Kota Negara Indonesia baru yang rencananya akan dibangun di daerah Kalimantan Timur Undangan tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato forum Abu Dhabi Sustainainability Week (ADSW) 2020, di Abu Dhabi National Exhibition Centre, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), Senin (13/1). Dalam kesempatan itu, Presiden Joko Widodo juga memaparkan ibu kota negara Indonesia yang baru nantinya akan menjadi pameran teknologi dan cara hidup paling maju. Menjadi karya terbaik dalam efisiensi energi dalam inovasi dan kreativitas ramah lingkungan untuk kebahagiaan penghuninya
Sebelumnya tawaran ikut serta dalam pembangunan ibu kota negara baru sudah disampaikan Presiden Joko Widodo kepada beberapa negara sahabat. Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan sudah tiga negara yang menyatakan ketertarikannya, yakni Jepang, Korea Selatan dan Uni Emirat Arab. Jepang, lewat SoftBank mengaku tertarik dengan konsep ibu kota baru dan berniat menyuntikkan modal. Abu Dhabi juga ingin terlibat dalam pembangunan ibu kota baru. Presiden Joko Widodo telah meminta Putra Mahkota Mohamed Bin Zayed untuk menjadi dewan pengarah dalam pembangunan ibu kota baru. Dalam sambutannya, Presiden Jokowi mengaku akan belajar dari para perintis perencana kota, termasuk tuan rumah Abu Dhabi Sustainainability Week (ADSW) 2020, yaitu Kota Masdar di Abu Dhabi, serta lainnya.
Ibu kota negara baru memang memberi peluang investasi bagi banyak pihak. Pembangunannya diperkirakan membutuhkan dana sekitar 446 triliun rupiah. Sedangkan yang dapat dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya 20%. Menurut skema yang ada, pendanaan proyek ibu kota baru akan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta kerja sama pemanfaatan dengan swasta. Dengan demikian terbuka kesempatan bagi swasta internasional yang memiliki pengalaman dan kapasitas dari sisi pembiayaan maupun keahlian untuk berpartisipasi.
Pemerintah menargetkan pembangunan ibu kota negara baru sudah harus dimulai paling lambat pada kwartal ke empat tahun ini. Diawali dengan pembangunan infrastruktur dasar. Yang juga akan mulai dibangun pada tahun ini adalah fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Ibu Kota Negara baru memang diharapkan tidak Indonesia sentris, tetapi bisa mewujudkan konsep Indonesia untuk dunia. Semoga dengan keterlibatan investor internasional dalam proyek pembangunan ini, pemindahan ibu kota bisa sesuai dengan rencana, yaitu paling lambat pada tahun 2024 sudah terlaksana. Sehingga harapan Ibu kota negara baru di Kalimantan Timur menjadi contoh bagi dunia untuk kota berkelanjutan dapat terwujud.
Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA) menyepakati 16 kerja sama dalam berbagai bidang, yang terdiri dari 5 perjanjian kerja sama antara dua pemerintah dan 11 lainnya antara pelaku usaha di kedua negara. Indonesia dan UAE sepakat bekerja sama dalam projek senilai 22,89 miliar dolar Amerika Serikat, dan UEA akan berpartisipasi berkisar 30 persen di antaranya atau sekitar 6,8 miliar dolar Amerika. Presiden Joko Widodo dan Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammed Bin Zayed menyaksikan ditandatanganinya kerja sama tersebut.
Demikian hasil kunjungan Presiden Republik Indoneisa, Joko Widodo ke Uni Emirat Arab, Minggu 12 Januari. Usai mendampingi Presiden Joko Widodo dalam serangkaian acara kenegaraan selama di Abu Dhabi, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada media di Abu Dhabi, Minggu mengungkapkan hal itu .
Keterangan pers digelar setelah semua agenda kenegaraan Presiden Jokowi di Istana Qasr Al Watan Abu Dhabi selesai. Retno Marsudi menggelar keterangan pers bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Badan Usaha Milik Negara-BUMN Erick Tohir, dan Duta Besar RepubliK Indonesia untuk Uni Emirat Arab Husin Bagis.
Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, tak hanya menghasilkan kesepakatan bisnis. Ada juga sejumlah kesepakatan non bisnis yang disepakati oleh kedua negara. Seperti dikutip dari siaran pers kepresidenan, sejumlah kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan bilateral Presiden Jokowi dengan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohamed Bin Zayed. Adapun 5 perjanjian kerjasama antar pemerintah yang bersifat non bisnis, yakni di bidang keagamaan, pendidikan, pertanian, kesehatan, dan penanggulangan terorisme.
Presiden Joko Widodo menyampaikan, Indonesia ingin menjadikan UEA sebagai mitra dalam pendidikan Islam yang modern, moderat dan penuh toleran. Hal ini sangat penting artinya bagi upaya mencegah ektremisme dan terorisme. Kerja sama untuk mempromosikan konsep-konsep moderasi beragama, nilai toleransi dan peningkatan kesadaran publik atas bahaya ekstremisme menjadi salah satu poin yang disepakati dalam pertemuan bilateral.
Sementara itu Putra Mahkota Mohamed bin Zayed mengatakan, Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Menurutnya, Islam di Indonesia dapat menjadi contoh Islam yang damai.