11
July

 

VOinews.id, Moskow:Situasi di Semenanjung Korea telah mencapai kebuntuan yang berbahaya, dan Rusia tidak tertarik untuk meningkatkan konflik di perbatasan Timur Jauhnya, kata Direktur Departemen Organisasi Internasional di Kementerian Luar Negeri Rusia Pyotr Ilyichev. "Situasi di sekitar Semenanjung Korea telah mencapai kebuntuan yang berbahaya dengan peningkatan ketegangan yang berkelanjutan," kata Ilyichev kepada Sputnik pada Rabu.

 

Menurut dia, Amerika Serikat dan sekutunya yang dengan keras kepala mengikuti jalur konfrontasi dan memprovokasi Pyongyang adalah penanggung jawab utama untuk situasi saat ini di kawasan tersebut. Washington dan sekutunya telah menjadikan sanksi Dewan Keamanan PBB sebagai alat tekanan yang "abadi" terhadap lawan yang tidak tunduk pada kehendak mereka. "Washington dan sekutunya memperkuatnya dengan tindakan pemaksaan sepihak yang ilegal," katanya.

 

"Kami tidak tertarik melihat pusat ketegangan semakin memanas di perbatasan Timur Jauh kami. Oleh karena itu, kami menyarankan agar pihak-pihak terkait menghentikan siklus provokasi dan tuduhan timbal balik, meninggalkan keinginan untuk menyelesaikan masalah dengan kekuatan atau ancaman, dan mulai bernegosiasi," lanjut Ilyichev. Sebelumnya pada Juni lalu, pasukan Jepang, AS, dan Korea Selatan mengadakan latihan militer trilateral di Laut China Timur. Latihan militer itu akan digelar setiap tahun. Latihan yang dirancang dalam pertemuan tiga pihak di Camp David pada Agustus tahun lalu itu dilakukan untuk meningkatkan kerja sama militer di tengah ketegangan di Semenanjung Korea akibat peningkatan uji coba rudal balistik oleh Korea Utara.

 

Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa aliansi militer trilateral antara Washington, Seoul, dan Tokyo tidak hanya ditujukan terhadap Korea Utara, tetapi juga untuk menahan Moskow dan Beijing. Ancaman nyata satu-satunya di kawasan Indo-Pasifik adalah kebijakan AS, sementara masalah lainnya, termasuk kebijakan rudal Korea Utara, harus diselesaikan melalui respons kolektif, tambah kementerian tersebut.

 

Sumber: Sputnik

10
July

 

VOinews.id, Istanbul:Perdana Menteri India Narendra Modi pada Selasa (9/7), menyerukan perundingan perdamaian untuk mengakhiri perang di Ukraina, yang telah berkecamuk selama lebih dari dua tahun. "Mengenai masalah Ukraina, kami bertukar pendapat secara terbuka dan menghormati pendapat satu sama lain," kata Modi dalam bahasa Hindi, mengacu pada pertemuan empat mata dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin malam (8/7) di Novo-Ogaryovo, kediaman presiden di Moskow.

 

"Untuk masa depan yang cerah, bagi generasi mendatang, perdamaian sangatlah penting. Kami berpendapat bahwa perang tidak dapat menyelesaikan masalah; solusi dan perundingan perdamaian tidak akan berhasil jika dilakukan dengan bom, senjata dan peluru," kata Modi. Modi terpilih kembali pada bulan lalu untuk yang ketiga kali menjadi perdana menteri India untuk masa jabatan lima tahun.

 

Rusia melancarkan perang di Ukraina pada 24 Februari 2022, yang mengakibatkan ribuan kematian dan cedera, serta jutaan orang meninggalkan negara tersebut untuk mencari perlindungan di negara lain. "Seluruh dunia menyaksikan kunjungan ini dengan penuh minat," kata Modi kepada Putin di Kremlin selama kunjungan resminya selama dua hari ke Rusia, yang pertama sejak perang dimulai, yang disiarkan langsung oleh Russia Today (RT).

 

"Ketika anak-anak yang tidak bersalah dibunuh, orang melihat mereka mati, hati mereka sakit dan rasa sakit itu tak tertahankan," kata Modi, yang duduk di samping Putin, bersama dengan delegasi mereka. Komentarnya muncul sehari setelah sebuah rumah sakit anak-anak di Kiev diserang, menewaskan sedikitnya 37 orang, dan Rusia membantah menargetkan fasilitas layanan kesehatan tersebut. "Saya berkesempatan mendiskusikan masalah ini dengan Anda.

 

Dan kita perlu menemukan cara perdamaian melalui dialog," tegasnya. Komentarnya muncul setelah AS mendesak Modi untuk memperjelas bahwa resolusi apa pun terhadap konflik Ukraina harus menghormati kedaulatan Ukraina dalam pertemuannya dengan Putin. India adalah sekutu utama AS. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller pada konferensi pers Senin (8/7), mengatakan bahwa AS akan mendesak India seperti yang AS lakukan pada negara mana pun yang terlibat dengan Rusia. “… untuk memperjelas bahwa resolusi apa pun terhadap konflik di Ukraina harus menghormati Piagam PBB,yang menghormati wilayah Ukraina, kedaulatan Ukraina,” katanya.

 

"India adalah mitra strategis yang dengannya kami terlibat dalam dialog yang penuh dan jujur, dan itu termasuk kekhawatiran kami mengenai hubungan dengan Rusia," tambah Miller. Sementara itu, India dan Rusia mengeluarkan pernyataan bersama di akhir pertemuan yang menyatakan kedua belah pihak akan mengembangkan mekanisme penyelesaian perdagangan bilateral menggunakan mata uang nasional. Mereka juga berjanji akan "memperkenalkan instrumen keuangan digital secara konsisten ke dalam penyelesaian bersama." Kedua negara juga akan mempertimbangkan kemungkinan pembukaan cabang "institusi medis India di Rusia dan merekrut tenaga medis yang berkualitas, serta memperkuat koordinasi di bidang keamanan medis dan biologis."

 

Sumber: Anadolu

10
July

 

VOInews.id, Brussel: Turki dan Uni Eropa membahas sejumlah isu termasuk kolaborasi bersama untuk menghilangkan hambatan perdagangan dan memfasilitasi prosedur visa sebagai bagian dari putaran pertama Dialog Perdagangan Tingkat Tinggi Turki-EU di Brussels. Pertemuan tersebut dipimpin bersama oleh Menteri Perdagangan Turki Omer Bolat dan Wakil Presiden Komisi Eropa Valdis Dombrovski, sebagaimana dilaporkan Anadolu, Selasa.

 

Keduanya juga membahas sejumlah isu lain, seperti kuota transportasi jalan raya, dan area kerja sama baru termasuk transformasi hijau dan digital. “Sehubungan dengan fakta bahwa Turki adalah mitra dagang terbesar ke-5 Uni Eropa, melalui diskusi konstruktif dan intensif yang diadakan selama setahun terakhir dengan Komisi Eropa, kami telah membentuk dialog baru ini untuk membangun landasan yang kokoh bagi berfungsinya Serikat Pabean,” kata Bolat.

 

Para pihak, menurut Bolat, juga menyepakati peta jalan untuk mengimplementasikan area kerja sama baru dan peluang yang memiliki potensi signifikan. “Integrasi perdagangan Turki-EU akan terus ditingkatkan berdasarkan prinsip keseimbangan bersama dan saling menguntungkan, dengan kontribusi berharga dari perwakilan komunitas bisnis kami," imbuhnya. Wakil Presiden Komisi Eropa Valdis Dombrovski juga mengatakan pada laman X bahwa pertemuan dialog pertama antara Uni Eropa dan Turki merupakan langkah yang menjanjikan menuju penguatan hubungan perdagangan dan menghapus lebih banyak hambatan perdagangan di Uni Pabean.

 

Sumber : Anadolu

09
July

 

VOinews.id- Presiden China Xi Jinping dan Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban membicarakan solusi krisis Ukraina yang telah berlangsung lebih dari dua tahun. "Diskusi terfokus pada komunikasi mendalam mengenai krisis Ukraina. Perdana Menteri Orbán berbagi informasi tentang kunjungannya baru-baru ini ke Ukraina dan Rusia," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, China pada Senin (8/7).

 

Pertemuan tersebut berlangsung di Wisma Negara Diaoyutai, Beijing pada Senin, 8 Juli 2024 yang juga dihadiri Menteri Luar Negeri China Wang Yi. "Presiden Xi memuji PM Orban atas upayanya mencari solusi politik dan berbagi perspektif serta usulan China mengenai masalah ini. Presiden Xi menekankan bahwa gencatan senjata dan penyelesaian krisis lewat jalur politik adalah demi kepentingan semua pihak," ungkap Lin Jian. Prioritas China, menurut Lin Jian, saat ini adalah mematuhi tiga prinsip, yaitu tidak memperluas kawasan peperangan, tidak ada eskalasi pertempuran maupun provokasi oleh pihak mana pun, serta mengupayakan mengurangi ketegangan secepat mungkin. "Komunitas internasional harus memberikan dukungan untuk dimulainya kembali dialog dan negosiasi langsung antara kedua pihak. Hanya ketika semua negara besar memainkan peran positif maka konflik bisa menuju gencatan senjata," tambah Lin Jian.

 

Lin Jian menyebut China juga secara aktif mempromosikan perundingan perdamaian dengan caranya sendiri, dan mendorong serta mendukung semua upaya yang mengarah pada penyelesaian damai. "China Hongaria memiliki usulan dasar yang sama dan bekerja ke arah yang sama. China siap untuk tetap berkomunikasi dengan Hongaria dan pihak-pihak terkait," ungkap Lin Jian.

 

Hongaria saat ini diketahui menjadi presiden bergilir Uni Eropa, dalam pertemuan tersebut juga dibicarakan mengenai hubungan China-Uni Eropa (UE). "Presiden Xi menegaskan tidak ada konflik geopolitik dan tidak ada konflik kepentingan mendasar antara China dan UE. Keduanya harus menjaga pembangunan yang stabil dan sehat serta bersama-sama menanggapi tantangan global," kata Presiden Xi Jinping dalam rilis tertulis dari Kementerian Luar Negeri China. Tahun 2025 juga akan menandai peringatan 50 tahun hubungan diplomatik antara China dan UE. Kedua pihak harus mematuhi posisi mitra yang sejajar dan pola kerja sama yang terus mendorong keterbukaan dua arah, memperkuat kolaborasi internasional, serta berkontribusi untuk mempromosikan perdamaian dunia, stabilitas, pembangunan dan kemakmuran.

 

Sedangkan PM Orban disebut mengapresiasi kunjungan Presiden Xi Jinping ke Hongaria dua bulan lalu karena meletakkan dasar yang kokoh bagi perkembangan hubungan Hongaria-China pada masa depan. Hongaria akan mendukung penguatan kerja sama dengan China menentang "blok kecil" dan konfrontasi antarkelompok serta bersedia memanfaatkan jabatan presiden bergilir UE sebagai peluang untuk secara aktif mendorong perkembangan hubungan UE-China yang sehat.

 

PM Orban sebelumnya mengunjungi Rusia pada Jumat (5/7) untuk mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai kelanjutan dari "misi perdamaian" setelah kunjungan ke Kiev, Ukraina yang berlangsung pada Selasa (2/7). China diketahui tidak menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) perdamaian atas krisis Ukraina di Burgenstock, Swiss pada 15-16 Juni 2024. Lebih dari 90 negara menghadiri perundingan tersebut, namun komunike bersama dari KT itu hanya didukung 80 negara dan empat organisasi. Pemerintah China tidak menghadiri konferensi perdamaian tersebut karena tidak memenuhi tiga elemen penting yaitu pengakuan dari Rusia dan Ukraina, partisipasi yang setara dari semua pihak dan diskusi yang adil mengenai seluruh rencana perdamaian.

 

Antara

Page 40 of 1215