VOInews.id, Moskow:Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyatakan harapannya agar negara-negara Asia Tengah seperti Kyrgyzstan dan Tajikistan akan menyelesaikan sengketa perbatasan secara damai. Dalam pertemuan dengan Presiden Kyrgyzstan Sadyr Japarov di Bishkek pada Selasa (2/7), Guterres memuji pengalaman positif Kyrgyzstan dalam menyelesaikan sengketa wilayah dengan negara-negara tetangga dan mencatat keberhasilan penetapan batas perbatasan dengan Uzbekistan tahun lalu.
“Saya yakin bahwa masalah perbatasan dengan Tajikistan akan diselesaikan secara diplomatis, damai, dan melalui negosiasi,” kata Guterres. Guterres menekankan kompleksitas penetapan batas perbatasan di Lembah Ferghana, di mana perbatasan terjalin “seperti sebuah teka-teki.” Perbatasan negara antara Kyrgyzstan dan Tajikistan terbentang sekitar 980 kilometer. Negosiasi mengenai penetapan dan pemetaan perbatasan telah berlangsung sejak Desember 2002.
Saat ini, lebih dari 90 persen garis perbatasan telah diselesaikan dan diakui bersama, sedangkan sisanya masih dianggap sengketa. Masalah yang belum terselesaikan tersebut telah menimbulkan berbagai konflik yang melibatkan penduduk lokal dan personel militer dari kedua republik, termasuk insiden yang melibatkan senjata api. Tercatat sejak tahun 2014, telah terjadi lebih dari 10 konflik serius di sepanjang perbatasan antara Kyrgyzstan dengan Tajik.
Kyrgyzstan berbatasan dengan China, Kazakhstan, Uzbekistan, dan Tajikistan. Namun hanya perbatasan dengan Tajikistan yang masih belum diselesaikan dalam hal delimitasi dan demarkasi. Dalam pertemuan tersebut, Presiden Kyrgyzstan Japarov memberikan Guterres sertifikat penamaan puncak gunung di kawasan Sary-Jazz dengan nama PBB.
Sumber : Anadolu
VOInews.id, Washington:Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, Selasa (2/7), mengatakan bahwa Amerika Serikat akan segera mengumumkan paket bantuan baru untuk Ukraina senilai lebih dari 2,3 miliar dolar (Rp37,6 triliun). Pada pertemuan dengan Menteri Pertahanan Ukraina Rustem Umerov di Departemen Pertahanan AS, Pentagon, Austin mengatakan paket tersebut akan mencakup lebih banyak fasilitas pertahanan udara, senjata anti-tank dan amunisi penting lainnya dari persediaan AS.
"Hal ini juga akan memungkinkan Amerika Serikat untuk mendapatkan lebih banyak pencegat pertahanan udara Patriot dan NASAMS, yang akan diberikan dalam jangka waktu yang dipercepat dengan mengatur ulang pengiriman untuk beberapa penjualan militer asing," tambahnya. Menekankan bahwa AS "tidak akan pernah goyah" dalam dukungannya, Austin mengatakan bersama 50 sekutu dan mitranya, AS akan terus memberikan "kemampuan penting" yang dibutuhkan Ukraina untuk melawan "agresi Rusia saat ini dan untuk menghalangi agresi Rusia di masa depan."
Austin dan Umerov diperkirakan akan membahas kerja sama pertahanan bilateral, masalah keamanan regional, dan cara-cara untuk memperkuat kemitraan pertahanan AS-Ukraina dalam pertemuan tersebut, yang diadakan menjelang KTT NATO minggu depan di Washington, DC. Sebelumnya, Ukraina mengatakan mereka mengharapkan kemajuan dalam upayanya menjadi anggota NATO pada pertemuan puncak yang dijadwalkan pada 9-11 Juli. "Sekarang, menjelang KTT NATO minggu depan, Rustem, kami akan mengambil langkah-langkah untuk membangun jembatan menuju keanggotaan NATO untuk Ukraina," kata Austin.
Dia menggarisbawahi bahwa Presiden AS Joe Biden dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy baru-baru ini menandatangani perjanjian keamanan bilateral penting selama 10 tahun yang mencerminkan dukungan AS yang "kuat dan abadi" terhadap Ukraina. Umerov mengapresiasi "bantuan komprehensif" dan dukungan yang diberikan AS. "Kami berharap dapat berdiskusi dengan Anda bagaimana kami dapat melanjutkan kemitraan kami dan, di masa depan, menjadi anggota NATO. Mudah-mudahan, Ukraina akan segera menerima undangannya," tambahnya. Di bawah kepemimpinan Biden, AS telah memberikan bantuan keamanan senilai lebih dari 51,9 miliar dolar (Rp850 triliun) ke Ukraina, termasuk lebih dari dari 51,2 miliar dolar (Rp838,9 triliun) sejak dimulainya "invasi tak beralasan" Rusia pada 24 Februari 2022, menurut Pentagon.
Sumber: Anadolu
VOInews.id- Kepresidenan Palestina, dalam menanggapi seruan Israel, menyatakan pihaknya menolak jika Gaza ditempatkan di bawah penguasaan pihak internasional. “Tidak ada legitimasi bagi kehadiran asing di Wilayah Palestina... hanya rakyat Palestina yang dapat memutuskan siapa yang memerintah dan mengatur urusan mereka,” kata juru bicara kepresidenan, Nabil Abu Rudeineh, seperti dilaporkan Anadolu, Senin.
Sebelumnya, Otoritas Penyiaran Israel mengutip seorang pejabat keamanan yang mengatakan bahwa tentara Israel akan tetap berada di Jalur Gaza sampai ada pasukan internasional yang menggantikan mereka. Proses itu disebutkan bisa memakan waktu beberapa bulan. Abu Rudeineh menegaskan bahwa ada pemukiman ilegal dan pemindahan penduduk yang sedang diusahakan oleh otoritas pendudukan untuk diterapkan di lapangan melalui pembantaian berdarah.
“Kami tidak akan menerima atau mengizinkan kehadiran orang asing di tanah kami, baik di Tepi Barat maupun Jalur Gaza,” ujarnya. “Masalah Palestina adalah masalah tanah dan kenegaraan, bukan masalah bantuan kemanusiaan. Ini adalah tujuan suci dan isu sentral bagi masyarakat Arab,” katanya, menambahkan. Israel yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB soal gencatan senjata segera, menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus dilakukannya di Gaza sejak serangan kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023.
Hampir 37.900 warga Palestina terbunuh, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan sekitar 87.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat. Lebih dari delapan bulan setelah perang dilancarkan oleh Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade yang melumpuhkan akses pada makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Sumber: Anadolu
VOInews.id, Kairo: Banyak rumah sakit, pusat layanan medis, dan stasiun oksigen di Jalur Gaza kemungkinan harus tutup dalam 48 jam akibat ketiadaan bahan bakar untuk mengoperasikan generator, kata kementerian kesehatan di wilayah kantong tersebut, Ahad (20/6). “Kementerian Kesehatan kembali memperingatkan bahwa rumah sakit, pusat medis,dan stasiun oksigen yang masih tersisa akan berhenti beroperasi dalam waktu 48 jam akibat krisis bahan bakar,” kata kementerian melalui Telegram.
Para pejabat juga meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa serta organisasi-kemanusiaan untuk segera melakukan intervensi guna memasok bahan bakar dan generator. Pada 7 Oktober 2023, kelompok perjuangan Palestina Hamas melancarkan serangan roket besar-besaran ke Israel, menerobos perbatasan, serta menyerang lingkungan sipil dan pangkalan militer Israel. Hampir 1.200 orang di Israel tewas dan sekitar 240 orang lainnya diculik selama serangan berlangsung.
Israel lantas melakukan serangan balasan, memerintahkan pengepungan total terhadap Gaza dan mulai melancarkan serangan darat untuk melenyapkan para petempur Hamas serta menyelamatkan para sandera. Sebanyak 120 sandera diyakini masih ditahan kelompok Hamas di Gaza, dan 43 sandera di antaranya meninggal. Sejauh ini, lebih dari 37.800 orang terbunuh dan sedikitnya 86.900 orang terluka selama operasi militer Israel, menurut otoritas setempat.
Sumber: Sputnik