VOinews.id, Paris: Para pemimpin Eropa pada Minggu dan Senin mengungkapkan "kebahagiaan" mereka atas hasil pemilu di Prancis, setelah pemilu di Inggris. "Pekan ini, dua negara terbesar di Eropa memilih jalan yang sama dengan yang dipilih Spanyol setahun lalu: menolak sayap kanan ekstrem dan komitmen tegas terhadap sayap kiri sosial yang mengatasi masalah rakyat dengan kebijakan serius dan berani," kata Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez di X.
Baik Inggris maupun Prancis "telah menyatakan Ya untuk kemajuan dan perkembangan sosial dan No terhadap kemunduran hak dan kebebasan," katanya. Pemimpin Spanyol itu menambahkan: "Tidak ada perjanjian atau pemerintahan dengan kelompok ekstrem kanan." Perdana Menteri Polandia Donald Tusk menulis di X: "Di Paris ada antusiasme, di Moskow ada kekecewaan, di Kiev ada kelegaan. Cukup untuk membuat Warsawa bahagia." Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva juga mengatakan di X dirinya merasa "sangat gembira dengan kebesaran dan kedewasaan kekuatan politik di Prancis yang bersatu melawan ekstremisme dalam pemilihan legislatif hari ini."
"Hasil ini, serta kemenangan partai Buruh di Inggris, memperkuat pentingnya dialog antara segmen progresif dalam membela demokrasi dan keadilan sosial," tegasnya. "Mereka harus menjadi inspirasi bagi Amerika Selatan," kata presiden Brasil itu menambahkan. Pemimpin oposisi Yunani Nikos Androulakis juga mengomentari hasil pemilu di Prancis di X: "Kemenangan besar bagi Prancis dan Eropa. Kemenangan besar bagi Republik."
"Dengan partisipasi kumulatif mereka di pemilu, rakyat Prancis membangun dinding pembatas terhadap ekstrem kanan, rasisme, dan intoleransi dan menjaga prinsip abadi Republik Prancis: Kebebasan, Kesetaraan, dan Persaudaraan," tambahnya. Di putaran kedua pemilu awal Prancis pada 7 Juli, Front Populer Baru (NPF) saya kiri memenangkan kursi terbanyak di Majelis Nasional dengan 178 kursi, sementara aliansi Macron memperoleh 150 kursi, dan National Rally (RN) sayap kanan ekstrem memperoleh 125 kursi.
Pemilu tersebut mencatat tingkat partisipasi sebanyak 66,6 persen, dan tidak ada aliansi yang mencapai mayoritas absolut 289 kursi. Keberhasilan RN sebelumnya di pemilu Parlemen Eropa mendorong Macron untuk membubarkan parlemen dan menyerukan pemilu awal, yang menghasilkan perubahan signifikan dalam distribusi kursi di antara partai-partai besar. Di Inggris, Partai Buruh yang dipimpin Keir Starmer memenangi Dewan Rakyat atau majelis rendah parlemen dengan telak, memperoleh 412 dari 650 kursi di majelis tersebut. Partai Konservatif, yang memimpin negara itu selama 14 tahun terakhir, mengalami kekalahan besar karena kehilangan 250 kursi, dari 471 menjadi 121, dengan 23,7 persen suara.
Sumber: Anadolu
VOinews.id-Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri India Narendra Modi akan melangsungkan pertemuan bilateral dalam format informal pada Senin (8/7) malam, kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov. Presiden Putin dan Perdana Menteri Modi akan bertemu secara santai untuk bernegosiasi dalam format sempit dan luas yang akan berlangsung pada hari berikutnya, kata Peskov menambahkan.
Menurut juru bicara tersebut, Putin telah menjadwalkan pertemuan dengan PM Modi. "Bagian informal dari kunjungan akan dimulai hari ini dengan diskusi informal antara kedua pemimpin. Mereka akan memiliki kesempatan untuk berbicara satu lawan satu, tanpa agenda khusus," kata Peskov dalam sebuah pengarahan. Pada keesokan harinya, Selasa (9/7), Putin dan Modi akan mengadakan pembicaraan dalam format luas dan sempit, kata juru bicara tersebut, Perkov menambahkan bahwa tidak akan ada konferensi pers bersama, tetapi akan digantikan dengan "pertukaran substansial" selama pembicaraan berlangsung.
Mengenai usulan India untuk solusi damai terhadap krisis Ukraina, Peskov menambahkan bahwa "tidak ada gunanya membahas hal tersebut sebelum pembicaraan" antara Putin dan Modi dilaksanakan. Pihak Rusia akan memberikan informasi tepat waktu tentang semua rincian masalah tersebut, katanya.
Antara
VOinews.id- Gerakan Taliban (yang tengah berada di bawah sanksi PBB) adalah sekutu Rusia dalam memerangi terorisme, kata Presiden Vladimir Putin pada Kamis (4/7). “Gerakan Taliban telah membuat komitmen tertentu … tetapi secara umum kita harus berasumsi bahwa Taliban mengendalikan kekuasaan di negara ini (Afghanistan).
Dan dalam hal ini, Taliban tentu saja merupakan sekutu bagi kita dalam memerangi terorisme,” kata Putin kepada wartawan. Putin juga menambahkan bahwa Rusia perlu “menjaga hubungan” dengan struktur politik nyata di Afghanistan dan akan terus melakukannya.
Rusia telah berkali-kali “menerima sinyal seperti itu” dari Taliban mengenai kesiapan mereka untuk bekerja sama dalam memerangi terorisme, lanjut Putin. Mengenai keanggotaan penuh Afghanistan di Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO), Putin mengatakan bahwa masalah ini menyangkut semua anggota SCO dan bukan hanya Rusia. Sumber: Sputnik
VOinews.id- Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis mengatakan bahwa kesepakatan Istanbul 2022 masih jadi pertimbangan dan dapat dijadikan dasar negosiasi perdamaian dengan Ukraina. Berbicara dalam pertemuan puncak para pemimpin Organisasi Kerjasama Shanghai di ibukota Kazakhstan, Astana, Putin berterima kasih kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan atas upaya mediasi antara Rusia dan Ukraina.
“Perjanjian Istanbul, saya berterima kasih atas hal ini, presiden Republik Turki, Tuan Erdogan, yang berpartisipasi dalam pekerjaan ini sebagai mediator. Perjanjian ini tidak dibatalkan, perjanjian ini disetujui oleh kepala delegasi perundingan Ukraina, yang artinya, tampaknya, perjanjian tersebut cukup memuaskan bagi Ukraina," ujar Putin Perjanjian ini, perjanjian Istanbul, tetap dibahas dan dapat menjadi landasan untuk melanjutkan perundingan ini,” lanjutnya. Putin menekankan bahwa Rusia tidak pernah menolak dan saat ini siap untuk melanjutkan pembicaraan damai.
"Adalah Ukraina yang menolak negosiasi. Apalagi melakukannya secara terbuka, atas instruksi langsung dari London, yang artinya tidak diragukan lagi, juga atas permintaan Washington. Pejabat Ukraina mengatakannya secara langsung dan terbuka,” tegasnya. Pada Maret 2022, Moskow dan Kiev mengadakan serangkaian pembicaraan di Istanbul, Turki, yang bertujuan untuk menemukan titik temu untuk mengakhiri konflik di Ukraina.
Sumber: Anadolu