Tuesday, 15 October 2019 13:45

Komnas Perempuan, DPR dan Pekerjaan Yang Masih Tersisa

Written by 
Rate this item
(0 votes)


15 Oktober 1998, 21 tahun yang lalu, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan didirikan. Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, terhadap pemerintah. Intinya untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut berakar dari tragedi kekerasan seksual yang dialami perempuan, khususnya etnis Tionghoa, dalam kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia.

Banyak yang telah dilakukan komisi ini dalam mengembangkan dan meneguhkan mekanisme hak asasi manusia untuk pemajuan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Baik di tingkat lokal, nasional, kawasan, maupun internasional. Namun komisi ini juga menghadapi banyak kendala dalam menegakkan hak-hak kaum perempuan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

Konflik sosial seperti kerusuhan di Papua misalnya, merupakan kondisi yang menghambat upaya pemberantasan kekerasan terhadap perempuan. Jenis kekerasan lain yang marak dewasa ini adalah yang berbasis online.  Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh mengatakan kasus kekerasan berbasis gender lewat online di Indonesia meningkat setiap tahun. Terakhir, pada 2018 Komnas HAM mencatat ada 95 kasus dari sebelumnya yang hanya lima kasus pada 2016. Adapun bentuk-bentuk kekerasan di dunia maya antara lain pelecehan online, sexting, perdagangan manusia dan online rekrutmen. Riri meyakini jumlah kasus tersebut lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kasus sebenarnya di masyarakat. Ini disebabkan  sebagian besar perempuan yang menjadi korban di ranah online tidak tahu harus melapor kemana.

Yang lebih mengecewakan Komnas Perempuan adalah ditundanya pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS). Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 sampai masa jabatan mereka berakhir, gagal mengesahkan RUU tersebut. Padahal RUU tersebut akan menjadi landasan penindakan terhadap kekerasan seksual, terutama terhadap perempuan dan anak-anak. Pembahasan RUU PKS diteruskan kepada anggota DPR yang baru saja dilantik.

Tahun ini pula berakhir masa tugas para komisioner Komnas Perempuan periode 2015-2019. Sebanyak 50 calon Komisioner Komnas Perempuan untuk periode 2020-2014 mengikuti tahapan seleksi Uji Publik yang disiarkan langsung pada 14 dan 15 Oktober 2019 di Jakarta. Tugas para komisioner yang baru nanti adalah terus mendorong DPR untuk menuntaskan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi Undang-Undang. Jika kedua institusi ini gagal mengesahkan RUU tersebut, maka negara dapat dianggap belum serius dalam memperhatiakn isu-isu kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Read 737 times