Pasar ekspor batu bara Indonesia ke Vietnam diproyeksikan meningkat dari sekitar 12 juta ton tahun ini menjadi sekitar 15 juta ton pada 2020. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Hendra Sinadia seperti dilansir Bisnis Indonesia Rabu, (4/12), mengatakan, Vietnam akan meningkatkan kebutuhan batu bara secara bertahap. Peningkatan kebutuhan batu bara Vietnam terus terlihat seiring dengan beroperasinya sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru.
Hendra menambahkan, pada tahun 2025 kebutuhan batu bara di salah satu anggota Asean itu mencapai 25 juta ton. Dalam 10 tahun mendatang, kebutuhan meningkat menjadi 40 juta ton. Menurut Hendra Sinadia, kondisi tersebut akan menguntungkan produsen batu bara Indonesia, karena memiliki jenis yang dibutuhkan pasar, yakni kalori rendah. Apalagi dengan kedekatan geografis, distribusi batu bara dari Indonesia ke Vietnam semakin mudah dilakukan.
Hendra menegaskan, Vietnam akan menjadi prospek pasar terbaru produsen batu bara Indonesia. Meskipun demikian, Republik Rakyat Tiongkok tetap menjadi tujuan ekspor terbesar Indonesia, karena kebutuhan jauh lebih besar. Ekspor batu baru ke Tiongkok mencapai sekitar 29 persen dari total penjualan luar negeri batu bara Indonesia.
Terkait konsumsi batu bara dalam negeri, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Sujatmiko mengatakan, pemerintah akan melanjutkan domestic market obligation (DMO) pada 2020. Namun, mengenai porsinya belum dapat dipastikan, karena pemerintah masih perlu membahas rencana produksi nasional pada tahun depan.
Sementara itu Pelaksana Tugas Direktur Utama PLN Sripeni Inten Cahyani mengatakan, Indonesia menarget memiliki tarif listrik industri terendah di Asia Tenggara. Salah satu upayanya adalah memanfaatkan energi premier dengan harga murah. Adapun batu bara masih menjadi energi premier paling murah untuk pembangkitan, sehingga mampu menekan biaya pokok penyediaan yang berujung pada semakin rendahnya tarif listrik.