Monday, 03 August 2020 00:00

Tradisi Akkado Bulo, Sulawesi Selatan

Written by 
Rate this item
(0 votes)
FOTO ROL FOTO ROL

VOI PESONA INDONESIA Tradisi Akaddo Bulo adalah tradisi dari warga Kampung Tama’la’lang yang termasuk dalam wilayah Desa Tamanyeleng, Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Kampung ini berjarak sekitar 10 Km dari ibukota Sulawesi Selatan, Makassar.

Tradisi Akaddo bulo dalam bahasa Makassar berarti “makanan dari bambu”. Jadi, hidangan yang disantap pada perayaan tersebut dimasak dalam potongan bambu. Makanan ini menjadi sajian utama yang dihidangkan saat perayaan ulang tahun kampung tersebut.

Bagi masyarakat setempat, tradisi Akaddo Bulo mengandung makna tersendiri, yakni ajang silaturahim warga dengan sanak keluarga. Dan memang tak sedikit warga atau kerabat yang tinggal jauh di luar kota atau bahkan luar pulau datang ke Tama’la’lang demi menghadiri acara ini.

Akaddo Bulo berupa campuran beras ketan dan santan yang dibungkus daun pisang dan dimasukkan ke dalam potongan bambu. Tabung-tabung bambu berukuran panjang 40 cm itu dimasak dengan cara dipanasi secara tegak mengelilingi perapian selama sekitar tiga jam sampai matang. Setelah selesai, bambu dibelah untuk mengeluarkan akaddo bulo yang telah matang dan siap disantap dengan taburan serundeng, yaitu parutan kelapa yang digoreng dengan berbagai bumbu.

Tradisi akaddo bulo berawal dari zaman Raja Gowa ke-9, yakni I Matanre Karaeng Manguntungi Tumaparisi Kalonna, yang berkuasa pada tahun 1510 hingga 1546. Tradisi ini sempat terhenti saat Perang Makassar berkecamuk pada 1666 yang berlanjut dengan pendudukan Belanda hingga kemerdekaan pada 1945.

Tradisi akaddo bulo kembali dihidupkan setelah kemerdekaan Indonesia oleh Raja Gowa ke-36, sekaligus bupati pertama Kabupaten Gowa, Andi Idjo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Aidudin. Ia mengusulkan agar Akaddo Bulo dirangkaikan dengan peringatan HUT Kemerdekaan RI sebagai pesta rakyat. (VOI)

Read 1333 times Last modified on Monday, 03 August 2020 13:07