Wednesday, 24 May 2023 12:14

Menlu Retno : Politik Luar Negeri Indonesia Banyak Dipengaruhi oleh Mochtar Kusumaatmadja

Written by 
Rate this item
(0 votes)

 

 

VOInews, Jakarta: Politik luar negeri Indonesia memiliki karakteristik dalam memajukan hukum internasional, mendorong soft power diplomacy dan mendorong terciptanya perdamaian dunia. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, ketiga karakter diplomasi Indonesia itu tidak lepas dari kontribusi seorang Mochtar Kusumaatmadja.

“Dengan kontribusi beliau, Indonesia tetap dapat berdiri tegak memperjuangkan kepentingan nasional sekaligus terus berupaya berkontribusi dalam menciptakan perdamaian dunia,” katanya dalam Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Prof. Mochtar Kusumaatmadja, di Jakarta, Rabu (24/5).

Menurut Retno, Mochtar Kusumaatmadja yang pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri RI dari tahun 1978-1988 sangat pantas mendapatkan gelar pahlawan nasional Indonesia. Ia mengatakan, Mochtar Kusumaatmadja telah menorehkan jejak yang tidak akan terhapus dalam sejarah diplomasi Indonesia, dan telah menginspirasi generasi muda Indonesia.

“Pemberian gelar pahlawan nasional bagi beliau sangatlah pantas sebagai penghormatan terhadap kontribusi beliau bagi Indonesia dan juga bagi dunia sekaligus memastikan beliau terus menjadi inspirasi bagi generasi muda bangsa Indonesia terkhusus untuk para diplomat Indonesia,” katanya.

Retno Marsudi menjelaskan, Mochtar Kusumaatmadja memiliki peran penting memperjuangkan pengakuan internasional terhadap Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan. Menurutnya, perjuangan diplomasi Mochtar Kusumaatmadja selama 25 tahun telah berhasil melahirkan Deklarasi Djuanda yang menjadi rujukan bagi hukum laut internasional.

“Sebuah capaian yang sangat luar biasa. Kemenangan dan kulminasi perjuangan diplomasi selama 25 tahun. Sebuah deklarasi unilateral, Deklarasi Djuanda yang kemudian menjadi hukum internasional yang diakui dalam Konvensi Hukum Laut 1982 atau kita sebut UNCLOS 1982,” katanya.

Menurut Retno, dengan adanya UNCLOS 1982, Indonesia berhasil mencapai keutuhan sebagai sebuah negara kepulauan. Ia menambahkan, Indonesia akan terus menggunakan UNCLOS 1982 untuk menjaga perdamaian di laut, termasuk di Laut China Selatan.

“Jadi Indonesia berhasil memperoleh wilayah perairannya tanpa mengangkat senjata. Perairan pedalaman kita tidak lagi terpecah wilayahnya tetapi menjadi lebih utuh sebagai negara kesatuan Republik Indonesia. Dan UNCLOS 1982 ini akan terus digunakan Indonesia di dalam memperjuangkan hak-haknya termasuk di Laut China Selatan,” katanya.

Lebih lanjut, Retno Marsudi mengatakan, Mochtar Kusumaatmadja juga menjadi pelopor dalam memajukan soft power diplomacy melalui kebudayaan. Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Mochtar Kusumaatmadja, menurut Retno, diantaranya dengan mempromosikan budaya Indonesia di kancah internasional, mendirikan Restoran Nusantara Indonesia di New York, membentuk Nusantara Chamber Orchestra dan mengusung pameran kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat.

“Semua ini dilakukan demi membangun citra positif Indonesia di mata dunia sekaligus memperkuat jembatan kebudayaan antara Indonesia dengan negara lain,” katanya.

Sementara itu di dalam negeri, menurut Retno, Mochtar Kusumaatmadja juga mendirikan museum Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat.

“Museum ini adalah pengingat tonggak kepemimpinan Indonesia yang menginspirasi kemerdekaan banyak bangsa di dunia ini pada masa itu. Jadi pemanfaatan soft power dalam diplomasi merupakan sebuah terobosan pada masanya,” kata Retno.

Lebih lanjut, Retno Marsudi menambahkan, Mochtar Kusumaatmadja juga menginisiasi mediasi konflik antara Vietnam dan Kamboja. Menurut Retno, sebagai seorang Menteri Luar Negeri, Mochtar Kusumaatmadja sangat paham pentingnya perdamaian dan stabilitas di kawasan,

“Upaya diplomasi beliau membuka jalan bagi rangkaian proses perdamaian dengan menghasilkan Ho Chi Minh City Understanding yang kemudian menjadi landasan pelaksanaan Jakarta Informal Meetings hingga berujung pada Paris Peace Agreement yang sampai saat ini masih terus diingat paling tidak oleh Kamboja dan Vietnam,” tutupnya.

Read 285 times Last modified on Wednesday, 24 May 2023 12:18