Menyusul insiden tersebut, Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr mengatakan bahwa pergeseran paradigma diperlukan dalam cara negaranya menangani masalah Laut China Selatan karena upaya diplomatik dengan Tiongkok sedang menuju ke arah yang buruk.
Marcos mengatakan, Filipina akan terus melakukan pembicaraan dengan mitra-mitranya di kawasan Indo-Pasifik dan mengambil sikap bersama mengenai tanggung jawab mereka di Laut Filipina Barat.
Pernyataan Presiden Filipina ini menunjukan situasi semakin memburuk dalam hubungan kedua negara mengenai Laut Cina Selatan.
Insiden yang terjadi minggu lalu berpotensi menyeret kedua negara tersebut ke dalam konflik terbuka bila tidak membuka diri untuk dialog. Untung saja, kedua negara akhirnya sepakat untuk tetap mengedepankan dialog dalam menyelesaikan sengketa Laut China Selatan. Menteri luar negeri Filipina Enrique Manalo dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi saat melakukan pembicaraan melalui panggilan telepon pada Rabu, (20/12/2023) sepakat untuk mengedepankan dialog. Manalo mengatakan pada Kamis, (21/12/2023) bahwa dia dan mitranya dari Tiongkok, Wang Yi mencatat pentingnya dialog dalam mengatasi masalah Laut China Selatan.
Dalam pembicaraan tersebut, Menteri Luar Negeri China Wang Yi, seperti dikutip dari Channel News Asia (21/12/2023) mengingatkan Filipina untuk mengatasi apa yang Tiongkok anggap sebagai "kesulitan serius" dalam hubungan kedua negara mengenai Laut Cina Selatan, melalui dialog. Akhir-akhir ini insiden antara kapal dari kedua belah pihak semakin meningkat. Wang mengatakan kepada Enrique Manalo bahwa jika Filipina salah menilai atau berkolusi dengan kekuatan eksternal yang “berniat buruk” di perairan yang disengketakan, China akan mempertahankan hak-haknya dan merespons dengan tegas.
Dari ucapan tersebut, terlihat jelas ada masalah dalam hubungan kedua negara. Namun baik Filipina maupun Tiongkok diharapkan tidak mengingkari komitmen untuk mengedepankan dialog dalam menyelesaikan sengketa.