Puluhan ribu orang berkumpul untuk menghadiri kampanye massal "Super Sunday" yang dilakukan oleh tiga kandidat presiden pada akhir pekan terakhir sebelum pemilu 13 Januari. Dalam kegiatan kampanye tersebut para calon presiden, seperti dikutip dari VOA Indonesia pada Rabu (10/01) menawarkan visi dan rencana pendekatan yang berbeda dalam menyikapi hubungan Taiwan dengan Tiongkok ke depannya.
Lai Ching-te, wakil presiden Taiwan dari Partai Demokrasi Progresif Taiwan (DPP) yang paling diunggulkan saat ini, menyebut pemilu kali ini merupakan sebuah pilihan "antara demokrasi dan autokrasi", serta meminta seluruh masyarakat untuk "bersama-sama membela demokrasi". Lai Ching-te mengatakan, akan mempertahankan status quo yaitu terus mendorong upaya kemerdekaan Taiwan. Ia menyatakan tetap terbuka dengan Tiongkok di bawah prasyarat kesetaraan dan martabat.
Sementara itu, calon presiden oposisi Hou Yu-ih dari Partai Kuomintang (KMT) menginginkan dialog dengan Tiongkok untuk menurunkan ketegangan. Hou berpendapat, meningkatkan hubungan ekonomi dan membuka dialog dengan Tiongkok adalah cara terbaik untuk menjaga perdamaian. Meski begitu ia menolak gagasan kemerdekaan Taiwan dengan model "satu negara, dua sistem" seperti Hong Kong yang disarankan oleh Partai Komunis Tiongkok. Konon, sikapnya ini membuat beberapa para pemilih tidak yakin mengenai pendiriannya mengenai isu Tiongkok.
Ko Wen-je, calon presiden dari Partai Rakyat Taiwan (TPP) mengatakan, partainya menawarkan "jalan tengah" antara DPP dan KMT mengenai isu Tiongkok.
Visi dan rencana pendekatan hubungan Taiwan dengan Tiongkok yang menjadi perhatian para calon presiden dari tiga partai, menunjukkan peran hubungan Taiwan dengan Tiongkok sangat penting dalam menentukan dalam hasil akhir pemilu 2024.
Bila hubungan dengan Tiongkok berpengaruh signifikan dalam pemilu Taiwan besok, maka calon presiden dari DPP atau KMT mendapat keuntungan electoral signifikan.
Akan tetapi, pada Pemilu di Taiwan kali ini bukan tidak mungkin terjadi kejutan. Kemunculan Ko Wen-je dan TPP pada pemilu kali ini telah membawa warna baru ke dalam arena politik Taiwan. Kehadirannya menantang dominasi tradisional dua partai (DPP dan KMT) dan menawarkan hal baru bagi mereka yang menginginkan perubahan. Ko Wen-je dan partainya juga mewakili gelombang sentimen anti kemapanan serta menggarisbawahi meningkatnya keinginan untuk sistem politik yang lebih inklusif dan responsif di Taiwan.
Apa pun hasilnya, rakyat Taiwan tentunya mengharapkan pemilu kali ini menghasilkan pemimpin yang dapat membawa Taiwan ke arah yang lebih baik, aman, damai dan sejahtera.