VOINews, Jakarta: Manggarai merupakan suku yang hidup di bagian barat pulau Flores di provinsi Nusa Tenggara Timur, dan tersebar di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Timur.
Mayoritas masyarakatnya mengabdikan hidupnya dengan bercocok tanam di ladang dan sawah. Karena itulah tak heran jika banyak tradisi dan budaya masyarakat setempat berkaitan dengan pertanian. Salah satunya tampak dari Tarian Tepi Woja yang sampai saat ini terus dilestarikan oleh masyarakat Manggarai.
kata Tepi Woja terdiri dari kata "Tepi" yang berarti memisahkan dan "Woja" berarti padi. Jadi tarian Tepi Woja diartikan tarian yang memisahkan gabah padi. Tarian ini mengenang leluhur orang Manggarai yang memakai doku (nyiru) untuk memisahkan gabah padi. Menurut KBBI, nyiru adalah alat rumah tangga berbentuk bulat yang terbuat dari anyaman bambu atau rotan, yang berfungsi untuk menampi beras atau gabah.
Kini, doku atau nyiru itu tidak dipakai lagi diganti dengan peralatan-peralatan modern di bidang pertanian. Masyarakat Manggarai sudah menggunakan mesin giling padi untuk memisahkan antara gabah dan padi.
Tari Tepi Woja biasanya dibawakan oleh para penari wanita. Saat menari, para penari memakai kain tenun khas Manggarai Timur, yakni perpaduan kain tenun songke dan kebaya. Kain tenun songke atau tenun ikat merupakan kain khas orang Manggarai Timur. Mereka juga mengenakan selendang serta membawa doku atau tampah sebagai alat untuk menari.
Tarian Tepi Woja biasanya ditarikan untuk memeriahkan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, dan saat ada festival budaya serta pariwisata di pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.