Wednesday, 31 January 2018 15:19

Pasar Papringan Temanggung, Jawa Tengah

Written by 
Rate this item
(1 Vote)

pasar papringan

 

Dalam kehidupan sehari-hari, keberadaan pasar sangat lah penting. Hal ini karena, jika terdapat kebutuhan yang tidak dapat dihasilkan sendiri, maka kebutuhan tersebut dapat diperoleh di pasar. Para konsumen atau pembeli datang ke pasar untuk berbelanja dan memenuhi kebutuhannya dengan membawa sejumlah uang guna membayar harga barang yang dibelinya. Selain uang, umumnya para pedagang di pasar juga menggunakan kantong plastik untuk membungkus barang dagangan yang dijajakan atau yang telah dibeli konsumen. Hal-hal tersebut tidak ditemukan di pasar Papringan, Temanggung, Jawa Tengah.

Pasar yang berada di bawah rerimbunan bambu ini, terletak  Dusun Ngadiprono Desa Ngadimulyo Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, memiliki luas sekitar 1.500 meter persegi. Sesuai namanya, “papringan” (bahasa Jawa) artinya kebun bambu. Pasar yang hanya buka pada Minggu Pond an Minggu Wage menurut penanggalan Jawa atau setiap 35 hari sekali, menjual  makanan dan minuman tradisional yang kini sudah banyak dilupakan orang. Seperti gablok pecel, ndas borok, aneka keripik, grontol jagung. Semua makanan yang dijajakan di pasar ini tidak menggunakan MSG (Monosodium Glutamat) atau yang dikenal dengan sebutan Vetsin serta bahan-bahan kimia lainnya. 

Tempat pedagang menjajakan makanannya ditata sedemikian rupa di antara pokok-pokok bambu satu dengan lainnya. Pasar Papringan juga menyuguhkan aneka permainan tradisional. Alat pembayarannya merupakan potongan bambu yang disebut koin pring. Bentuknya mirip koin, namun terbuat dari kayu dan bambu berbentuk bulat atau kotak.

Nilai yang tertera pada koin pring itu ada empat, yaitu "1", "5", "10", dan "50". Nilai "1" itu sama dengan Rp 1.000, nilai "5" sama dengan Rp 5.000, nilai "10" sama dengan Rp 10.000, dan nilai "50" sama dengan Rp 50.000. Sebelum bertransaksi, pengunjung harus menukar terlebih dulu uang dengan koin pring ini.

Menurut Fransisca Callista, Manajer Proyek Pasar Papringan yang juga salah seorang  Pengurus Komunitas Spedagi (Sepeda Pagi), tujuan utama penyelenggaraan Pasar Papringan bukanlah bermotif ekonomi melainkan untuk konservasi tanaman bambu. Karena, melakukan konservasi pohon bambu dinilai penting. Sebab pohon bambu merupakan penghasil oksigen tertinggi, memberikan kesejukan bagi orang yang di dekatnya. Memiliki nilai visual yang indah. Siklus panennya lebih cepat dibandingkan pohon kayu, serta merupakan material bangunan masa depan sebagai pengganti fungsi kayu atau besi.

Jika kegiatan pasar papringan berdampak keuntungan ekonomi warga, diharapkan dapat memberikan motivasi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan pohon bambu.

 

Read 1691 times Last modified on Thursday, 01 February 2018 03:16