Perkembangan Finance Technology Fintehc atau Teknologi Keuangan di Indonesia semakin marak. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga akhir 2018 terdapat 88 perusahaan fintech lending atau jasa peminjaman yang telah terdaftar. Di luar itu, masih ada 738 fintech illegal atau yang tidak terdaftar OJK termasuk 211 website dan 527 aplikasi di android yang diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Dengan semakin “booming”nya fintech lending di Indonesia, maka di tahun 2019, akan bekerja sama dengan perbankan dan e-commerce.
Menurut Hinrich Foundation, organisasi nirlaba yang fokus pada perdagangan Global, nilai tambah perdagangan digital bagi perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh 8 kali lipat dari 125 triliun rupiah pada 2017 dan diperkirakan menjadi 2.305 triliun rupiah pada 2030.
Sementara itu, Deputi koordinasi Ekonomi Kreatif , Kewirausahaan dan daya saing Koperasi dan UKM, Kementrian Koordinator Perekonomian Rudy Salahuddin mengatakan walau perkembangan fintech berkembang pesat di Indonesia, namun Indonesia belum memiliki data resmi nasional mengenai pencapaian transaksi perdagangan elektronik atau e-commerce. Laporan yang diterima sejauh ini hanya berdasarkan hasil laporan penelitian lembaga riset pemasaran tertentu.
Sejatinya perdagangan digital memang sangat menjanjikan karena kita tidak perlu membawa uang tunai namun kemudahan dalam setiap transaksi dapat dilakukan dimana saja tanpa hambatan bahkan melalui sarana gawai atau telepon genggam. Namun transaksi elektronik rawan menghadapi ulah pihak-pihak yang ingin berlaku curang dan kriminal dengan mencuri data seseorang, melalui peretasan data. Juga rawan dari pihak-pihak yang melakukan transaksi illegal untuk tindakan Korupsi. Jika selama ini pelaku koruptor banyak yang ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau kepolisian dalam bentuk operasi tangkap tangan. Namun jika melakukan transaksi digital atau melalui Fintech mungkin akan lebih sulit dilacak.