Pada Rabu (13 Maret 2019), rakyat Aljazair berunjuk rasa di beberapa kota di Ajlazair. Mereka menolak paket solusi politik yang dajukan presiden berkuasa, Abelaziz Bouteflika pada hari Senin. Apa sesungguhnya yang diajukan oleh Presiden sehingga mereka menolaknya? Presiden Abelaziz memutuskan untuk menunda pelaksanaan pemilihan umum.
Mereka berunjuk rasa menolak keputusan itu dengan menyatakan pelanggaran konstitusi butir 107 dan 110. Tuntutanmereka adalah pemilihan umum tetap diselenggarakan pada tgl. 18 April 2019 sebagaimana ditetapkan sebelumnya dan Presiden petahana tidak ikut dalam pemilihan umum. Dia sudah mengakomodir keinginan pengunjuk rasa untuk tidak mencalonkan diri lagi. Tetapi, itu belum cukup karena mereka menganggap pengunduran waktu pemilihan umum hanya untuk memperpanjang masa jabatannya.
Krisis ini terjadi dipicu oleh keinginan President Bouteflika untuk mengikuti pemilihan umum mendatang. Namun, keinginan itu tidak diharapkan oleh banyak orang karena President Bouteflika sudah berkuasa selama 20 tahun dan kondisi kesehatankurang stabil setelah menderita serangan stroke 6 tahun lalu. Meskipun akhirnya memilih tidak ikut pemilu lagi dan bahkan merombak susunan kabinet, Presiden Bouteflika tidak dengan jelas menetapkan sampai kapan pemilu ditunda. Sehingga,ada kekuatiran jika kemudian dia menunjuk penggantinya. Kekuatiran lain adalah penundaan pemilu dapat mengancam demokrasi di Aljazair.
Aljazair pernah mengalami krisis politik pada tahun 80-an berujung pada konflik bersenjata tahun 90-an dan berakhir tahun 2002. Tentu tidak ada yang mengharapkan terjadi lagi konflik serupa di Aljazair. Kini peran penting di tangan para elit di negeri itu untuk mencari solusi agar krisis politik ini segera dapat diselesaikan tanpa harus ada pertumpahan darah dan rakyat Aljazair dapat menerima solusi itu.