Panasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China bisa dipastikan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia. Apalagi, AS telah menaikkan tarif impor China menjadi 25 persen pada akhir pekan lalu. Menurut beberapa pengamat, kondisi global saat ini membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diproyeksikan hanya akan mencapai sekitar 5,1 persen atau di bawah target pemerintah yang di patok dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 , yaitu sebesar 5,3 persen. Argumentasi yang dikemukakan adalah perang dagang telah membuat permintaan kedua negara, AS dan China menurun dan harga komoditas utama ekspor juga rendah.
Sebaliknya, pemerintah merasa optimistis bahwa target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,3 persen tetap bisa diraih, meski suhu perang dagang antara Amerika Serikat dan China semakin memanas. Apa yang menjadi dasar keyakinan pemerintah bahwa pertumbuhan ekonomi 5,3 persen dapat di capai ?
Realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2019 dibandingkan kuartal I/2018 yang terjaga positif, memberikan penguatan optimisme. Agar pertumbuhan ekonomi dapat mencapai target, saat ini pemerintah berkomitmen untuk terus berupaya mendorong ekspor sejumlah kelompok industri prioritas, terutama seperti yang telah diputuskan oleh Kementerian Perindustrian dalam Industri 4.0. Lima kelompok industri prioritas yang termasuk dalam Industri 4.0 adalah, industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, elektronik, otomotif, dan industri kimia. Tidak itu saja, pemerintah juga berkomitmen untuk terus mendorong pengolahan sumber daya alam seperti pembangunan smelter, pengolahan kelapa sawit, dan lain-lain. Selain itu, praktis tidak lagi menambah proyeksi infrastruktur strategis baru, namun hanya menyelesaikan yang telah ada, sehingga tambahan investasinya tidak terlalu banyak. Upaya-upayalah ini yang membuat pemerintah merasa optimis bahwa target pertumbuhan ekonomi 5,3 dapat diraih pada tahun ini.