Dalam kunjungan kerjanya ke Jawa Timur, Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo menyempatkan datang ke Pondok Pesantren Mambaus Sholihin, Gresik, pada Kamis, 8 Maret 2018. Kunjungannya tersebut dalam rangka silaturahmi dan menyampaikan apa yang telah dikerjakan oleh pemerintah.
Tiba pondok pesantren tersebut, Presiden disambut Pondok Pesantren Mambaus Sholihin KH. Masbuchin Faqih.
"Ya ini kan memang rutin sudah kita lakukan setiap kita ke daerah pasti ke satu sampai tiga pondok. Saya kira penting sekali menjelaskan apa yang sudah dikerjakan oleh pemerintah dan apa yang akan dilakukan," ujarnya.
Selain itu, dalam kesempatan ini Presiden Joko Widodo meminta masukan-masukan dari para ulama. Menurutnya masukan dari para ulama itu sangat penting untuk jalannya pemerintahan.
"Kita juga minta masukan kepada ulama mana yang perlu diperbaiki, mana yang perlu dikerjakan yang lebih besar lagi. Masukan-masukan seperti itu saya kira sangat penting sekali apabila kita masuk ke pondok-pondok," lanjutnya.
Selepas silaturahmi, sejumlah jurnalis sempat menanyakan kepada Presiden apakah pertemuan tersebut membicarakan soal calon wakil presiden untuknya di 2019. Kepala Negara pun menjawab bahwa kunjungannya ini tidak ada kaitannya dengan politik.
"Ya itu tadi, tidak ada urusannya dengan politik. Ditanya saja ke Pak Kiai," katanya. (Setkab)
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani melakukan pertemuan bilateral denganKepala Dewan Organisasi Girls not Brides, Putri dari Belanda Mabel van Oranje-Nassau, di kantor Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (7/3). Dalam Pertemuan yang membahas pernikahan anak di Indonesia, Menteri Puan menyampaikan, di Indonesia, jumlah pernikahan anak di bawah umur masih relatif banyak. Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasinya dengan melalui edukasi atau pendidikan.
“ Ya angkanya memang saat ini masih relatif cukup tinggi, karena memang kita masih mempunyai masalah, yaitu salah satu masalahnya adalah putus sekolah. Karena itu pemerintah salah satu hal yang dilakukannya adalah memberikan kartu indonesia pintar, sehingga jangan sampai anak-anak seluruh indonesia putus sekolah sehingga mendapatkan edukasi atau pendidikan “.
Lebih lanjut, Menteri Puan Maharani mengatakan, usia pada pernikahan pertama sebaiknya minimal sesudah lulus Sekolah Menengah Atas –SMA, setelah mereka mendapatkan pendidikan. Karena pernikahan di bawah umur, secara reproduksi dan mental, mereka dianggap belum siap untuk menikah. Sementara itu, Putri Belanda sangat mengapresiasi upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia, dan menawarkan dukungannya sebagai Kepala Dewan dari organisasi global Girls not Brides untuk mendukung semua program yang ada di Indonesia. Rifai
Presiden Joko Widodo berharap, pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana -RUU KUHP dapat segera diselesaikan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hal itu disampaikan Presiden saat bertemu Tim Perumus RUU KUHP, di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (7/3). Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Enny Nurbaningsih, menjelaskan, dalam pertemuan tersebut, Presiden Joko Widodo mengharapkan adanya percepatan pembahasan RUU KUHP agar segera dapat direalisasikan implementasinya.
“ Jadi Presiden berharap bahwa kalau bisa di masa sidang ini dipercepat. karena apa? karena kekhawatiran kita semua, bukan hanya tim di sini, kita semua, jika ini tidak selesai dalam proses pemerintahan 2019 ini, sampai 2019, apalagi di tahun politiik, akan jadi permasalahan besar buat kita semua, karena dia akan diulangi dari 0 lagi di dalam periode pemerintahan berikutnya. Jadi kalau siklus begitu terus kita tidak pernah punya KUHP milik bangsa kita sendiri, ini yang kemudian jadi tekanan presiden, sebaiknya disegerakan “.
Lebih lanjut Enny Nurbaningsih menyampaikan, dalam pertemuan dengan Tim Perumus RUU KUHP, Presiden Joko Widodo telah menerima penjelasan yang utuh terkait pro dan kontra yang beredar di tengah masyarakat mengenai pasal-pasal di dalam RUU KUHP. Sejumlah pasal di dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengundang pro dan kontra di tengah masyarakat, di antaranya adalah pasal penghinaan Presiden, hukuman mati, LGBT, dan pasal mengenai tindak pidana korupsi. (Ndy)
Persatuan Pelajar Indonesia Dunia akan menggelar Sarasehan atau Simposium Nasional di Jakarta pada 10 Maret 2018. Sarasehan nasional ini merupakan pertama kalinya digelar di Indonesia. Ketua Pelaksana Sarasehan Nasional, Michael Siagian kepada Voice of Indonesia pada Selasa, 6 Maret menjelaskan, simposium biasanya diselenggarakan di luar negeri untuk mempertemukan pelajar dari 53 negara. Kali ini sarasehan digelar di Indonesia untuk melibatkan generasi muda dan para ahli baik dari dalam maupun luar negeri untuk mempersiapkan diri sebagai generasi yang memajukan bangsa di tahun 2045 atau 100 tahun kemerdekaan Indonesia.
“ Di sini mengapa kita menaruh pandangan kita di 27 tahun ke depan, karena kami sangat menyadari bahwa untuk bisa mempersiapkan perubahan kita harus mempersiapkan tumbuh kembang suatu generasi yang kita bukan lagi berbicara 1 tahun 2 tahun ke depan. Nah kami menentukan bahwa 27 tahun adalah waktu yang cukup untuk membuat generasi muda menjadi ujung tomba bangsa “.
Michael lebih lanjut menjelaskan dalam simposium nasional akan dibuka oleh Jenderal Moeldoko sebagai pembicara kunci. Pada berbagai diskusi panel sebagai pembicara diantaranya adalah adalah Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Wakil Gubernur Jakarta Sandiaga Uno, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Mulyono dan Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Ali Ghufron Mukti. Michael mengharapkan, melalui acara ini dapat terjadi sinergi antara generasi muda, para ahli pemerintah dan berbagai pihak untuk mendukung program-program pemerintah menyonsong Indonesia 2045. (VOI/SEKAR/AHM)