Akbar

Akbar

11
April

 

VOInews.id- Kremlin, sebutan untuk Pemerintah Rusia, pada Senin mengatakan bahwa ada kecenderungan untuk selalu menyalahkan Rusia atas kejadian apa pun, termasuk kebocoran dokumen-dokumen intelijen Amerika Serikat (AS). Badan keamanan nasional AS berupaya keras mencari sumber kebocoran dokumen intelijen yang telah tersebar luas di internet. Beberapa pakar keamanan nasional dan pejabat AS mengatakan mereka menduga sumber kebocoran itu adalah orang Amerika, mengingat luasnya topik yang dibahas dalam dokumen-dokumen tersebut. Meski demikian, mereka tidak mengesampingkan kemungkinan aktor-aktor pro-Rusia terlibat dalam kebocoran itu. Saat ditanya tentang tuduhan yang menyebut Rusia mungkin bertanggung jawab atas insiden tersebut, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menolak berkomentar lebih jauh.

"Tidak, saya tidak bisa berkomentar soal itu. Kita semua tahu bahwa kecenderungan untuk selalu menyalahkan Rusia atas apa pun adalah sebuah penyakit yang meluas saat ini. Jadi tidak ada komentar soal itu," kata Peskov. Ketika diminta untuk mengomentari laporan media yang menyebut Washington mungkin memata-matai Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Peskov mengatakan bahwa pihaknya tidak mengesampingkan kemungkinan tersebut.

Dia juga mengatakan bahwa dia tidak memiliki informasi tentang klaim dokumen yang bocor bahwa pesawat pengintai Inggris "hampir ditembak jatuh" oleh pesawat tempur Su-27 Rusia di atas Laut Hitam pada musim gugur 2022.

Sebelumnya, Pentagon pada Jumat mengatakan bahwa mereka sedang melakukan penyelidikan setelah dugaan tangkapan layar dokumen rahasia AS dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengenai perang Ukraina dan masalah lainnya bocor di media sosial.

Dokumen-dokumen itu, yang dicap stempel Kepala Staf Gabungan AS, sebagian besar diyakini asli, tetapi beberapa isinya diduga telah direkayasa. Departemen Pertahanan AS mengatakan bahwa mereka "mengetahui laporan soal unggahan di media sosial, dan Pentagon sedang meninjau masalah ini,” kata Sabrina Singh, wakil sekretaris pers Pentagon kepada Anadolu.

 

 

Sumber: Anadolu

11
April

 

VOInews.id- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri "Zayed Humanitarian Day" atau Hari Peringatan untuk Pendiri Uni Emirat Arab Syekh Zayed bin Sultan Al Nahyan. "Hari ini kita memperingati 'Zayed Humanitarian Day' dan hari ini hari wafatnya 'Founding Father' Persatuan Uni Emirat Arab," kata Presiden Joko Widodo di Solo, Jawa Tengah, Senin malam. Syekh Zayed bin Sultan Al Nahyan menyatukan tujuh emirat dan menjadi Presiden Pertama UEA Periode 1971 - 2004.

"Beliau adalah seorang pemimpin besar yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas," tambah Presiden. Kemanusiaan dan solidaritas, menurut Presiden Jokowi, adalah modal besar dunia untuk menghadapi tantangan-tantangan yang semakin kompleks."Prakarsa mulia ini menegaskan kembali prinsip Islam 'rahmatan lil alamin', mewujudkan kesejahteraan, mewujudkan kedamaian, mewujudkan kasih sayang bagi alam, dan semua manusia," ungkap Presiden. Presiden Jokowi mengajak untuk meneladani nilai-nilai kemanusiaan Syekh Zayed bin Sultan Al Nahyan.

"Mari kita meneladani kerja kemanusiaan Syekh Zayed bin Sultan Al Nahyan, semoga nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas semakin menebal pada kita semua," kata Presiden. Turut hadir dalam acara itu anggota Wantimpres Habib Luthfi bin Yahya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.

Selain itu hadir pula Menteri Energi dan Infrastruktur Uni Emirat Arab Suhail Mohammed al-Mazroei dan Duta Besar Uni Emirat Arab untuk Indonesia Abdulla Salem Al-Daheri.

 

antara

10
April

 

VOInews.id-Seoul, mengetahui berita kebocoran sejumlah dokumen rahasia militer Amerika Serikat, dan berencana untuk membahas risiko yang dapat timbul akibat hal tersebut bersama AS, demikian seorang pejabat kepresidenan Korea Selatan.

Seoul, Korea Selatan (ANTARA) - Korea Selatan mengetahui berita kebocoran sejumlah dokumen rahasia militer Amerika Serikat, dan berencana untuk membahas risiko yang dapat timbul akibat hal tersebut bersama AS, demikian seorang pejabat kepresidenan Korea Selatan.

Menurut tiga pejabat AS beberapa dokumen rahasia militer dibocorkan di media sosial dengan menampilkan sebagian gambaran-gambaran berusia 1 bulan tentang perang di Ukraina. Para pejabat itu mengatakan kemungkinan besar kebocoran data itu dilakukan oleh Rusia atau pihak yang pro Rusia. Reuters belum dapat memastikan keaslian data tersebut. Departemen Kehakiman AS mengatakan mereka sedang mendalami kebocoran tersebut.

The New York Times pada Minggu melaporkan, dokumen rahasia yang bocor itu berisi percakapan internal pejabat tinggi Korsel perihal tekanan terhadap mereka agar membantu memasok senjata ke Ukraina, serta kebijakan mereka untuk tidak melakukannya. Harian tersebut mengatakan Korsel sudah setuju untuk menjual amunisi mereka untuk membantu AS menyetok persediaannya, dan menegaskan bahwa militer Amerika Serikat harus menjadi pengguna stok tersebut.

Akan tetapi, para pejabat Korsel khawatir bahwa amunisi tersebut justru dikirimkan Amerika Serikat kepada Ukraina. "Laporan rahasia tersebut berdasarkan sinyal intelijen, yang berarti Amerika Serikat sudah mengintai salah satu negara sahabat terbesarnya di Asia," tambah harian itu. Pejabat kepresidenan Korea Selatan itu tidak menjawab pertanyaan terkait pengintaian AS, dan tidak juga memberikan pernyataan lebih lanjut tentang kebocoran dokumen. Saat ditanya apakah Korea Selatan akan melakukan protes atau meminta keterangan dari AS, pejabat yang menolak disebut namanya itu mengatakan pemerintah akan mengkaji kejadian-kejadian terkait dan isu yang melibatkan sejumlah negara lain. Korea Selatan telah menandatangani kontrak penyediaan ratusan alat tempur seperti tank, senjata, dan pesawat ke Polandia, anggota NATO, sejak invasi Rusia ke Ukraina. Namun, Presiden Yoon Suk Yeol mengatakan bahwa undang-undang Korea Selatan yang melarang pemberian persediaan senjata ke sejumlah negara yang berkonflik membuat negara itu kesulitan mengirimkan persenjataan ke Ukraina.

Pejabat itu menegaskan tidak ada perubahan dalam kebijakan Korea Selatan tersebut. Presiden Yoon dijadwalkan bertemu Presiden AS Joe Biden pada 26 April saat kunjungan kenegaraan ke Washington. Sumber: Reuters Menurut tiga pejabat AS kepada Reuters, Jumat (7/4), beberapa dokumen rahasia militer dibocorkan di media sosial dengan menampilkan sebagian gambaran-gambaran berusia 1 bulan tentang perang di Ukraina.

Para pejabat itu mengatakan kemungkinan besar kebocoran data itu dilakukan oleh Rusia atau pihak yang pro Rusia. Reuters belum dapat memastikan keaslian data tersebut. Departemen Kehakiman AS mengatakan mereka sedang mendalami kebocoran tersebut. The New York Times pada Minggu melaporkan, dokumen rahasia yang bocor itu berisi percakapan internal pejabat tinggi Korsel perihal tekanan terhadap mereka agar membantu memasok senjata ke Ukraina, serta kebijakan mereka untuk tidak melakukannya.

Harian tersebut mengatakan Korsel sudah setuju untuk menjual amunisi mereka untuk membantu AS menyetok persediaannya, dan menegaskan bahwa militer Amerika Serikat harus menjadi pengguna stok tersebut. Akan tetapi, para pejabat Korsel khawatir bahwa amunisi tersebut justru dikirimkan Amerika Serikat kepada Ukraina.

"Laporan rahasia tersebut berdasarkan sinyal intelijen, yang berarti Amerika Serikat sudah mengintai salah satu negara sahabat terbesarnya di Asia," tambah harian itu. Pejabat kepresidenan Korea Selatan itu tidak menjawab pertanyaan terkait pengintaian AS, dan tidak juga memberikan pernyataan lebih lanjut tentang kebocoran dokumen. Saat ditanya apakah Korea Selatan akan melakukan protes atau meminta keterangan dari AS, pejabat yang menolak disebut namanya itu mengatakan pemerintah akan mengkaji kejadian-kejadian terkait dan isu yang melibatkan sejumlah negara lain.

Korea Selatan telah menandatangani kontrak penyediaan ratusan alat tempur seperti tank, senjata, dan pesawat ke Polandia, anggota NATO, sejak invasi Rusia ke Ukraina. Namun, Presiden Yoon Suk Yeol mengatakan bahwa undang-undang Korea Selatan yang melarang pemberian persediaan senjata ke sejumlah negara yang berkonflik membuat negara itu kesulitan mengirimkan persenjataan ke Ukraina. Pejabat itu menegaskan tidak ada perubahan dalam kebijakan Korea Selatan tersebut. Presiden Yoon dijadwalkan bertemu Presiden AS Joe Biden pada 26 April saat kunjungan kenegaraan ke Washington.

 

Sumber: Reuters

10
April

 

VOInews.id- Paus Fransiskus meminta Rusia merenungkan kembali invasinya di Ukraina, saat menyampaikan pesan Paskah dalam misa di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, pada Minggu. "Bantu orang-orang Ukraina tercinta dalam perjalanan mereka menuju perdamaian, dan berikan cahaya Paskah kepada orang-orang Rusia," kata Paus berusia 86 tahun itu. Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari tahun lalu, Fransiskus setidaknya dua kali dalam sepekan menyebut Ukraina dan rakyatnya martir.

Dia menggunakan kata-kata seperti agresi dan kekejaman untuk melukiskan aksi Rusia. Saat Misa Paskah yang diikuti sekitar 100 ribu orang tersebut, Paus meminta Tuhan menghibur yang terluka dan semua orang yang kehilangan orang yang dicintainya karena perang, serta mendoakan tahanan perang bisa berkumpul kembali dengan keluarga dengan selamat dan sehat. "Buka hati seluruh komunitas internasional agar berjuang mengakhiri perang ini dan semua konflik dan pertumpahan darah di dunia," tutur Paus Fransiskus, menyampaikan pesan Urbi et Orbi atau pesan untuk Kota Roma dan dunia. Seperti sering dilakukannya dalam setiap Paskah, Fransiskus menyerukan perdamaian di Timur Tengah.

Seruannya kali ini menjadi lebih mendesak setelah terjadi kekerasan di Yerusalem dan baku tembak lintas batas yang melibatkan Israel, Lebanon, dan Suriah. "Pada hari ini, Tuhan, kami mempercayakan kepada-Mu Kota Yerusalem yang menjadi saksi pertama kebangkitan-Mu.

Saya menyatakan keprihatinan mendalam atas serangan dalam beberapa hari terakhir ini yang mengancam harapan untuk terciptanya suasana kepercayaan dan rasa hormat, yang diperlukan dalam upaya melanjutkan dialog antara Israel dan Palestina, sehingga perdamaian menyelimuti Kota Suci dan di seluruh kawasan ini," kata Paus. Ketegangan Israel-Palestina meningkat tajam sejak polisi Israel menyerbu jemaah yang sedang beribadah di Mesjid Al-Aqsa di Yerusalem, pekan lalu.

Insiden ini membuat marah dunia Arab. Dalam pesannya, Paus Fransiskus juga menyinggung ketidakstabilan di Lebanon dan mengungkapkan harapan agar orang-orang Rohingya yang menjadi martir di Myanmar mendapatkan keadilan. Paus juga menyerukan bantuan yang lebih banyak untuk korban gempa bumi di Turki pada Februari lalu yang menewaskan hampir 56.000 orang di Turki dan Suriah. Mengenai Nikaragua, Paus meminta Tuhan agar "mengingat semua orang yang dilarang mengungkapkan keimanannya secara bebas dan terbuka".

Hubungan antara pemerintah dan Gereja Katolik di Nikaragua sangat tegang. Pemerintah Nikaragua yang menangguhkan hubungan diplomatik dengan Vatikan, melarang prosesi Pekan Suci di luar ruangan pada tahun ini.

 

antara