Akbar

Akbar

12
July


(voinews.id)Dewan Keamanan PBB sepertinya akan mengizinkan pengiriman bantuan PBB bagi sekitar 4 juta orang di Suriah barat daya dari Turki hingga Januari, menurut para diplomat, Senin.

Mandat bantuan tersebut sudah berakhir sejak Minggu. Kelanjutan operasinya harus mendapat izin dari Dewan Keamanan PBB karena pemerintah Suriah tidak menyetujuinya.

Operasi bantuan ke Suriah itu mencakup pengiriman pangan, obat-obatan dan pendirian tempat penampungan di wilayah yang dikuasai kelompok oposisi.

Dewan beranggotakan 15 negara itu akan melakukan pemungutan suara pada Selasa untuk menyetujui sebuah draf resolusi.

Draf yang diajukan Irlandia dan Norwegia itu mencerminkan usulan Rusia, yang sebelumnya gagal disetujui pada Jumat karena kalah suara.

Amerika Serikat, Prancis dan Inggris menentang usulan Rusia itu.

Menurut mereka, enam bulan bukanlah waktu yang cukup bagi kelompok-kelompok bantuan untuk menyiapkan dan menjalankan operasi secara efektif.

Agar lolos, sebuah resolusi memerlukan sembilan suara dan tidak diveto oleh anggota tetap DK PBB, yaitu Rusia, China, AS, Prancis dan Inggris.

Rusia pada Jumat awalnya memveto usulan perpanjangan satu tahun, yang mendapat suara 13 anggota lain, sedangkan China memilih abstain.

Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy mengatakan Moskow akan terus memveto narasi apa pun selain usulannya sendiri.

"Rusia memang dapat memengaruhi hasil dari proses ini, tetapi tampaknya mereka sendirian di sepanjang jalan," kata Richard Gowan, direktur Kelompok Krisis PBB.

Dia mencatat bahwa China melobi untuk mencapai kompromi dan tidak mengikuti jejak Rusia untuk memveto.

Hanya Rusia dan China yang mendukung usulan Rusia itu pada Jumat, sementara 10 anggota lainnya abstain.

Rusia berdalih bahwa operasi bantuan PBB itu melanggar kedaulatan dan integritas wilayah Suriah.

Makin banyak bantuan yang harus dikirim dari dalam negeri, kata Rusia, makin meningkatkan kekhawatiran kelompok oposisi di sana bahwa makanan dan bantuan lainnya akan dikendalikan pemerintah.

Pemungutan suara di DK PBB tentang otorisasi operasi bantuan telah lama menjadi debat kusir. Namun, tahun ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan Rusia-Barat akibat invasi Moskow 24 pada Februari ke Ukraina.

Pada 2014, DK PBB mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah yang dikuasai oposisi di Suriah dari Irak, Yordania dan dua titik di Turki, sebelum diveto oleh Rusia dan China dan menjadi hanya satu titik perbatasan.

Sumber: Reuters

12
July


(voinews.id)Warga Negara Indonesia (WNI) di Sri Lanka diketahui dalam kondisi aman, menyusul unjuk rasa besar-besaran di Ibu Kota Kolombo.

“KBRI Kolombo mencatat terdapat 340 WNI yang menetap di Sri Lanka. Semuanya dalam keadaan baik serta termonitor kondisinya oleh KBRI,” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha melalui pesan singkat, Senin malam.

Sebelumnya, selama krisis ekonomi berlangsung di Sri Lanka, KBRI juga menyalurkan bantuan logistik bagi WNI yang paling terdampak krisis.

Pada 9 Juli 2022 berlangsung unjuk rasa besar-besaran di Sri Lanka yang menuntut pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe.

Baca juga: Demonstran serbu kediaman presiden Sri Lanka

Para pengunjuk rasa telah menduduki Istana Presiden, kediaman resmi Perdana Menteri, dan juga menguasai Kantor Sekretariat Presiden yang terletak di Galle Face Green—area yang menjadi pusat konsentrasi massa pelaku unjuk rasa.

“Meskipun pengunjuk rasa telah menguasai objek-objek tersebut, situasi keamanan secara umum di Kota Kolombo dapat dikatakan masih kondusif,” ujar Judha.

Terdapat sejumlah korban luka akibat unjuk rasa tersebut tetapi tidak dilaporkan adanya korban jiwa.

“Tidak terdapat informasi mengenai WNI yang terlibat atau terluka dalam unjuk rasa tersebut,” kata Judha.

Menyikapi situasi terakhir di Sri Lanka, KBRI Kolombo menyampaikan imbauan bagi WNI untuk membatasi perjalanan ke luar rumah selama berlangsungnya aksi unjuk rasa kecuali untuk hal-hal yang esensial; menghindari kerumunan massa dan wilayah-wilayah yang menjadi konsentrasi aksi unjuk rasa.

Selanjutnya, WNI juga diimbau untuk tidak terlibat secara langsung dan tidak langsung dalam aksi unjuk rasa serta segera menghubungi KBRI Kolombo.

antara

12
July

(voinews.id)Harga minyak turun di perdagangan Asia pada Selasa pagi, karena pembatasan baru COVID-19 di China, importir minyak mentah terbesar dunia, dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global membebani prospek permintaan bahan bakar.

Harga minyak mentah berjangka Brent untuk September jatuh 1,47 dolar AS atau 1,4 persen, menjadi diperdagangkan di 105,63 dolar AS per barel pada pukul 00.57 GMT.

Sementara itu harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Agustus berada di 102,50 dolar AS per barel, tergelincir 1,59 dolar AS atau 1,5 persen.

"Kekhawatiran yang meningkat akan resesi dan permintaan yang terus lesu di China menarik harga minyak lebih rendah, meskipun keseimbangan pasokan-permintaan saat ini tetap genting," kata analis dari konsultan Eurasia Group dalam sebuah catatan.

Beberapa kota di China mengadopsi pembatasan COVID-19 baru, dari penghentian bisnis hingga penguncian, untuk mengendalikan infeksi baru karena sub-varian BA.5.2.1 yang sangat menular telah terdeteksi di negara tersebut.

Namun sanksi Barat terhadap Rusia atas perang di Ukraina, yang disebut Rusia sebagai "operasi militer khusus", telah mengganggu arus perdagangan minyak mentah dan bahan bakar.



Ada juga pembatasan lain dari rute pasokan energi dari Rusia, pemasok utama minyak, bahan bakar dan gas alam ke Eropa, yang membuat pedagang dan utilitas gelisah.

Kekhawatiran akan gangguan pada sistem Konsorsium Pipa Kaspia (CPC) mereda setelah pengadilan Rusia pada Senin (11/7/2022) membatalkan keputusan sebelumnya yang menangguhkan operasi di pipa selama 30 hari.

Namun para pedagang dan analis tetap khawatir bahwa Rusia akan menangguhkan pipa, yang membawa minyak dari Kazakhstan ke Laut Hitam, berpotensi mengganggu 1,0 persen dari pasokan minyak mentah global.

Selain itu kapasitas cadangan di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) hampir habis dengan sebagian besar produsen memompa pada kapasitas maksimum.

Presiden AS Joe Biden akan membuat kasus untuk produksi minyak yang lebih besar dari OPEC ketika ia bertemu dengan para pemimpin Teluk di Arab Saudi minggu ini, penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan pada Senin (11/7/2022).

"Arab Saudi diperkirakan tidak akan menambah volume yang signifikan dalam waktu dekat, terlepas dari kunjungan Presiden Joe Biden yang akan datang, karena Riyadh akan memprioritaskan komitmennya terhadap manajemen pasar dan menjaga kapasitas cadangan untuk kekurangan darurat," kata analis Eurasia.

 

antara

12
July

 

(voinews.id)

India akan melampaui China sebagai negara terpadat di dunia pada tahun 2023, dengan masing-masing negara menghitung lebih dari 1,4 miliar penduduk tahun ini, berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Senin.

Laporan yang dirilis bertepatan dengan Hari Populasi Dunia itu memperkirakan populasi dunia yang mencapai 8 miliar pada 15 November tahun ini, dapat tumbuh menjadi 8,5 miliar pada 2030, dan 10,4 miliar pada 2100, karena laju kematian melambat.

Populasi India adalah 1,21 miliar pada tahun 2011, menurut sensus domestik, yang dilakukan sekali dalam satu dekade. Pemerintah telah menunda sensus penduduk tahun 2021 karena pandemi COVID-19.

Populasi dunia tumbuh pada laju paling lambat sejak 1950, setelah turun di bawah 1 persen pada tahun 2020, menurut perkiraan PBB.

Pada 2021, rata-rata kesuburan penduduk dunia mencapai 2,3 kelahiran per perempuan seumur hidup, setelah turun dari sekitar 5 kelahiran pada 1950. Kesuburan global diproyeksikan menurun lebih jauh menjadi 2,1 kelahiran per perempuan pada tahun 2050.

"Ini adalah kesempatan untuk merayakan keragaman kita, mengakui kemanusiaan kita bersama, dan mengagumi kemajuan dalam kesehatan yang telah memperpanjang rentang hidup dan secara dramatis mengurangi angka kematian ibu dan anak," kata Sekretaris Jenderal PBB Antnio Guterres dalam sebuah pernyataan.

Sumber: Reuters