Akbar

Akbar

24
May


(voinews.id)Rapat Paripurna DPR pada Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021—2022 menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) menjadi undang-undang.

"Apakah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang," kata Ketua DPR RI Puan Maharani, kemudian yang dijawab "setuju" oleh pada anggota dewan di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI M. Nurdin dalam laporannya mengatakan bahwa hasil pembahasan RUU PPP telah menyepakati 19 angka perubahan.

Nurdin menjelaskan bahwa perubahan itu terkait dengan penjelasan Pasal 5 huruf g yang mengatur mengenai penjelasan asas keterbukaan, perubahan Pasal 9 mengatur mengenai penanganan pengujian peraturan perundang-undangan.

Penambahan Bagian Ketujuh dalam Bab IV UU PPP. Penambahan Pasal 42A yang mengatur mengenai perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus.

Perubahan Pasal 49 mengatur mengenai pembahasan RUU beserta daftar inventarisasi masalah (DIM). Perubahan Pasal 58 mengatur mengenai pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi atas rancangan peraturan daerah.

Perubahan Pasal 64 mengatur mengenai penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus. Perubahan Pasal 72 mengatur mekanisme perbaikan teknis penulisan RUU setelah RUU disetujui bersama namun belum disampaikan kepada Presiden.

 

antara

24
May


(voinews.id)Korea Utara menyatakan tidak ada kematian baru di antara pasien demam di negara itu dan mencatat tren penurunan yang "stabil" dalam kasus-kasus terkait pandemi.

Gelombang COVID-19, yang diumumkan Korut pertama kalinya pada 12 Mei lalu, telah memicu kekhawatiran akan kurangnya vaksin, infrastruktur medis yang tidak memadai, dan potensi krisis pangan di negara berpenduduk 25 juta jiwa itu.

Namun, Korut mengatakan bahwa pihaknya "berhasil" membendung penyebaran virus, dan bahwa tidak ada kematian baru akibat demam yang dilaporkan pada Senin malam (23/5) meskipun mencatat 134.510 pasien baru.

Berdasarkan laporan kantor berita resmi KCNA, untuk ketiga kalinya selama berturut-turut infeksi harian tetap di bawah 200.000 kasus dan untuk pertama kalinya Korut melaporkan tidak ada kematian baru sejak mengumumkan jumlah harian pasien demam.

Karena kurangnya pasokan alat uji, Korut belum mengonfirmasi jumlah total orang yang dites positif COVID-19. Sebaliknya, negara itu melaporkan jumlah orang dengan gejala demam.

Jumlah total kasus tersebut, yang dihitung sejak akhir April, naik menjadi 2,95 juta, sementara jumlah kematian mencapai 68, menurut KCNA.

"Dalam beberapa hari setelah sistem pencegahan epidemi darurat maksimum diaktifkan, tingkat morbiditas dan mortalitas secara nasional telah menurun secara drastis dan jumlah orang yang pulih meningkat, sehingga secara efektif membatasi dan mengendalikan penyebaran penyakit pandemi dan mempertahankan situasi stabil," kata KCNA.

Namun, banyak analis meragukan kredibilitas data Korut. Mereka mengatakan angka-angka itu hanya menunjukkan betapa sulitnya menilai skala sebenarnya dari gelombang COVID-19 di negara yang terisolasi itu.

"Melalui pengujian yang tidak memadai, disinsentif di tingkat pemerintahan yang lebih rendah untuk melaporkan wabah serius, kasus, kematian, dan motivasi politik apa pun yang mungkin disembunyikan pejabat di atasnya, kita memiliki statistik yang pada dasarnya tidak masuk akal," tulis Christopher Green, spesialis Korea di Universitas Leiden di Belanda, di Twitter.

Korut mengatakan pihak berwenang mendistribusikan makanan dan obat-obatan di seluruh negeri. Petugas medis militer dikerahkan untuk membantu mendistribusikan obat-obatan dan melakukan pemeriksaan kesehatan.

KCNA juga mengatakan Korut sedang meningkatkan produksi obat-obatan esensial, meskipun tidak merinci obat jenis apa yang sedang diproduksi.

Korea Selatan dan Amerika Serikat telah menawarkan bantuan kepada Korut untuk memerangi pandemi, termasuk dengan vaksin, tetapi Pyongyang belum menanggapi tawaran itu.

"Secara statistik, pengumuman harian hampir tidak sebanding dengan standar internasional dan tampaknya lebih ditujukan untuk warga di negara itu," kata Moon Jin-soo, seorang profesor di Seoul National University College of Medicine, mengacu pada tingkat kematian 0,002 persen yang dilaporkan Korut.

Badan mata-mata Korsel sebelumnya mengatakan kepada anggota parlemen bahwa angka harian yang diumumkan oleh Korut tampaknya mencakup pasien non-COVID-19 karena sejumlah penyakit yang ditularkan melalui air sudah menyebar luas di negara itu sebelum mengumumkan wabah virus corona.

Sumber: Reuters

24
May


(voinews.id)Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan tidak ada kebutuhan mendesak untuk vaksinasi cacar monyet yang mewabah di luar Afrika, karena langkah-langkah menjaga kebersihan dan perilaku seksual yang aman akan membantu mengendalikan penyebaran virus.

Richard Pebody, yang memimpin tim patogen ancaman tinggi di WHO Eropa, juga mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara bahwa pasokan vaksin dan antivirus relatif terbatas.

Langkah-langkah utama untuk mengendalikan wabah adalah pelacakan kontak dan isolasi, kata Pebody.

Ia mengatakan cacar monyet bukan virus yang menyebar dengan sangat mudah, juga sejauh ini tidak menyebabkan penyakit serius. Vaksin yang digunakan untuk memerangi cacar monyet dapat memiliki beberapa efek samping yang signifikan, ujar dia.

Pernyataannya muncul ketika Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat mengatakan sedang dalam proses merilis beberapa dosis vaksin Jynneos untuk digunakan dalam kasus cacar monyet.

Pemerintah Jerman sedang menilai pilihan untuk vaksinasi cacar monyet, sementara Inggris telah menawarkan vaksin kepada sejumlah petugas kesehatan.

Otoritas kesehatan masyarakat di Eropa dan Amerika Utara sedang menyelidiki lebih dari 100 kasus yang dicurigai dan dikonfirmasi dari infeksi virus dalam wabah virus terburuk di luar Afrika, di mana cacar virus adalah endemik.

Tidak jelas apa yang mendorong wabah itu, dan para ilmuwan mencoba memahami asal usul kasus dan apakah ada sesuatu tentang virus yang telah bermutasi. 
Namun, seorang pejabat WHO mengatakan tidak ada bukti virus telah bermutasi.

Banyak---tetapi tidak semua---orang yang telah didiagnosis dalam wabah cacar monyet saat ini adalah pria yang berhubungan seks dengan pria. Kemungkinan kelompok itu cenderung lebih mudah mencari nasihat medis atau mengakses pemeriksaan kesehatan seksual.

Sebagian besar kasus yang dikonfirmasi belum dikaitkan dengan perjalanan ke Afrika, yang menunjukkan mungkin ada sejumlah besar kasus yang tidak terdeteksi, kata Pebody. Beberapa otoritas kesehatan menduga ada beberapa tingkat penyebaran komunitas.

"Jadi kita hanya melihat ... puncak gunung es," kata dia.

Mengingat laju wabah dan kurangnya kejelasan tentang apa yang mendorongnya, ada kekhawatiran bahwa acara dan pesta besar musim panas ini dapat memperburuk keadaan.


Sumber: Reutes

24
May

(voinews.id)Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menilai pemberian insentif fiskal di bidang kepabeanan dan cukai dalam penanganan pandemi COVID-19 kian melandai pada bulan Mei 2022 menjadi hanya Rp11 miliar.

"Insentif fiskal kesehatan ini menurun seiring dengan adanya normalisasi kegiatan masyarakat," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA Mei 2022 di Jakarta, Senin.

Adapun pada Januari 2022, nilai fasilitas kepabeanan dalam penanganan pandemi COVID-19 masih cukup tinggi, yakni sebesar Rp625 miliar dan kemudian mulai menurun pada bulan Februari yang hanya sebesar Rp73 miliar.

Sementara pada bulan Maret 2022, insentif bea cukai untuk kesehatan tersebut kembali meningkat menjadi sebesar Rp196 miliar dan sedikit menurun di bulan April menjadi senilai Rp123 miliar.

Dengan demikian, Kementerian Keuangan mencatat total insentif fiskal di bidang kepabeanan dan cukai tahun sejak Januari hingga 13 Mei 2022 untuk menangani COVID-19 mencapai Rp1,03 triliun.

Angka tersebut antara lain meliputi insentif fiskal dunia usaha sebesar Rp13,6 miliar yang berupa insentif tambahan Kawasan Berikat (KB) dan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).

Selanjutnya, fasilitas kepabeanan juga diberikan dalam bentuk insentif fiskal impor vaksin senilai Rp831 miliar untuk impor 53,48 juta dosis vaksin jadi senilai Rp4,01 triliun.

Insentif fiskal juga diberikan sebesar Rp187 miliar untuk impor alat kesehatan senilai Rp887 miliar, dengan tiga alat kesehatan terbesar yakni obat-obatan, alat tes Polymerase Chain Reaction (PCR), dan oksigen.

antara