Nouva

Nouva

14
September


Sebuah kapal Cost Guard Tiongkok kembali kedapatan berkeliaran di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Laut Natuna Utara pada Sabtu (12/9) pagi Minggu lalu.

Kapal Tiongkok itu  terdeteksi sekitar pukul 10.00 WIB di radar dan automatic identification system kapal Milik Badan Keamanan Laut (Bakamla) KN Nipah-321 dan langsung diminta untuk meninggalkan  wilayah yurisdiksi Indonesia. Melalui radio VHF chanel 16, KN Nipah-321 menanyakan kegiatan kapal Coast Guard Tiongkok itu. Saat berkomunikasi, mereka  bersikeras mengatakan  sedang berpatroli di area nine dash line yang merupakan wilayah territorial Tiongkok.
Personel KN Nipah-321 kemudian menjelaskan bahwa berdasarkan 
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut atau UNCLOS 1982 keberadaan nine dash line tidak diakui. Kapal Coast Guard Tiongkok itu sedang berada di area Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan diminta untuk  segera keluar dari wilayah yurisdiksi Indonesia.

Kejadian ini merupakan yang ketiga kalinya sejak 2016.. Pada Juni 2016 dan  awal Januari 2020.kapal Cost Guard Tiongkok juga pernah memasuki wilayah yuridiksi Indonesia saat mengawal kapal-kapal nelayan penangkap ikan Negara itu.

Laut Natuna Utara merupakan wilayah yurisdiksi Indonesia dengan  hak berdaulat atas sumber daya alam di kolom air. Kapal-kapal asing dibenarkan melintas, namun dengan syarat tidak melakukan aktivitas lain yang bertentangan dengan hukum nasional maupun internasional.

Pemerintah Indonesia telah melayangkan protes keras terhadap Tiongkok terkait keberadaan kapal asing di laut Natuna. Presiden Joko Widodo juga telah mengeluarkan pernyataan tegas, bahwa tidak ada kompromi soal kedaulatan Indonesia. Untuk menunjukkan keseriusan pemerintah Indonesia dalam menjaga dan mempertahan wilayahnya, Presiden Joko Widodo bahkan langsung meninjau situasi di Natuna dengan menaiki Kapal Perang RI Imam Bonjol 383 pada bulan Juni 2016. Demikian pula sesudah insiden kembali masuknya kapal Tiongkok Januari lalu, presiden pun bertolak ke Natuna dengan kekuatan  militer baik  laut maupun  udara.

Pemerintah Tiongkok sudah seharusnya menghargai apa yang sudah disepakati masyarakat internasional. Zona Ekonomi Eksklusif  Natuna memiliki legal dasar hukum yang kuat yakni UNCLOS 1982 dan dipertegas lagi dengan Permanent Court of Arbitration yang terungkap dalam penyelesaian sengketa antara Filipina melawan Tiongkok.

22
May

 

 

Innalillahi wainnailaihi rajiun, telah meninggal dunia Pak Jul Chaidir, pada 20 Mei 2020, jam 11.50 di RSAL Mintoharjo. Mohon dibukakan pintu maaf yang selua-luasnya untuk almarhum.

Jul Chaidir adalah bagian dari perjalanan Voice of Indonesia. Ia pernah memimpin Voice of Indonesia selama 4 tahun sejak tahun 1984. Berita duka ini tentu membuat orang-orang yang pernah mengenalnya, merasa kehilangan sangat.

Salah satu diantaranya Kabul Budiono, yang juga pernah memimpin Voice of Indonesia. Dalam pesannya melalui whatsapp kepada penulis, Kabul Budiono menuliskan kenangannya tentang Jul Chaidir yang wafat dalam usia hampir 88 tahun.

“Almarhum Jul Chaidir adalah salah seorang inspirator saya menjadi penyiar di RRI. Style bersiaran almarhum saya tiru karena tone suaranya yang disertai air personality yang sejuk.”, tulis Kabul Budiono.

“Saya beruntung karena mendapat kesempatan Allah melanjutkan perjuangannya memimpin RRI siaran Luar Negeri Voice of Indonesia. Terselenggaranya Quiz Internasional VOI dan Bilik Sastra yang mendatangkan pemenang Cerpen yang pada awalnya adalah hanya para TKI, termotivasi dari Jul Chaidir.’ tambah Kabul Budiono.

Selain berkarya sebagai penyiar RRI dan pembaca berita TVRI, Jul Chaidir juga menulis beberapa lagu. “Restumu Kunantikan” yang pernah dipopulerkan oleh beberapa penyanyi terkenal Indonesia seperti Broery Marantika dan Alfian, adalah salah satu karyanya .

Untuk mengenang beliau, kami sajikan artikel mengenai Jul Chaidir yang pernah diterbitkan dalam newsletter VOI tahun 2014, yang ditulis oleh Andy Romdony.

 

 

“Walaupun kita tidak akan mendapatkan bintang penghargaan tapi kita telah melakukan tugas kita sebagai satu sekrup kecil dalam percaturan internasional”

Pada suatu siang akhir bulan Mei 2014, tim newsletter Voice of Indonesia (VOI) berkunjung ke kediaman salah satu angkasawan Radio Republik Indonesia di bilangan Jakarta Selatan. Sosok itu bernama Jul Chaidir. Tim diterima oleh sosok lelaki tua bertongkat yang ternyata adalah narasumber yang memang akan kami temui. Jul Chaidir bercerita tongkat tersebut telah menemaninya selama bertahun-tahun. Penyakit syaraf tulang belakang yang dideritanya mengharuskan ia berteman akrab dengan sang tongkat.

Terlepas dari keberadaan tongkat yang setia menemaninya, Jul Chaidir tampak gagah di usianya yang hampir menginjak 82 tahun. Dirinya telah memasuki masa purnabakti sejak tahun 1992. Karirnya sebagai angkasawan dimulai pada tahun 1956. Ia memulai karir sebagai penyiar di RRI Jakarta.

“Untuk menjadi penyiar ini memang pekerjaannya tidak begitu gampang seperti yang kita dengar. Karena kita menyampaikan kepada pendengar itu bermacam-macam hal yang tidak ada dalam sekolah atau pengetahuan sehari-hari, itu ngga pernah kita ketahui, jadi saya harus banyak membaca,” ujarnya.

Meskipun telah mengikuti pelatihan kepenyiaran selama 3 bulan, Jul Chaidir mengakui dirinya pernah mendapat teguran ketika salah menyebutkan nama salah seorang pencipta lagu berkebangsaan Perancis diawal karirnya sebagai penyiar. Teguran tersebut menyadarkan pria kelahiran 2 Juli 1932 ini bahwa profesi penyiar tidak hanya mengandalkan kemampuan berbicara namun juga harus mampu berkomunikasi. “.....to communicate ideas, information and emotion to listeners. Jadi kita adalah komunikator.”

Ketertarikannya pada radio sudah dirasakannya sejak ia masih sangat muda. Jul Chaidir muda seringkali mendengarkan siaran radio yang diputar tetangganya dengan suara yang keras. Pada masa revolusi Indonesia kala itu, siaran yang bisa ditangkap di daerah kelahirannya di Padang hanya siaran dari negeri jiran, Malaysia. Belum ada siaran dari Jakarta yang bisa dinikmati.

Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan tingkat atas, Jul Chaidir semakin mencintai radio. Siaran RRI menjadi salah satu kegemarannya. Kala itu program Ibukota Hari Ini dari RRI Jakarta serta acara sastra menarik perhatiannya.

“Enak mendengarnya. Bermacam-macam orang membacakan karya dari pendengar. Tertarik dan pengen juga liat-liat di RRI,” kisahnya.

 

BBC LONDON 1971 0 1975Perjalanan Karir Sebagai Angkasawan

Setelah bersiaran selama kurang lebih 15 tahun dalam karirnya sebagai angkasawan RRI, Jul Chaidir mendapatkan kesempatan untuk membantu salah satu radio asing di Inggris. Pengalaman bekerja di British Broadcasting Corporation (BBC) menjadi kenangan tak terlupakan selama karirnya. Selama kurang lebih 4 tahun Jul Chaidir bekerja di BBC Seksi Indonesia.

“Selain dari memperbaiki bahasa inggris yang compang-camping, saya dapat kesempatan untuk melihat bagaimana suatu organisasi radio yang mempunyai reputasi internasional menyelenggarakan siaran,” tuturnya.

Kembali ke Indonesia pada awal tahun 1975, Jul Chaidir dipercaya menjadi Kepala Produser di RRI Jakarta selama 6 tahun yang kemudian dilanjutkan mengepalai stasiun RRI Bukittinggi. Disana dirinya mendapatkan pengalaman dalam memahami kultur budaya masyarakat.

“Saya dulu sering merokok. Rokok saya dulu Bentoel. Bentoel itu warna biru. Saya suruh salah seorang dari pesuruh disitu ‘tolong beliin saya Bentoel biru’. Dia bilang Bentoel Hijau pak? Jadi rupanya disana yang biru itu dibilang hijau,” ujarnya.

Adanya perbedaan persepsi di tiap daerah mengenai banyak hal melekat di kepala Jul Chaidir. Ingatan itu ia bawa ketika mengepalai Voice of Indonesia. Menjadi orang yang dipercaya memimpin stasiun siaran luar negeri milik RRI memberikan tantangan baginya.

“Apa yang ingin kita siarkan ke luar negeri. Apakah yang mereka inginkan atau apa yang kita perlukan? Ada yang kita perlukan untuk disiarkan tapi bagi pendengar ngga begitu dibutuhkan.”

Kepercayaan memimpin Stasiun Siaran Luar Negeri diterimanya dengan penuh tanggung jawab. Dirinya mengakui kala itu stasiun siaran yang dipimpinnya mempunyai banyak kekurangan.  

“Waktu itu semua serba terbatas. Sistem waktu itu juga tidak sama dengan sistem teknologi sekarang. Tapi karena saya diberikan tugas,  ya saya harus menjalankan dengan sebaik-baiknya dengan segala kekurangan dan kelebihan. Dulu tidak mudah mencari sumberdaya manusia untuk bersiaran dengan bahasa asing.”

Kesulitan tersebut benar-benar ia alami ketika diminta untuk memperluas siaran luar negeri RRI dengan menambah 9 layanan bahasa yang sudah ada menjadi 10 layanan bahasa.

“Dulu kita pernah diminta menambah jam siaran dengan siaran bahasa Spanyol oleh Direktorat Radio Televisi dan Film. Itu kami kesulitan mencari tenaga penyiarnya karena untuk menyelenggarakan siaran diperlukan penterjemah, diperlukan pembaca naskah, dan itu ngga mungkin 1 orang paling sedikit 2 orang,” kisahnya.

Dengan semua keterbatasan yang ada, Jul Chaidir mengaku gemar mendengarkan siaran luar negeri RRI karena dirinya menikmati siaran berbahasa asing yang menurutnya disampaikan dengan luwes.

“Saya dulu waktu masih di RRI Jakarta sering memperhatikan kalau ada senior-senior siaran. Misalnya ada Bu Pujo Semedi, ada Joop Ave. Saya sering nonton dulu kalau mereka siaran, karena siaran Inggrisnya itu, cara menyampaikan Bahasa Inggrisnya itu enak didengar oleh saya. Jadi sudah tertarik dengan bahasanya.”

Setelah 4 tahun memimpin stasiun luar negeri RRI, Jul Chaidir meneruskan karirnya sebagai widyaiswara yang bertanggung jawab meningkatkan kualitas angkasawan muda RRI dalam mengembangkan potensi diri. Sebelum memasuki masa purnabakti Jul Chaidir juga sempat dipercaya memimpin Stasiun RRI Banjarmasin selama 3 tahun.  

 

RRI World Service Adalah Radio Perjuangan

Keberadaan Radio Republik Indonesia dimata Jul Chaidir bukan hanya sebagai sarana menyampaikan informasi kepada masyarakat. Menurutnya RRI juga memegang peran penting dalam perjuangan bangsa Indonesia.

“Kita lihat dulu bahwa RRI ini tidak saja harus memberikan penerangan kepada masyarakat Indonesia tetapi juga karena perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia ini juga dulu didukung oleh adanya siaran Bahasa Inggris yang disiarkan keluar negeri. Dulu namanya itu Voice of Free Indonesia.”

Voice of Free Indonesia yang kemudian berubah menjadi Voice of Indonesia menjadi tonggak penting untuk mendiplomasikan posisi Indonesia ditengah percaturan global.

“Dulu diselenggarakan oleh masyarakat, oleh para pejuang yang menyelenggarakan siaran ke luar negeri untuk memperkenalkan, untuk memperjuangkan Indonesia ini diluar negeri terutama di PBB. Penerangan itu tidak cukup hanya diberikan oleh Kedutaan Besar diluar negeri saja, perlu bantuan dari hal lain,” ujarnya.

Peran penting Siaran Luar Negeri RRI menurut Jul Chaidir semakin terasa ketika kepentingan bangsa menjadi taruhan ditengah persaingan global. Banyaknya isu-isu internasional yang melibatkan banyak negara membutuhkan pihak yang mampu memberikan informasi, tidak hanya secara adil namun juga dengan dapat mempertahankan posisi negara ditengah konflik dunia.

“Setiap kantor berita itu melihat dan menafsirkan suatu kejadian dari sudut pandang masing-masing. Satu kasus tidak akan dilihat dari sudut pandang yang sama. Kalau keadaan Indonesia dilepaskan kepada kantor-kantor berita asing itu bahaya. Oleh karena itu perlu ada pihak yang memberikan informasi yang benar tentang Indonesia, inilah yang dilaksanakan oleh Stasiun Siaran Luar Negeri Voice Of Indonesia.”

Melaksanakan siaran ke luar negeri dengan pendengar yang memiliki karakter yang berbeda dengan pendengar di dalam negeri tentu memiliki tantangan tersendiri. Menurut Jul Chaidir kemampuan angkasawan RRI di Stasiun Siaran Luar Negeri dalam mengenal karakter pendengar diperlukan untuk penguatan kualitas siaran.

“Siaran internasional akan mempunyai kriteria baik jika bisa masuk dalam persepsi masyarakat diluar negeri. Kita harus bisa dengan sebaik-baiknya menyampaikan apa yang perlu mereka ketahui tentang indonesia, cara hidup, budaya dan lainnya sehingga mereka bisa betul-betul mengerti tentang indonesia melalui Siaran Luar Negeri RRI,” tuturnya.

Ditengah kemajuan zaman saat ini Jul Chaidir menilai Stasiun Siaran Luar Negeri RRI telah mampu mengimbangi dengan teknologi yang telah berkembang. Namun demikian dirinya percaya tantangan akan semakin berat seiring kemajuan zaman.

Kunjungan tim newsletter VOI siang itu pun diakhiri dengan harapannya agar Stasiun Siaran Luar Negeri yang pernah dipimpinnya ini akan terus mampu menjalankan tugas dan amanah yang diberikan, sehingga semakin banyak masyarakat asing yang mengenal keindahan Indonesia.

Walaupun kita tidak akan mendapatkan bintang penghargaan tapi kita telah melakukan tugas kita sebagai satu sekrup kecil dalam percaturan internasional.”— (andy Romdoni/nouva)

11
April

 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pesan bahwa saat ini, 209 negara di dunia termasuk Indonesia sedang menghadapi tantangan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

 “Masa yang berat bagi kehidupan kita, Bahkan pandemi korona ini telah membawa kesedihan bagi sebagian orang dan kesulitan bagi banyak orang. Dan kita semua mengalami perubahan besar dalam kehidupan kita sehari-hari,” ujar Presiden Jokowi berpesan kepada seluruh rakyat Indonesia melalui kanal Youtube Biro Pers dan Media (BPMI), Sekretariat Presiden, yang diunggah pada hari Jumat (10/4).

Dalam kesempatan itu, Presiden sampaikan penghargaan dan apresiasi yang tinggi dan terima kasih kepada semua dokter, semua perawat, dan seluruh tenaga medis yang telah berjuang di garis depan dan terus berjuang hingga kini, dan mereka yang telah menjalankan peran penting tanpa pamrih. Ia juga memberikan apresiasi kepada TNI/Polri dan para relawan yang telah melaksanakan di luar rumah untuk semua.

“Atas nama masyarakat dan negara, saya memberikan penghargaan setinggi-tingginya karena apa yang Bapak/Ibu dan Saudara-saudara lakukan merupakan pengorbanan yang luar biasa,” tutur Presiden. Tidak lupa, Presiden juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh warga yang telah tinggal di rumah.

 “Karena dengan tinggal di rumah kita semua telah berupaya memutus mata rantai dan artinya telah menyelamatkan banyak keluarga dari virus ini,” tambah Presiden. Kepala Negara mengajak untuk terus bersama-sama menangani pandemi ini bergotong royong bersatu padu karena dengan cara kebersamaan akan dapat mengatasi masalah ini.

“Kita tidak sendiri, kita bersama dengan negara-negara lain yang juga mengalami hal yang sama untuk bersama mengatasi pandemi ini, dan tetaplah bersabar, optimis, tetap disiplin berada di rumah,” Presiden menegaskan.

Pesan lain Presiden untuk menjaga jarak dalam berhubungan berinteraksi dengan orang lain, hindari kerumunan rajin mencuci tangan, dan pakailah masker ketika keluar rumah. Pada bagian akhir pesannya, Presiden mengingatkan bahwa ketika kedisiplinan kuat itu dilakukan, insyaallah akan kembali pada situasi dan kondisi normal dan dapat bertemu dengan saudara.

 “Bertemu dengan teman bertemu dengan kerabat dan tetangga dalam situasi yang normal. Tapi untuk saat ini, marilah kita tetap berada di rumah saja,” pungkas Presiden. (setkab.go.id)

11
April

 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pesan bahwa saat ini, 209 negara di dunia termasuk Indonesia sedang menghadapi tantangan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

 “Masa yang berat bagi kehidupan kita, Bahkan pandemi korona ini telah membawa kesedihan bagi sebagian orang dan kesulitan bagi banyak orang. Dan kita semua mengalami perubahan besar dalam kehidupan kita sehari-hari,” ujar Presiden Jokowi berpesan kepada seluruh rakyat Indonesia melalui kanal Youtube Biro Pers dan Media (BPMI), Sekretariat Presiden, yang diunggah pada hari Jumat (10/4).

Dalam kesempatan itu, Presiden sampaikan penghargaan dan apresiasi yang tinggi dan terima kasih kepada semua dokter, semua perawat, dan seluruh tenaga medis yang telah berjuang di garis depan dan terus berjuang hingga kini, dan mereka yang telah menjalankan peran penting tanpa pamrih. Ia juga memberikan apresiasi kepada TNI/Polri dan para relawan yang telah melaksanakan di luar rumah untuk semua.

“Atas nama masyarakat dan negara, saya memberikan penghargaan setinggi-tingginya karena apa yang Bapak/Ibu dan Saudara-saudara lakukan merupakan pengorbanan yang luar biasa,” tutur Presiden. Tidak lupa, Presiden juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh warga yang telah tinggal di rumah.

 “Karena dengan tinggal di rumah kita semua telah berupaya memutus mata rantai dan artinya telah menyelamatkan banyak keluarga dari virus ini,” tambah Presiden. Kepala Negara mengajak untuk terus bersama-sama menangani pandemi ini bergotong royong bersatu padu karena dengan cara kebersamaan akan dapat mengatasi masalah ini.

“Kita tidak sendiri, kita bersama dengan negara-negara lain yang juga mengalami hal yang sama untuk bersama mengatasi pandemi ini, dan tetaplah bersabar, optimis, tetap disiplin berada di rumah,” Presiden menegaskan.

Pesan lain Presiden untuk menjaga jarak dalam berhubungan berinteraksi dengan orang lain, hindari kerumunan rajin mencuci tangan, dan pakailah masker ketika keluar rumah. Pada bagian akhir pesannya, Presiden mengingatkan bahwa ketika kedisiplinan kuat itu dilakukan, insyaallah akan kembali pada situasi dan kondisi normal dan dapat bertemu dengan saudara.

 “Bertemu dengan teman bertemu dengan kerabat dan tetangga dalam situasi yang normal. Tapi untuk saat ini, marilah kita tetap berada di rumah saja,” pungkas Presiden. (setkab.go.id)