Staf Khusus Presiden RI, Lenis Kogoya, mengatakan, dirinya telah berkoordinasi dengan berbagai pihak dalam upaya merespon pernyataan Gubernur Papua, Lukas Enembe, terkait keberadaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri -IPDN. Lenis Kogoya di Jakarta, Rabu (19/9) mengaku telah menghadap Presiden Joko Widodo dan telah mendapatkan persetujuan untuk menambah kuota bagi masyarakat Papua yang ingin bersekolah di IPDN. Dirinya bersama dengan pihak IPDN dan Kementerian Dalam Negeri RI telah sepakat untuk menambah kuota pelajar IPDN asal Papua sebanyak 100 orang. Penambahan itu diharapkan dapat berjalan efektif di tahun 2018 ini. Penambahan ini diharapkan juga akan dapat menyerap lebih banyak siswa Papua dari seluruh kabupaten, untuk melanjutkan pendidikan di IPDN.
“Nanti akan (ada) penambahan. Kita baru saja usulkan kepada Presiden sejumlah 100 penambahan. Berarti sudah ada 91 orang yang sudah dinyatakan lolos, yang sudah masuk. 4 juga nasional. Maka sekitar ada 200 Papua bisa mendapatkan asal ada koordinasi yang baik lagi kepada Menpan (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara) untuk pastikan 200 itu harus berjalan tahun 2018. Lalu system perekrutan yang 100 penambahan tadi itu nanti kita lihat yang kabupaten yang sudah ikut tes. Yang dianggap tidak lolos itu nanti kita akan tes kembali dan kita akan melihat kembali. Tapi kabupaten lain yang tidak ikut tes sama sekali nanti jatahnya 2019 ke atas.”
Selain penambahan kuota siswa IPDN bagi Orang Asli Papua, Lennis Kogoya menyampaikan, hasil koordinasi pemerintah juga menggarisbawahi pentingnya upaya koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara terkait mekanisme penyerapan siswa IPDN bagi masyarakat Papua. Lebih lanjut Lennis Kogoya menyebutkan, di tahun 2019, pemerintah akan memberlakukan sistem baru terkait mekanisme pendaftaran siswa IPDN bagi siswa Papua. Dalam hal ini, Rektor IPDN, Ermaya Suradinata, menambahkan, pemerintah akan memberikan pelatihan khusus bagi siswa Papua yang ingin mendaftar masuk IPDN. Pelatihan tersebut akan dilaksanakan beberapa saat menjelang dibukanya pendaftaran siswa IPDN di tahun 2019. (ndy)
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia melakukan serah terima tiga orang Warga Negara Indonesia -WNI, yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan, kepada keluarganya masing–masing setelah berhasil dibebaskan pada Sabtu (15/9). Ketiga WNI merupakan awak kapal ikan berbendera Malaysia BN 838/4/F yang diculik saat menangkap ikan di Perairan Sabah, Malaysia, pada 18 Januari 2017. Usai prosesi serah terima di Jakarta, Rabu (19/9), Direktur Jenderal Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal, menjelaskan, ketiga orang WNI yang seluruhnya berasal dari Sulawesi Selatan tersebut saat ini sedang mendapatkan pendampingan dari psikolog, setelah serah terima yang dilakukan oleh Wakil Menteri Luar Negeri RI AM Fachir.
“Kita sudah melakukan serah terima dari Wakil Menteri Luar Negeri menyerah terimakan tiga orang WNI yang baru dibebaskan dari penyanderaan di Filipina Selatan, sudah diserahkan kepada wakil keluarga masing – masing. Sebagaimana sebelumnya, memang kami tidak membawa ketiga WNI tersebut, karena mempertimbangkan bahwa mereka butuh waktu untuk psychological healing, untuk trauma healing, dan saat ini mereka masih terus diberikan pendampingan oleh psikolog. Dan mereka juga ingin meluangkan waktunya buat keluarga.”
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Filipina, Sinyo Harry Sarundajang, yang juga menyaksikan prosesi serah terima tersebut mengatakan, Pemerintah Indonesia selama kurang lebih 20 bulan telah melakukan berbagai upaya pembebasan secara hati–hati demi keselamatan sandera. Menurutnya, para penculik sengaja berpindah–pindah tempat persembunyian di sekitar Kepulauan Sulu, Filipina Selatan, untuk menghindari operasi militer yang dilakukan oleh Filipina. Negosiasi pembebasan sandera sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah dan Militer Filipina serta perusahaan pemilik kapal. Sinyo Harry Sarundajang menambahkan, selama proses tersebut, Pemerintah Indonesia tidak dimintai tebusan oleh pihak penculik walaupun memang itu adalah motif utama para penculik. Sejak 2016 tercatat ada 34 WNI yang menjadi korban penculikan kelompok bersenjata di Filipina Selatan. Tigabelas di antaranya adalah awak kapal ikan yang diculik di Perairan Sabah, Malaysia. Dari ketigabelas orang tersebut, 11 di antaranya telah dibebaskan dan dua lainnya masih disandera setelah diculik pada 11 September lalu. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia akan terus memperkuat kerja sama keamanan trilateral dengan Filipina dan Malaysia untuk membebaskan dua WNI tersebut dan menghindari terjadinya peristiwa serupa. Rezha
Staf Khusus II Menteri Badan Usaha Milik Negara, Judith Dipodiputro, mengatakan, dunia perlu mendengar suara perempuan Indonesia, sehingga keterwakilan Indonesia di Dewan Perempuan Internasional sangat penting. Seperti ditulis Republikaonline, Judith Dipodiputro di Yogyakarta, Sabtu (15/9) menambahkan, dunia perlu mendengar aspirasi perempuan Indonesia, yang hampir saparuh dari 260 juta penduduk Indonesia adalah perempuan, artinya suara-suara perempuan Indonesia penting dan perlu disampaikan secara independen, yaitu melalui Dewan Perempuan Internasional.
Menurutnya, Badan Usaha Milik Negara sebagai pendukung penyelenggaraan Sidang Umum Dewan Perempuan Internasional ke-35 dan Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan Indonesia yang berlangsung 13 sampai 18 September, sengaja melibatkan diri, karena melihat potensi peran perempuan Indonesia jika diberdayakan. rol.16.9’18.mar
Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia –Kowani, Giwo Rubianto Wiyogo, mengatakan, keberhasilannya terpilih sebagai salah satu wakil presiden Dewan Perempuan Internasional menjadi kebanggaan Indonesia. Seperti dikutip Republikaonline, Giwo Rubianto Wiyogo dalam konferensi pers di Yogyakarta, Sabtu (15/9) menegaskan, ini merupakan kebanggaan dan semangat untuk memperjuangkan kemajuan wanita Indonesia dan seluruh dunia.
Ketua Umum Kowani tersebut memperoleh 62 suara dari total 491 suara yang masuk dalam pemilihan wakil presiden Dewan Perempuan Internasional periode 2018-2020 pada Sidang Umum ke-35 Dewan Perempuan Internasional di Yogyakarta. Terpilihnya sabagai wakil presiden Dewan Perempuan Internasional menjadi kali ke dua bagi Kowani untuk mewakili Indonesia di Dewan Internasional itu, setelah kesempatan pertama diperoleh Kuraisin Sumhadi yang bahkan terpilih menjadi presiden Dewan Perempuan Internasional pada 1994-1997. rol.16.9’18.mar