ofra voi

ofra voi

15
March

Pelangi Nada kali ini, VOI akan menghadirkan lagu-lagu pop nostalgia dari Iis Sugianto. Mengawali perjumpaan, saya putarkan sebuah lagu berjudul “Jangan Sakiti Hatinya”.

wajah penyanyi dengan nama asli Kuspuji Istiningdyah ini pertama kali muncul di layar kaca dalam acara Kenalan Baru yang disiarkan oleh TVRI pada 1978. Iis Sugianto pernah menyanyikan 2 buah lagu dari penyanyi kenamaan Fariz RM dalam albumnya “Selangkah ke Seberang” . Sayang, album tersebut belum berhasil mendongkrak namanya di kancah musik Indonesia. Nama Iis Sugianto baru dikenal sejak menyanyikan karya-karya dari seorang penyanyi, pencipta lagu, dan produser handal di Indonesia, Rinto Harahap. Album perdana Iis dibawah besutan Rinto Harahap adalah “Jangan Sakiti Hatinya” yang dirilis pada tahun 1979, dengan lagu andalan berjudul sama, “Jangan Sakiti Hatinya”. Pendengar, mari kita dengarkan kembali lagu lainnya dari Iis Sugianto berjudul “Nasibmu dan Nasibku”. Selamat mendengarkan...

sukses dengan album “Jangan Sakiti Hatinya”, tak lantas membuat Iis Sugianto berpuas diri. Masih dengan melantunkan karya-karya Rinto Harahap, ia semakin melambung nama. Ia pun dikenal sebagai penyanyi wanita yang menyanyikan lagu-lagu manis dan melankolis. Masa kejayaannya yaitu pada tahun 1980-an.

Lagu yang telah anda dengar berjudul “Nasibmu dan Nasibku” merupakan lagu andalan dari album bertajuk sama, “Nasibmu dan Nasibku”. Album ini dirilis pada tahun 1980, setahun setelah sukses dengan album “Jangan Sakiti Hatinya”. Lagu “Nasibmu dan Nasibku” ini bercerita tentang nasib sepasang kekasih yang saling mencinta namun tak dapat bersatu. Pendengar, demikian Pelangi Nada hari ini. Menutup perjumpaan saya hadirkan dua buah lagu dari IIs Sugianto berjudul “Bunga Sedap Malam” dan “Selendang Merah”. Selamat mendengarkan dan sampai jumpa pada Pelangi Nada edisi berikutnya.// Enggar

15
March

Kali ini topik mengenai Penemuan benda arkeologi bersejarah berbentuk arca dewa.

Seorang petani di Desa Ngrejo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur bernama Surani  tak sengaja menemukan benda arkeologi bersejarah berbentuk arca dewa. Saat menemukan arca dewa ini, Surani sedang membersihkan ladang jagung miliknya di kawasan bekas hutan lindung yang sudah gundul. Ia dibantu beberapa petani lain  melakukan penggalian dan mendapati struktur batu berbentuk patung arca dewa. Sebagaimana keterangan resmi Kepala Seksi Pelestarian Cagar Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tulungagung, Winarto, Minggu tgl 4 Maret 2018  arca dewa ini berukuran 50 x 80 centimeter dan ditemukan Surani dalam kondisi terpendam dalam tanah.

Kabar temuan situs arkeologi itu dengan cepat beredar luas sehingga warga lain, termasuk penggiat Pokdarwis (kelompok sadar wisata) desa Ngrejo datang dan melakukan penyisiran area temuan benda purbakala itu. Ada beberapa struktur batuan lain kemudian ditemukan tak jauh dari titik lokasi temuan arca, di antaranya berbentuk umpak (fondasi tiang bangunan), sumur atau petirtan kecil serta sejumlah gerabah kuno.

Untuk menindak lanjuti penemuan arca tersebut , Otoritas Kabupaten Tulungagung berkoordinasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan guna meneliti lebih lanjut arca dewa itu, sekaligus melakukan eskavasi (penggalian  ) di sekitar lokasi temuan. Staf dari Badan Pelestarian Cagar Budaya(BPCB) Trowulan Hariyadi, yang bertugas sebagai pengelola Museum Wajakensis Tulungagung, mengatakan, bahwa awalnya team menduga arca yang ditemukan tersebut  jenis arca Agastya (Dewa Agastya) karena strukturnya mirip. Setelah berdikusi dengan para  arkeolog, dugaan awal mengerucut ke arca Nandiswara.

Namun Hariyadi menegaskan kesimpulan tersebut masih bersifat dugaan awal. Kepastian mengenai jenis arca dan apakah ada situs lain di sekitar lokasi akan diteliti lebih lanjut oleh tim ahli arkeologi dari BPCB Trowulan. Team ini  sudah dikoordinasikan oleh pihak Pemerintah Kabupaten  Tulungagung melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat.
Peninggalan Kerajaan Majapahit berupa arca maupun candi memang banyak tersebar di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Bila menempuh perjalanan darat, jarak Tulungagung ke Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sejauh sekitar 111 kilometer. Sejauh ini, orang menduga bahwa kawasan Trowulan adalah pusat Kerajaan Majapahit yang pernah berjaya di Nusantara (nama lama Indonesia). Kerajaan ini berdiri dari tahun 1293 hingga 1500 Masehi. Mengutip laman resmi Bappeda Tulungagung, ada beberapa candi peninggalan kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada tersebut. Di antaranya Candi Gayatri di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu. Apakah arca dewa yang ditemukan Surani merupakan sisa reruntuhan Kerajaan Majapahit? Untuk menentukan hal ini tentu saja harus menunggu hasil penelitian tim Arkeologi.// Puji  

15
March

Kali ini topik mengenai Penemuan benda arkeologi bersejarah berbentuk arca dewa.

Seorang petani di Desa Ngrejo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur bernama Surani  tak sengaja menemukan benda arkeologi bersejarah berbentuk arca dewa. Saat menemukan arca dewa ini, Surani sedang membersihkan ladang jagung miliknya di kawasan bekas hutan lindung yang sudah gundul. Ia dibantu beberapa petani lain  melakukan penggalian dan mendapati struktur batu berbentuk patung arca dewa. Sebagaimana keterangan resmi Kepala Seksi Pelestarian Cagar Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tulungagung, Winarto, Minggu tgl 4 Maret 2018  arca dewa ini berukuran 50 x 80 centimeter dan ditemukan Surani dalam kondisi terpendam dalam tanah.

Kabar temuan situs arkeologi itu dengan cepat beredar luas sehingga warga lain, termasuk penggiat Pokdarwis (kelompok sadar wisata) desa Ngrejo datang dan melakukan penyisiran area temuan benda purbakala itu. Ada beberapa struktur batuan lain kemudian ditemukan tak jauh dari titik lokasi temuan arca, di antaranya berbentuk umpak (fondasi tiang bangunan), sumur atau petirtan kecil serta sejumlah gerabah kuno.

Untuk menindak lanjuti penemuan arca tersebut , Otoritas Kabupaten Tulungagung berkoordinasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan guna meneliti lebih lanjut arca dewa itu, sekaligus melakukan eskavasi (penggalian  ) di sekitar lokasi temuan. Staf dari Badan Pelestarian Cagar Budaya(BPCB) Trowulan Hariyadi, yang bertugas sebagai pengelola Museum Wajakensis Tulungagung, mengatakan, bahwa awalnya team menduga arca yang ditemukan tersebut  jenis arca Agastya (Dewa Agastya) karena strukturnya mirip. Setelah berdikusi dengan para  arkeolog, dugaan awal mengerucut ke arca Nandiswara.

Namun Hariyadi menegaskan kesimpulan tersebut masih bersifat dugaan awal. Kepastian mengenai jenis arca dan apakah ada situs lain di sekitar lokasi akan diteliti lebih lanjut oleh tim ahli arkeologi dari BPCB Trowulan. Team ini  sudah dikoordinasikan oleh pihak Pemerintah Kabupaten  Tulungagung melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat.
Peninggalan Kerajaan Majapahit berupa arca maupun candi memang banyak tersebar di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Bila menempuh perjalanan darat, jarak Tulungagung ke Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sejauh sekitar 111 kilometer. Sejauh ini, orang menduga bahwa kawasan Trowulan adalah pusat Kerajaan Majapahit yang pernah berjaya di Nusantara (nama lama Indonesia). Kerajaan ini berdiri dari tahun 1293 hingga 1500 Masehi. Mengutip laman resmi Bappeda Tulungagung, ada beberapa candi peninggalan kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada tersebut. Di antaranya Candi Gayatri di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu. Apakah arca dewa yang ditemukan Surani merupakan sisa reruntuhan Kerajaan Majapahit? Untuk menentukan hal ini tentu saja harus menunggu hasil penelitian tim Arkeologi.// Puji  

15
March

Kali ini, akan memperkenalkan salah satu Tarian tradisional Maluku Orlapei.

Maluku terletak di Indonesia bagian Timur dan merupakan salah satu propinsi tertua dalam sejarah Indonesia merdeka. Provinsi ini terkenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang melimpah,seperti cengkeh, emas, dan mutiara. Begitu tuanya sejarah dari Maluku membuat tingkat kebudayaan dan juga nilai-nilai luhur adat istiadat masyarakat Maluku menjadi sangat tinggi. Salah satu bukti tingginya kebudayaan masyarakat Maluku dapat dilihat pada tarian tradisionalnya. Maluku yang terkenal dengan pantai-pantai indahnya, juga memiliki tarian tradisional yang sangat menarik, antara lain Tarian tradisional Orlapei.

Setiap daerah di Indonesia dari Sabang sampai Merauke memiliki budaya yang berbeda-beda, mulai dari tarian hingga upacara adat. Semuanya memiliki karakteristik unik yang sangat menarik untuk diketahui. Demikan pula dengan tarian Orlapei . Tarian ini merupakan tarian penyambutan para tamu kehormatan pada acara-acara Negeri/Desa di Maluku. Tarian Orlapei ini pada umumnya menggambarkan suasana hati yang gembira dari seluruh masyarakat akan kedatangan tamu kehormatan di desanya dan juga menjadi bentuk ungkapan selamat datang. Kombinasi pola lantai dan gerak serta ritme musik lebih memperkuat ungkapan betapa seluruh masyarakat negara/desa setempat merasa sangat senang dengan hadirnya tamu kehormatan di desa mereka.

Tarian ini menggunakan properti “gaba-gaba”(Bagian tangkai dari pohon sagu sebagai makanan khas rakyat Maluku), dan dalam dialek Maluku disebut “Jaga Sagu”. Dalam pertunjukannya ,tarian Orlapei diiringi alat musik tradisional Maluku , yaitu Tifa, Suling bambu, Ukulele dan gitar.

Tarian yang dimainkan begitu serasi, energik dan dinamis memancarkan

aura persahabatan, perdamaian dan kebersamaan atau gotong royong. Jadi melihat tarian ini adalah juga menengok jiwa mereka yang tulus.