Setiap tanggal 23 Maret diperingati sebagai Hari Meteorologi Sedunia atau World Meteorological Day. Kenapa tanggal 23 Maret? Karena pada tanggal tersebut di tahun 1950, sebuah badan spesialisasi di bidang Meteorologi di bawah naungan PBB bernama World Meteorological Organization (WMO) dibentuk. Seperti diketahui Meteorologi adalah ilmu yang mempelajari atmosfer bumi khususnya untuk keperluan prakiraan cuaca. Kata ini berasal dari bahasa Yunani meteoros atau ruang atas (atmosfer), dan logos atau ilmu. Jadi, Meteorologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan membahas gejala perubahan cuaca yang berlangsung di atmosfer.
Dalam rangka memperingati Hari Meteorologi Dunia ke 68 tahun 2018, Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (Himagreto), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (FMIPA IPB) bersama komunitas Generasi Cerdas Iklim (GCI) mengadakan kegiatan 'Yuk Kenal Iklim'. Kegiatan ini digelar sejak 11 - 25 Maret 2018 di Taman Ekspresi, Lapangan Sempur, Bogor, Jawa Barat. Menurut Ketua pelaksana Meteorological Day 2018, Adnan Ramadhitya, kegiatan tersebut dilaksanakan sebanyak dua kali, yakni pada tanggal 11 Maret dan 18 Maret.
Kegiatan “Yuk Kenal Iklim” yang pertama bertujuan mengenalkan rangkaian kegiatan Meteorological Day 2018 secara interaktif, yaitu berupa aksi sapa masyarakat mengenai isu-isu terkini tentang perubahan iklim, permainan interaktif, dan photo challenge yang diawali dengan longmarch mengelilingi lapangan Sempur sebanyak dua putaran. Menurut Adnan, isu-isu terkait perubahan iklim yang semakin nyata terjadi di dunia ini menjadi materi utama dalam aksi sapa masyarakat.
Untuk kegiatan “Yuk Kenal Iklim” kedua, dilaksanakan pada 18 Maret 2018, diisi dengan menonton film “An Inconvenient Truth”, bagi para pemilik tiket. Tiket tersebut telah dijual pada gelaran kegiatan pertama pada tanggal 11 Maret 2018. Hal ini sebagai bentuk kerja sama IPB dengan Kantor Utusan Khusus Presiden bidang Perubahan Iklim.
Selain kedua kegiatan tersebut, beberapa permainan interaktif seperti Kartu GCI dan Ular Tangga Jumbo dari komunitas Generasi Cerdas Iklim (GCI) serta ecological footprint yang diajarkan oleh mahasiswa Geofisika dan Meteorologi IPB sangat diminati kalangan anak-anak hingga remaja.
Kegiatan "Yuk Kenal Iklim" ini diikuti oleh berbagai pihak antara lain 40 mahasiswa Geofisika dan Meteorologi IPB, empat orang dari komunitas Generasi Cerdas Iklim (GCI), dan seorang perwakilan dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB yang turut mendukung kegiatan ini.
Mengawali Pelangi Nada kali ini, nikmati lagu berjudul “Memori Danau Beratan” dibawakan oleh Widi Widiana.
seperti judulnya, lagu ini bercerita tentang kenangan di Danau Beratan, salah satu objek wisata di pulau Bali Pendengar, Danau Beratan memang indah sehingga menjadi salah satu danau terbaik dan terindah di dunia, The World’s 20 Most Beautiful Lake yang dimuat pada laman www.huffingtonpost.com. Tidak mengherankan jika banyak orang yang datang berkunjung dan mengukir memori yang indah di sana.
Anda baru saja mendengarkan lagu “Sukreni Gadis Bali”, yang bercerita tentang pemuda yang mengagumi dan menyukai kecantikan seorang gadis Bali bernama Sukreni. Dalam lagu yang dibawakan Widi Widiana ini terasa sentuhan musik tradisional Bali. Pendengar, Widi Widiana merupakan penyanyi yang populer di kalangan masyarakat Bali. Debutnya sebagai penyanyi pop berbahasa Bali dimulai sejak tahun 1994. Hal itu ditandai dengan keluarnya album pertama Tunangan Tiang, yang merupakan album kompilasi dengan penyanyi-penyanyi pop Bali lainnya. Album solo pertama Widi Widiana muncul tahun 1996, Sesapi Putih. Album solo kedua lahir pada tahun 1997 dengan label Sampek Ing Tay. Namun sebelumnya, tahun 1991 bersama Diana Band, yang beranggotan keluarganya, Widi sudah merintis karier musik. Dari pangsung ke panggung , mereka membawakan berbagai jenis lagu mulai dari dangdut, pop, hingga reggae, baik dalam bahasa Bali, Indonesia, maupun Inggris. Pendengar, saya putarkan lagu lain dari Widi Widiana, “Surat Pemegat”
RRI World Service – Voice of Indonesia. Pendengar, Anda baru saja mendengarkan lagu “Surat Pamegat “ dari Widi Widiana. Sampai kini Widi sudah mengeluarkan sembilan album kompilasi dan 11 album solo. Rata-rata kasetnya terjual di atas 25.000 kopi, bahkan albumnya yang berjudul Tepen Unduk (Ketiban Sial) terjual di atas 50.000 kopi. Sepanjang kariernya di dunia tarik suara, Widi pernah meraih gelar penyanyi terbaik versi Bali Music Award I.
Hari ini akan memperkenalkan “To'ok, Tradisi Orang Rote”. adat perkawinan di Indonesia banyak sekali ragamnya, setiap suku mempunyai adat perkawinan sesuai dengan agama dan tradisi upacara yang ada di daerah masing-masing. Adat perkawinan suku di Indonesia bertolak dari anggapan masyarakat bahwa perkawinan adalah suatu hal yang luhur, bukan sekedar ikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, tetapi merupakan proses menyatukan dua keluarga.Salah satu unsur perkawinan adalah adanya pembayaran mas kawin atau mahar dan tiap kebudayaan memiliki cara untuk memaknai mas kawin itu sendiri. Demikian pula di Rote. Faktor mahar atau belis kerap menjadi penghalang bagi dua muda-mudi untuk mengikat hubungan kasih mereka dalam pernikahan. Tokoh penting dibalik penentuan belis ini adalah to’ok.
to’ok berasal dari kata benda to’o. Kata itu merupakan penyebutan pada saudara lelaki dari pihak ibunda. Kata To’o yang mendapatkan imbuhan (k) mengandung makna pemilikan atau “yang bertanggungjawab,” yang padanya melekat hak dan kewajiban tertentu. Ringkasnya, to’o berfungsi sebagai pelindung. Itulah sebabnya dalam tradisi orang Rote, to’o memiliki peran sentral.
Biasanya to’ok lah yang menentukan besar-kecil belis, juga jenisnya. Ia dapat meminta hewan, mamar (sebuah lahan perkebunan yang didalamnya ditanam kelapa, pisang, siri, pinang,dan lainnya), lahan kebun atau ladang, petak sawah, emas, uang, dan sebagainya. Jenis hewan yang diminta basa berupa kerbau, sapi, kuda atau babi. Jumlahnya pun tergantung kelihaian “negosiator,” yang diperankan oleh juru bicara dari calon pengantin pria.
Di masa lalu, banyak calon pasangan gagal berlanjut ke pelaminan hanya karena permintaan to’ok yang tak disanggupi. Dan ada pula pasangan yang kemudian melarikan diri dan menikah di tempat lain. Namun, dewasa ini hal itu tidak terjadi lagi.
selain peran pada peminangan, to’ok juga berperan saat ponakannya meninggal. Kebiasaanya, bila ada orang meninggal, yang akan ditanyakan adalah, “siapa to’ok-nya?” To’ok-lah yang menanggung upah pekerjaan menggali kubur.
Karena kematian juga merupakan bagian penting dari ritual adat, biasanya banyak hewan dipotong untuk memberi makan para pelayat. Jumlah hewan yang dipotong tergantung dari status adat, sosial-ekonomi dan senioritas dari almarhum. Bila banyak hewan yang akan dipotong, maka to’ok akan mendapatkan jatah hewan hidup.
to’ok adalah penyebutan pada saudara lelaki dari pihak ibu. Apabila pihak ibu tidak memiliki saudara laki-laki, maka to’ok dapat diberikan kepada saudara lelaki dari pihak keluarga jauh. Kalau dari saudara jauh ini juga tidak ada keturunan laki-laki, maka to’ok bisa juga diberikan kepada pihak lainnya, asalkan dari marga ibu. Kerap terjadi, to’ok juga diberikan kepada orang lain di luar yang dijelaskan di atas, apabila dalam sejarahnya orang itu pernah berperan sangat penting dalam kehidupan yang bersangkutan (orang yang meninggal atau yang akan menikah itu).
Helen Sparingga mulai dikenal penikmat musik di Indonesia sejak merilis album berjudul “Birunya Cintaku” pada tahun 1985. Album ini didukung oleh Obbie Messakh, Wahyu Os, dan Deddy Dores sebagai guest vocalist. Selain itu, nama Mus Mulyadi juga muncul di beberapa lagu dalam album ini sebagai komposer. Lagu andalan dalam album ini berjudul sama, yaitu “Birunya Cintaku”. Lagu “Birunya Cintaku” merupakan ciptaan Obbie Messakh. Lagu ini bercerita tentang sepasang kekasih yang saling mencinta namun berpisah karena sang lelaki mendua. Selain lagu “Birunya Cintaku”, album ini juga memiliki lagu hits lainnya berjudul “Kudustai Dukaku”. Pendengar, mari kita dengarkan kembali lagu lainnya dari Helen Sparingga berjudul “Antara Hitam dan Putih”.
setelah merilis album “Birunya Cintaku”, Helen Sparingga terus mewarnai dunia tarik suara di Indonesia. Setahun setelah “Birunya Cintaku”, tahun 1986, Helen Sparingga kembali merilis album bertajuk “Semerah duka Hati” yang juga cukup diterima baik oleh pecinta musik Indonesia. Tak sampai disitu, setahun berikutnya ia kembali merilis album “Antara Hitam dan Putih” pada bulan November 1987. Dalam album ini, lagu andalannya yaitu “Antara Hitam dan Putih”. Melalui lagu ini, nama Helen Sparingga semakin melambung di kancah musik nasional. Lagu ini bercerita tentang seorang perempuan yang begitu terluka, sedih dan kecewa karena sang kekasih memutuskan tali cintanya. Pendengar, demikian Pelangi Nada hari ini. Menutup perjumpaan hadirkan dua buah lagu dari Helen Sparingga berjudul “Antara Cinta dan Kenyataan” dan “Masih Ada Kita Kita”.