Mengawali Pelangi Nada kali ini, nikmati lagu berjudul “Memori Danau Beratan” dibawakan oleh Widi Widiana.
seperti judulnya, lagu ini bercerita tentang kenangan di Danau Beratan, salah satu objek wisata di pulau Bali Pendengar, Danau Beratan memang indah sehingga menjadi salah satu danau terbaik dan terindah di dunia, The World’s 20 Most Beautiful Lake yang dimuat pada laman www.huffingtonpost.com. Tidak mengherankan jika banyak orang yang datang berkunjung dan mengukir memori yang indah di sana.
Anda baru saja mendengarkan lagu “Sukreni Gadis Bali”, yang bercerita tentang pemuda yang mengagumi dan menyukai kecantikan seorang gadis Bali bernama Sukreni. Dalam lagu yang dibawakan Widi Widiana ini terasa sentuhan musik tradisional Bali. Pendengar, Widi Widiana merupakan penyanyi yang populer di kalangan masyarakat Bali. Debutnya sebagai penyanyi pop berbahasa Bali dimulai sejak tahun 1994. Hal itu ditandai dengan keluarnya album pertama Tunangan Tiang, yang merupakan album kompilasi dengan penyanyi-penyanyi pop Bali lainnya. Album solo pertama Widi Widiana muncul tahun 1996, Sesapi Putih. Album solo kedua lahir pada tahun 1997 dengan label Sampek Ing Tay. Namun sebelumnya, tahun 1991 bersama Diana Band, yang beranggotan keluarganya, Widi sudah merintis karier musik. Dari pangsung ke panggung , mereka membawakan berbagai jenis lagu mulai dari dangdut, pop, hingga reggae, baik dalam bahasa Bali, Indonesia, maupun Inggris. Pendengar, saya putarkan lagu lain dari Widi Widiana, “Surat Pemegat”
RRI World Service – Voice of Indonesia. Pendengar, Anda baru saja mendengarkan lagu “Surat Pamegat “ dari Widi Widiana. Sampai kini Widi sudah mengeluarkan sembilan album kompilasi dan 11 album solo. Rata-rata kasetnya terjual di atas 25.000 kopi, bahkan albumnya yang berjudul Tepen Unduk (Ketiban Sial) terjual di atas 50.000 kopi. Sepanjang kariernya di dunia tarik suara, Widi pernah meraih gelar penyanyi terbaik versi Bali Music Award I.
Hari ini akan memperkenalkan “To'ok, Tradisi Orang Rote”. adat perkawinan di Indonesia banyak sekali ragamnya, setiap suku mempunyai adat perkawinan sesuai dengan agama dan tradisi upacara yang ada di daerah masing-masing. Adat perkawinan suku di Indonesia bertolak dari anggapan masyarakat bahwa perkawinan adalah suatu hal yang luhur, bukan sekedar ikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, tetapi merupakan proses menyatukan dua keluarga.Salah satu unsur perkawinan adalah adanya pembayaran mas kawin atau mahar dan tiap kebudayaan memiliki cara untuk memaknai mas kawin itu sendiri. Demikian pula di Rote. Faktor mahar atau belis kerap menjadi penghalang bagi dua muda-mudi untuk mengikat hubungan kasih mereka dalam pernikahan. Tokoh penting dibalik penentuan belis ini adalah to’ok.
to’ok berasal dari kata benda to’o. Kata itu merupakan penyebutan pada saudara lelaki dari pihak ibunda. Kata To’o yang mendapatkan imbuhan (k) mengandung makna pemilikan atau “yang bertanggungjawab,” yang padanya melekat hak dan kewajiban tertentu. Ringkasnya, to’o berfungsi sebagai pelindung. Itulah sebabnya dalam tradisi orang Rote, to’o memiliki peran sentral.
Biasanya to’ok lah yang menentukan besar-kecil belis, juga jenisnya. Ia dapat meminta hewan, mamar (sebuah lahan perkebunan yang didalamnya ditanam kelapa, pisang, siri, pinang,dan lainnya), lahan kebun atau ladang, petak sawah, emas, uang, dan sebagainya. Jenis hewan yang diminta basa berupa kerbau, sapi, kuda atau babi. Jumlahnya pun tergantung kelihaian “negosiator,” yang diperankan oleh juru bicara dari calon pengantin pria.
Di masa lalu, banyak calon pasangan gagal berlanjut ke pelaminan hanya karena permintaan to’ok yang tak disanggupi. Dan ada pula pasangan yang kemudian melarikan diri dan menikah di tempat lain. Namun, dewasa ini hal itu tidak terjadi lagi.
selain peran pada peminangan, to’ok juga berperan saat ponakannya meninggal. Kebiasaanya, bila ada orang meninggal, yang akan ditanyakan adalah, “siapa to’ok-nya?” To’ok-lah yang menanggung upah pekerjaan menggali kubur.
Karena kematian juga merupakan bagian penting dari ritual adat, biasanya banyak hewan dipotong untuk memberi makan para pelayat. Jumlah hewan yang dipotong tergantung dari status adat, sosial-ekonomi dan senioritas dari almarhum. Bila banyak hewan yang akan dipotong, maka to’ok akan mendapatkan jatah hewan hidup.
to’ok adalah penyebutan pada saudara lelaki dari pihak ibu. Apabila pihak ibu tidak memiliki saudara laki-laki, maka to’ok dapat diberikan kepada saudara lelaki dari pihak keluarga jauh. Kalau dari saudara jauh ini juga tidak ada keturunan laki-laki, maka to’ok bisa juga diberikan kepada pihak lainnya, asalkan dari marga ibu. Kerap terjadi, to’ok juga diberikan kepada orang lain di luar yang dijelaskan di atas, apabila dalam sejarahnya orang itu pernah berperan sangat penting dalam kehidupan yang bersangkutan (orang yang meninggal atau yang akan menikah itu).
Helen Sparingga mulai dikenal penikmat musik di Indonesia sejak merilis album berjudul “Birunya Cintaku” pada tahun 1985. Album ini didukung oleh Obbie Messakh, Wahyu Os, dan Deddy Dores sebagai guest vocalist. Selain itu, nama Mus Mulyadi juga muncul di beberapa lagu dalam album ini sebagai komposer. Lagu andalan dalam album ini berjudul sama, yaitu “Birunya Cintaku”. Lagu “Birunya Cintaku” merupakan ciptaan Obbie Messakh. Lagu ini bercerita tentang sepasang kekasih yang saling mencinta namun berpisah karena sang lelaki mendua. Selain lagu “Birunya Cintaku”, album ini juga memiliki lagu hits lainnya berjudul “Kudustai Dukaku”. Pendengar, mari kita dengarkan kembali lagu lainnya dari Helen Sparingga berjudul “Antara Hitam dan Putih”.
setelah merilis album “Birunya Cintaku”, Helen Sparingga terus mewarnai dunia tarik suara di Indonesia. Setahun setelah “Birunya Cintaku”, tahun 1986, Helen Sparingga kembali merilis album bertajuk “Semerah duka Hati” yang juga cukup diterima baik oleh pecinta musik Indonesia. Tak sampai disitu, setahun berikutnya ia kembali merilis album “Antara Hitam dan Putih” pada bulan November 1987. Dalam album ini, lagu andalannya yaitu “Antara Hitam dan Putih”. Melalui lagu ini, nama Helen Sparingga semakin melambung di kancah musik nasional. Lagu ini bercerita tentang seorang perempuan yang begitu terluka, sedih dan kecewa karena sang kekasih memutuskan tali cintanya. Pendengar, demikian Pelangi Nada hari ini. Menutup perjumpaan hadirkan dua buah lagu dari Helen Sparingga berjudul “Antara Cinta dan Kenyataan” dan “Masih Ada Kita Kita”.
Buah Merah adalah sejenis buah tradisional dari Papua. Oleh masyarakat Wamena, Papua, buah ini disebut kuansu. Nama ilmiahnya Pandanus Conoideus karena tanaman Buah Merah termasuk tanaman keluarga pandan –pandanan. Pohon buah merah menyerupai pandan, namun tinggi tanaman dapat mencapai 16 meter . Buah Merah sendiri panjang buahnya mencapai 55 cm, diameter 10-15 cm, dan bobot 2-3 kg. Warnanya saat matang berwarna merah marun terang, walau sebenarnya ada jenis tanaman ini yang berbuah berwarna coklat dan coklat kekuningan.
Mengapa orang menyebut buah merah?
Karena tanaman ini berwarna merah. Tanaman ini mempunyai bentuk berupa bonggol besar berwarna merah. Populasinya paling banyak dijumpai di wilayah pegunungan Jayawijaya (Wamena dan Tolikara), Jayapura, Monokwari, Nabire, Timika, dan Ayamaru Sorong. Masyarakat di Wamena, biasanya menyajikan Buah Merah untuk makanan pada pesta adat bakar batu. Buah Merah dari zaman dahulu secara turun temurun sudah dikonsumsi karena banyak berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti mencegah penyakit mata, cacingan, kulit, dan meningkatkan stamina. Mereka juga telah mengenal tanaman ini sebagai pewarna alami
Buah merah adalah buah yang hanya ditemukan didaerah Papua dan Papua Nugini..Potensi utama dari buah merah di Papua secara tradisional digunakan sebagai sumber minyak nabati oleh masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan dan pesisir.
Minyak dari buah ini juga digunakan sebagai penyedap makanan pokok masyarakat Papua, seperti sagu dan ubi jalar. Buah merah mengandung lemak yang cukup tinggi , yaitu 35 % per berat kering .
Kandungan asam lemaknya sama dengan kandungan asam lemak minyak goreng pada umumnya. Dengan demikian , buah merah juga memiliki potensi sebagai sumber minyak nabati selain kelapa dan kelapa sawit. Buah merah yg merupakan salah satu maskot provinsi papua ini juga mengandung antioksidan. dan kaya akan omega 9 dan betakaroten lebih tinggi dibandingkan wortel dan buah berry.
budidaya tanaman ini dimulai tahun 1983 oleh seorang warga lokal bernama Nicolaas Maniagasi. Atas jerih payahnya ia mendapatkan penghargaan lingkungan hidup Kehati Award 2002. Adapun penelitian tentang khasiat pengobatan Buah Merah pertama kali dilakukan oleh Drs. I Made Budi M.S, seorang peneliti dan dosen di Universitas Cendrawasih (UNCEN) Jayapura. Sebagai ahli gizi ia mengamati dengan saksama kebiasaan masyarakat tradisional di Wamena, Timika dan desa-desa kawasan pegunungan Jayawijaya yang mengkonsumsi Buah Merah. Berdasarkan penelitiannya, ternyata masyarakat lokal yang mengkonsumsi buah merah berbadan lebih kekar dan berstamina tinggi, padahal mereka hidup secara tradisional yang serba terbatas dan terbuka dalam berbusana dalam kondisi alam yang keras.