Suprapto

Suprapto

16
March

Pop Daerah

Published in pop music



Kali ini, akan menghadirkan lagu-lagu dari daerah Bali.

Lagu Bali dibawakan dalam bahasa Bali, sebuah bahasa Austronesia dari cabang Sundik dan lebeih spesifik dari anak cabang bahasa Bali-Sasak. Bahasa ini umumnya digunakan di pulau Bali, pulau Lombok bagian barat dan sedikit di ujung timur pulau Jawa.

Mengawali Pelangi Nada kali ini, nikmati lagu berjudul “Memori Danau Beratan dibawakan oleh Widi Widiana. seperti judulnya, lagu ini bercerita tentang kenangan di Danau Beratan, salah satu objek wisata di pulau Bali. Pendengar, Danau Beratan memang indah sehingga menjadi salah satu danau terbaik dan terindah di dunia, The World’s 20 Most Beautiful Lake yang dimuat pada laman www.huffingtonpost.com. Tidak mengherankan jika banyak orang yang datang berkunjung dan mengukir memori yang indah di sana.

Anda baru saja mendengarkan lagu “Sukreni Gadis Bali”, yang bercerita tentang pemuda yang mengagumi dan menyukai kecantikan seorang gadis Bali bernama Sukreni. Dalam lagu yang dibawakan Widi Widiana ini terasa sentuhan musik tradisional Bali. Pendengar, Widi Widiana merupakan penyanyi yang populer di kalangan masyarakat Bali. Debutnya sebagai penyanyi pop berbahasa Bali dimulai sejak tahun 1994. Hal itu ditandai dengan keluarnya album pertama Tunangan Tiang, yang merupakan album kompilasi dengan penyanyi-penyanyi pop Bali lainnya. Album solo pertama Widi Widiana muncul tahun 1996, Sesapi Putih. Album solo kedua lahir pada tahun 1997 dengan label Sampek Ing Tay.Namun sebelumnya, tahun 1991 bersama Diana Band, yang beranggotan keluarganya, Widi sudah merintis karier musik. Dari pangsung ke panggung , mereka membawakan berbagai jenis lagu mulai dari dangdut, pop, hingga reggae, baik dalam bahasa Bali, Indonesia, maupun Inggris. Pendengar, saya putarkan lagu lain dari Widi Widiana, “Surat Pemegat”

RRI World Service – Voice of Indonesia. Anda baru saja mendengarkan lagu “Surat Pamegat “ dari Widi Widiana. Sampai kini Widi sudah mengeluarkan sembilan album kompilasi dan 11 album solo. Rata-rata kasetnya terjual di atas 25.000 kopi, bahkan albumnya yang berjudul Tepen Unduk (Ketiban Sial) terjual di atas 50.000 kopi. Sepanjang kariernya di dunia tarik suara, Widi pernah meraih gelar penyanyi terbaik versi Bali Music Award I. // Wati

 

16
March

Ada beberapa suku yang menghuni pulau Papua, mulai dari suku Korowai, suku Asmat, suku Kamaro, dan suku Dani. Dan salah satu suku di Papua yang memiliki ciri khas unik dan menarik adalah suku Dani. Suku Dani yang mendiami daerah Lembah Baliem Wamena di Papua ini memang dikenal memiliki banyak sekali keunikan, mulai dari pakaian khas yaitu Koteka hingga tradisi potong jari yang merupakan bentuk belasungkawa untuk keluarganya yang meninggal dunia.

Suku Dani punya cara sendiri untuk mengekspresikan rasa sedih ketika ada salah satu anggota keluarganya meninggal. Mereka rela memotong jari tangan, jari kaki atau mengiris daun telinga sebagai bentuk kesetiaan atau pun duka yang mendalam.

Cara berkabung para pria suku Dani disebut dengan istilah Nasu Palek. Yakni memotong sedikit daun telinga. Karena mereka masih berada dipedalaman, sehingga keterbatasan alat pun masih dirasakan. Dalam menjalankan tradisi Nasu Palek, alat yang digunakan hanya berupa bambu yang diiris tipis, dan tanpa obat bius. Bagi yang mau potong jari, digunakan alat tradisional yang disebut kapak batu.

Nasu Palek tak hanya dilakukan oleh kaum pria saja, tetapi para wanita pun turut mengikuti tradisi ekstrim ini. Namun perbedaannya, kaum wanita sebelum melakukan tradisi Nasu Palek atau memotong daun telinganya, mereka terlebih dahulu melakukan tradisi Ikipalin, yaitu memotong jari tangan apabila ibu, ayah, anak, atau keluarganya meninggal. Jika jari tangan sudah habis, baru lah dilanjutkan dengan memotong sedikit daun telinga. Sedangkan kaum prianya langsung melakukan tradisi Nasu Palek. Setelah itu luka ditelinga dibungkus dengan tanaman obat-obatan.

Seiring dengan berkembangnya jaman dan pengaruh agama, tradisi Nasu Palek pun mulai ditinggalkan. Dan kini pemerintah telah melarang untuk melakukan tradisi potong jari karena dianggap kurang manusiawi. Akan tetapi bekas-bekas dari tradisi ini masih bisa dilihat pada ibu-ibu dan nenek-nenek suku Dani yang jarinya sudah terpotong.//

15
March

Pelangi Nada kali ini, VOI akan menghadirkan lagu-lagu pop nostalgia dari Iis Sugianto. Mengawali perjumpaan, saya putarkan sebuah lagu berjudul “Jangan Sakiti Hatinya”.

wajah penyanyi dengan nama asli Kuspuji Istiningdyah ini pertama kali muncul di layar kaca dalam acara Kenalan Baru yang disiarkan oleh TVRI pada 1978. Iis Sugianto pernah menyanyikan 2 buah lagu dari penyanyi kenamaan Fariz RM dalam albumnya “Selangkah ke Seberang” . Sayang, album tersebut belum berhasil mendongkrak namanya di kancah musik Indonesia. Nama Iis Sugianto baru dikenal sejak menyanyikan karya-karya dari seorang penyanyi, pencipta lagu, dan produser handal di Indonesia, Rinto Harahap. Album perdana Iis dibawah besutan Rinto Harahap adalah “Jangan Sakiti Hatinya” yang dirilis pada tahun 1979, dengan lagu andalan berjudul sama, “Jangan Sakiti Hatinya”. Pendengar, mari kita dengarkan kembali lagu lainnya dari Iis Sugianto berjudul “Nasibmu dan Nasibku”. Selamat mendengarkan...

sukses dengan album “Jangan Sakiti Hatinya”, tak lantas membuat Iis Sugianto berpuas diri. Masih dengan melantunkan karya-karya Rinto Harahap, ia semakin melambung nama. Ia pun dikenal sebagai penyanyi wanita yang menyanyikan lagu-lagu manis dan melankolis. Masa kejayaannya yaitu pada tahun 1980-an.

Lagu yang telah anda dengar berjudul “Nasibmu dan Nasibku” merupakan lagu andalan dari album bertajuk sama, “Nasibmu dan Nasibku”. Album ini dirilis pada tahun 1980, setahun setelah sukses dengan album “Jangan Sakiti Hatinya”. Lagu “Nasibmu dan Nasibku” ini bercerita tentang nasib sepasang kekasih yang saling mencinta namun tak dapat bersatu. Pendengar, demikian Pelangi Nada hari ini. Menutup perjumpaan saya hadirkan dua buah lagu dari IIs Sugianto berjudul “Bunga Sedap Malam” dan “Selendang Merah”. Selamat mendengarkan dan sampai jumpa pada Pelangi Nada edisi berikutnya.// Enggar

15
March

Kali ini topik mengenai Penemuan benda arkeologi bersejarah berbentuk arca dewa.

Seorang petani di Desa Ngrejo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur bernama Surani  tak sengaja menemukan benda arkeologi bersejarah berbentuk arca dewa. Saat menemukan arca dewa ini, Surani sedang membersihkan ladang jagung miliknya di kawasan bekas hutan lindung yang sudah gundul. Ia dibantu beberapa petani lain  melakukan penggalian dan mendapati struktur batu berbentuk patung arca dewa. Sebagaimana keterangan resmi Kepala Seksi Pelestarian Cagar Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tulungagung, Winarto, Minggu tgl 4 Maret 2018  arca dewa ini berukuran 50 x 80 centimeter dan ditemukan Surani dalam kondisi terpendam dalam tanah.

Kabar temuan situs arkeologi itu dengan cepat beredar luas sehingga warga lain, termasuk penggiat Pokdarwis (kelompok sadar wisata) desa Ngrejo datang dan melakukan penyisiran area temuan benda purbakala itu. Ada beberapa struktur batuan lain kemudian ditemukan tak jauh dari titik lokasi temuan arca, di antaranya berbentuk umpak (fondasi tiang bangunan), sumur atau petirtan kecil serta sejumlah gerabah kuno.

Untuk menindak lanjuti penemuan arca tersebut , Otoritas Kabupaten Tulungagung berkoordinasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan guna meneliti lebih lanjut arca dewa itu, sekaligus melakukan eskavasi (penggalian  ) di sekitar lokasi temuan. Staf dari Badan Pelestarian Cagar Budaya(BPCB) Trowulan Hariyadi, yang bertugas sebagai pengelola Museum Wajakensis Tulungagung, mengatakan, bahwa awalnya team menduga arca yang ditemukan tersebut  jenis arca Agastya (Dewa Agastya) karena strukturnya mirip. Setelah berdikusi dengan para  arkeolog, dugaan awal mengerucut ke arca Nandiswara.

Namun Hariyadi menegaskan kesimpulan tersebut masih bersifat dugaan awal. Kepastian mengenai jenis arca dan apakah ada situs lain di sekitar lokasi akan diteliti lebih lanjut oleh tim ahli arkeologi dari BPCB Trowulan. Team ini  sudah dikoordinasikan oleh pihak Pemerintah Kabupaten  Tulungagung melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat.
Peninggalan Kerajaan Majapahit berupa arca maupun candi memang banyak tersebar di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Bila menempuh perjalanan darat, jarak Tulungagung ke Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sejauh sekitar 111 kilometer. Sejauh ini, orang menduga bahwa kawasan Trowulan adalah pusat Kerajaan Majapahit yang pernah berjaya di Nusantara (nama lama Indonesia). Kerajaan ini berdiri dari tahun 1293 hingga 1500 Masehi. Mengutip laman resmi Bappeda Tulungagung, ada beberapa candi peninggalan kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada tersebut. Di antaranya Candi Gayatri di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu. Apakah arca dewa yang ditemukan Surani merupakan sisa reruntuhan Kerajaan Majapahit? Untuk menentukan hal ini tentu saja harus menunggu hasil penelitian tim Arkeologi.// Puji