Suprapto

Suprapto

23
November


Indonesia memiliki kekuatan dan potensi besar dalam sektor energi terbarukan. Hal itu disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Indonesia Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) ConEx ke-10 tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta pada Senin (22/11). Dia juga menjelaskan, Indonesia memiliki 4.400 sungai baik  besar maupun sedang yang dapat digunakan sebagai hydro power.

Dalam kesempatan itu, Kepala Negara menjelaskan rencana untuk mencoba dua sungai, Sungai Kayan di Kalimantan Utara dan Sungai Mamberamo di Papua. Presiden juga menyebut, Sungai Kayan sudah dihitung kira-kira mampu menghasilkan 13.000 megawatt. Sedangkan Mamberamo mencapai sekitar 24.000 megawatt.

Ada yang diminta oleh Presiden Joko Widodo untuk proses transisi energi ini. Yaitu skenario yang jelas . Presiden Joko Widodo mengharapkan skenario itu akan menjadi pembahasan dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali tahun depan.

Permintaan itu tentunya harus  bisa segera terwujud. Indonesia menargetkan bauran energi baru terbarukan 23 persen pada tahun 2025. Badan Perencanaan Pembangunan Nasiona -Bappenas menargetkan  70 persen  akan bisa diwujudkan pada tahun 2050.  Tentunya untuk mencapai ini perlu skenario yang jelas. Untuk membuat skenario yang jelas, dipastikan membutuhkan payung hukum yang jelas. Itulah yang saat ini diminta oleh Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia -METI. Seperti dilaporkan bisnis.com, Ketua Umum METI, Surya Darma mengatakan bahwa regulasi tersebut perlu segera dibahas agar fokus bidang energi baru terbarukan dapat dikebut. Saat ini, Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan masih dalam pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat -DPR.

Semoga skenario yang diminta oleh Presiden Joko Widodo bisa diwujudkan.  Skenario tersebut memuat langkah-langkah strategis dan terinci untuk mengoptimalkan sumber energi terbarukan di Indonesia seperti energi laut, energi angin dan energi surya. Ini tentunya akan memerlukan kerja keras dari menteri terkait dan pemangku kepentingan lainnya. Masukan dari segala pihak, seperti akademisi, praktisi dan masyarakat juga sangat dibutuhkan.

09
November




Tak hanya melayani penerbangan, Bandara Yogyakarta Internasional Airport (YIA) juga menjadi panggung Seni Budaya. Baru-baru ini, PT Angkasa Pura I (Persero) atau AP I membuka tiga arena di terminal sebagai tempat para seniman menunjukkan keahlian menari di depan pengguna jasa bandara, yakni di pintu masuk Keberangkatan, pintu Penjemputan dan titik Kedatangan Lawang Papat. Ketiganya menjadi panggung pertunjukkan yang dinamai Gebyar Bregas Budaya. Pentas ini hanya tampil setiap Sabtu dan Minggu. Gebyar Bregas Budaya berlangsung dari 16 Oktober sampai 7 November 2021.


30 dan 31 Oktober kemarin Kelompok Clingguk asal Kalurahan Hargomulyo, Kapanewon Kokap, Yogyakarta menampilkan tarian Angguk dan Incling pada Gebyar Bregas Budaya. Salah satu dari tarian tersebut, yakni Tari Incling akan kami perkenalkan kepada
Anda. Incling merupakan tarian rakyat tradisional dimana tema ceritanya diambil dari cerita Panji.  Cerita Panji merupakan sekumpulan cerita yang berkisar padadua tokoh utamanya, yaitu Raden Panji Inu Kertapati (atau Kudawaningpati atau Asmarabangun), seorang pangeran dari Kerajaan Jenggala dan Dewi Sekartaji (atau Galuh Candrakirana), seorang puteri dari Kerajaan Kediri.

 Incling berasal dari kata Onclang artinya Kuda Balap (Teji). Tarian ini mempergunakan Ondong (Kuda-kudaan) sebagai alat tariannya. Tarian incling biasanya dibawakan secara berkelompok dengan jumlah penari 15 atau 17 orang. Pertunjukan ini biasanya diadakan di tempat terbuka dengan durasi 3 sampai 4 jam. Meskipun penarinya laki-laki semua, namun ada peran wanita yang diperankan oleh laki-laki yang disebut “Cepet Wadon”. Selain itu, yang juga menarik dan disukai penonton adalah peran tokoh Pentul, Bejer serta Kethek atau kera, karena peran tokoh tersebut dimainkan secara jenaka dan menarik.



08
November

Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI) yang membawahi masalah pertahanan dan luar negeri memberikan persetujuan atas pencalonan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia, menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang memasuki purna tugas tanggal 8 November 2021.

Persetujuan diberikan semua fraksi di Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat internal setelah uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test, Sabtu lalu (6/11). Rapat internal Komisi I DPR juga menyetujui pemberhentian dengan hormat Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI, serta memberikan apresiasi atas dedikasinya selama ini. Hasil rapat internal Komisi I tersebut kemudian dibawa ke rapat paripurna pada Senin, hari ini (8/11) untuk mendapat  persetujuan dari DPR RI. Jenderal Andika Perkasa merupakan calon tunggal Panglima TNI yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo ke DPR beberapa waktu lalu.

Adapun visi yang diusungnya  sebagai calon panglima TNI adalah:  "TNI Adalah Kita". Andika ingin agar Tentara Nasional Indonesia dipandang sebagai bagian dari masyarakat Indonesia maupun internasional.

Di bawah kepemimpinannya nanti, TNI akan memusatkan perhatian pada beberapa hal terkait operasi militer perang dan operasi militer selain perang.  Menurut Jenderal Andika Perkasa,  yang   pertama dan terpenting adalah mengembalikan tugas-tugas TNI sesuai undang-undang yang berlaku dan tidak mengambil tugas kementerian atau lembaga lain.

Jenderal Andika Perkasa juga akan meningkatkan pengamanan perbatasan darat, laut dan udara, termasuk  melakukan peningkatan kesiapsiagaan TNI di berbagai bidang,  seperti   operasional siber dan  sinergitas intelijen,  terutama di wilayah konflik. Hal lain adalah,  memadukan operasi ketiga matra dalam TNI (darat, laut, dan udara), melakukan penataan dan integrasi organisasi serta peran diplomasi militer dalam kerangka kebijakan politik luar negeri Indonesia.

Jenderal Andika Perkasa sendiri hanya akan menjabat sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia selama satu tahun karena akan memasuki masa pensiun pada tahun 2022 mendatang. Semoga dalam waktu yang cukup singkat itu Jenderal Andika Perkasa dapat merealisasikan program kerjanya sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia yang baru.

04
November

Saat ini sejumlah negara  sedang melakukan Konferensi Perubahan Iklim Konferensi Perubahan Iklim atau Conference of the Parties (COP) ke-26 yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di Glasgow, Skotlandia sejak Minggu, 31 Oktober hingga 12 November 2021. Konferensi ini  bertujuan  mempercepat upaya pencapaian kesepakatan Paris atau Paris Agreement  dalam upaya menekan dampak perubahan iklim yang disebabkan meningkatnya emisi gas rumah kaca.

Laporan terbaru (tahun 2021) dari Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim, seperti dikutip dari https://wri-indonesia.org, mengungkapkan   bahwa emisi gas rumah kaca, termasuk karbon dioksida (CO2) merupakan pendorong utama perubahan iklim yang menyebabkan reaksi berantai seperti cuaca ekstrim, peningkatan permukaan air laut, dan bencana alam seperti kekeringan serta banjir.

Emisi gas rumah kaca  global, yang telah meningkat sebesar 43% dalam dua dekade terakhir, mengindikasikan kemungkinan krisis iklim lebih buruk akan terjadi lebih cepat.

Segala upaya untuk menekan emisi gas rumah kaca sangat perlu dilakukan sekarang. Semua negara di dunia, termasuk Indonesia, harus melakukan upaya bersama  untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Karena, menunda penurunan emisi dapat menimbulkan dampak besar, termasuk dampak di bidang ekonomi.  

Indonesia menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Pemerintah Indonesia berkomitmen mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca tersebut. Komitmen tersebut telah dituangkan dalam dokumen kontribusi yang ditentukan secara nasional (Nationally Determined Contribution -NDC).

Pemerintah Indonesia sangat serius dalam mengimplementasikan komitmennya untuk  mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca. Pemerintah Indonesia  telah  menerapkan berbagai kebijakan dan mengambil langkah strategis. Salah satunya adalah kebijakan soal Nilai Ekonomi Karbon. 

Presiden Joko Widodo dalam pertemuan Conference of the Parties (COP) ke-26 di Glasgow  menyampaikan bahwa pihaknya telah mengesahkan Peraturan Presiden  tentang Nilai Ekonomi Karbon tersebut.  

Kepala Badan Kebijakan Fiskal di Kementerian Keuangan,  Febrio Kacaribu dalam keterangan resminya, seperti dikutip dari https://nasional.kontan.co.id (2/11) menjelaskan bahwa penetapan Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon ini merupakan tonggak penting dalam menetapkan arah kebijakan Indonesia menuju target NDC pada tahun 2030 serta Net Zero Emission 2060. 

Upaya-upaya pemerintah Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca ini perlu dukungan kerjasama dengan  pemerintah negara lain. Karena upaya menekan emisi gas rumah kaca merupakan pekerjaan besar yang membutuhkan kerjasama dan juga membutuhkan dana besar.