11
April

 

VOINews.id- Otoritas Palestina (PA) memperingatkan bahwa provokasi dan serangan Israel akan dapat mengubah kompleks Masjid Al Aqsa di wilayah pendudukan Yerusalem Timur menjadi seperti medan perang. Kekerasan terus meningkat di seluruh wilayah pendudukan Palestina setelah polisi Israel pada pekan lalu secara paksa mengusir para jemaah dari kompleks Masjid Al Aqsa. Serangan Israel itu memicu tembakan roket dari Jalur Gaza dan Lebanon, yang lantas dibalas Israel dengan serangan udara dan artileri.

"Serangan rutin terhadap tempat-tempat suci dan para jemaah selama bulan suci Ramadhan adalah tindakan terkutuk dan tidak dapat diterima, yang akan membakar wilayah itu dan menyeretnya ke dalam jurang yang dalam," kata juru bicara PA Nabil Abu Rudeineh dalam sebuah pernyataan. Abu Rudeineh menilai Israel bertanggung jawab penuh atas segala kemungkinan situasi yang memburuk di wilayah pendudukan itu.

"Pendudukan Israel mencoba untuk melawan keinginan rakyat kami, tetapi ini tidak akan mematahkan semangat mereka. Rakyat kami akan tetap teguh, mempertahankan tanah dan kesucian mereka, apa pun konsekuensinya," kata Abu Rudeineh.

 

antara

11
April

 

VOInews.id- Kremlin, sebutan untuk Pemerintah Rusia, pada Senin mengatakan bahwa ada kecenderungan untuk selalu menyalahkan Rusia atas kejadian apa pun, termasuk kebocoran dokumen-dokumen intelijen Amerika Serikat (AS). Badan keamanan nasional AS berupaya keras mencari sumber kebocoran dokumen intelijen yang telah tersebar luas di internet. Beberapa pakar keamanan nasional dan pejabat AS mengatakan mereka menduga sumber kebocoran itu adalah orang Amerika, mengingat luasnya topik yang dibahas dalam dokumen-dokumen tersebut. Meski demikian, mereka tidak mengesampingkan kemungkinan aktor-aktor pro-Rusia terlibat dalam kebocoran itu. Saat ditanya tentang tuduhan yang menyebut Rusia mungkin bertanggung jawab atas insiden tersebut, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menolak berkomentar lebih jauh.

"Tidak, saya tidak bisa berkomentar soal itu. Kita semua tahu bahwa kecenderungan untuk selalu menyalahkan Rusia atas apa pun adalah sebuah penyakit yang meluas saat ini. Jadi tidak ada komentar soal itu," kata Peskov. Ketika diminta untuk mengomentari laporan media yang menyebut Washington mungkin memata-matai Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Peskov mengatakan bahwa pihaknya tidak mengesampingkan kemungkinan tersebut.

Dia juga mengatakan bahwa dia tidak memiliki informasi tentang klaim dokumen yang bocor bahwa pesawat pengintai Inggris "hampir ditembak jatuh" oleh pesawat tempur Su-27 Rusia di atas Laut Hitam pada musim gugur 2022.

Sebelumnya, Pentagon pada Jumat mengatakan bahwa mereka sedang melakukan penyelidikan setelah dugaan tangkapan layar dokumen rahasia AS dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengenai perang Ukraina dan masalah lainnya bocor di media sosial.

Dokumen-dokumen itu, yang dicap stempel Kepala Staf Gabungan AS, sebagian besar diyakini asli, tetapi beberapa isinya diduga telah direkayasa. Departemen Pertahanan AS mengatakan bahwa mereka "mengetahui laporan soal unggahan di media sosial, dan Pentagon sedang meninjau masalah ini,” kata Sabrina Singh, wakil sekretaris pers Pentagon kepada Anadolu.

 

 

Sumber: Anadolu

10
April

 

VOInews, Jakarta: Delegasi teknis Iran akan mengunjungi Arab Saudi pekan ini guna mempersiapkan pembukaan kembali kedutaan Iran di Riyadh dilaporkan kantor berita Iran ISNA Minggu. Pengumuman itu muncul beberapa hari setelah menteri luar negeri Iran dan Arab Saudi untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun bertemu secara resmi di Beijing pada Kamis 6 April lalu.

Tiongkok menengahi kesepakatan yang memulihkan hubungan antara Iran dan Saudi. Akhir pekan lalu Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan para pejabat telah mengunjungi Iran untuk membahas prosedur pembukaan kembali misi diplomatik Riyadh di Teheran. (antara)

10
April

 

VOInews.id-Seoul, mengetahui berita kebocoran sejumlah dokumen rahasia militer Amerika Serikat, dan berencana untuk membahas risiko yang dapat timbul akibat hal tersebut bersama AS, demikian seorang pejabat kepresidenan Korea Selatan.

Seoul, Korea Selatan (ANTARA) - Korea Selatan mengetahui berita kebocoran sejumlah dokumen rahasia militer Amerika Serikat, dan berencana untuk membahas risiko yang dapat timbul akibat hal tersebut bersama AS, demikian seorang pejabat kepresidenan Korea Selatan.

Menurut tiga pejabat AS beberapa dokumen rahasia militer dibocorkan di media sosial dengan menampilkan sebagian gambaran-gambaran berusia 1 bulan tentang perang di Ukraina. Para pejabat itu mengatakan kemungkinan besar kebocoran data itu dilakukan oleh Rusia atau pihak yang pro Rusia. Reuters belum dapat memastikan keaslian data tersebut. Departemen Kehakiman AS mengatakan mereka sedang mendalami kebocoran tersebut.

The New York Times pada Minggu melaporkan, dokumen rahasia yang bocor itu berisi percakapan internal pejabat tinggi Korsel perihal tekanan terhadap mereka agar membantu memasok senjata ke Ukraina, serta kebijakan mereka untuk tidak melakukannya. Harian tersebut mengatakan Korsel sudah setuju untuk menjual amunisi mereka untuk membantu AS menyetok persediaannya, dan menegaskan bahwa militer Amerika Serikat harus menjadi pengguna stok tersebut.

Akan tetapi, para pejabat Korsel khawatir bahwa amunisi tersebut justru dikirimkan Amerika Serikat kepada Ukraina. "Laporan rahasia tersebut berdasarkan sinyal intelijen, yang berarti Amerika Serikat sudah mengintai salah satu negara sahabat terbesarnya di Asia," tambah harian itu. Pejabat kepresidenan Korea Selatan itu tidak menjawab pertanyaan terkait pengintaian AS, dan tidak juga memberikan pernyataan lebih lanjut tentang kebocoran dokumen. Saat ditanya apakah Korea Selatan akan melakukan protes atau meminta keterangan dari AS, pejabat yang menolak disebut namanya itu mengatakan pemerintah akan mengkaji kejadian-kejadian terkait dan isu yang melibatkan sejumlah negara lain. Korea Selatan telah menandatangani kontrak penyediaan ratusan alat tempur seperti tank, senjata, dan pesawat ke Polandia, anggota NATO, sejak invasi Rusia ke Ukraina. Namun, Presiden Yoon Suk Yeol mengatakan bahwa undang-undang Korea Selatan yang melarang pemberian persediaan senjata ke sejumlah negara yang berkonflik membuat negara itu kesulitan mengirimkan persenjataan ke Ukraina.

Pejabat itu menegaskan tidak ada perubahan dalam kebijakan Korea Selatan tersebut. Presiden Yoon dijadwalkan bertemu Presiden AS Joe Biden pada 26 April saat kunjungan kenegaraan ke Washington. Sumber: Reuters Menurut tiga pejabat AS kepada Reuters, Jumat (7/4), beberapa dokumen rahasia militer dibocorkan di media sosial dengan menampilkan sebagian gambaran-gambaran berusia 1 bulan tentang perang di Ukraina.

Para pejabat itu mengatakan kemungkinan besar kebocoran data itu dilakukan oleh Rusia atau pihak yang pro Rusia. Reuters belum dapat memastikan keaslian data tersebut. Departemen Kehakiman AS mengatakan mereka sedang mendalami kebocoran tersebut. The New York Times pada Minggu melaporkan, dokumen rahasia yang bocor itu berisi percakapan internal pejabat tinggi Korsel perihal tekanan terhadap mereka agar membantu memasok senjata ke Ukraina, serta kebijakan mereka untuk tidak melakukannya.

Harian tersebut mengatakan Korsel sudah setuju untuk menjual amunisi mereka untuk membantu AS menyetok persediaannya, dan menegaskan bahwa militer Amerika Serikat harus menjadi pengguna stok tersebut. Akan tetapi, para pejabat Korsel khawatir bahwa amunisi tersebut justru dikirimkan Amerika Serikat kepada Ukraina.

"Laporan rahasia tersebut berdasarkan sinyal intelijen, yang berarti Amerika Serikat sudah mengintai salah satu negara sahabat terbesarnya di Asia," tambah harian itu. Pejabat kepresidenan Korea Selatan itu tidak menjawab pertanyaan terkait pengintaian AS, dan tidak juga memberikan pernyataan lebih lanjut tentang kebocoran dokumen. Saat ditanya apakah Korea Selatan akan melakukan protes atau meminta keterangan dari AS, pejabat yang menolak disebut namanya itu mengatakan pemerintah akan mengkaji kejadian-kejadian terkait dan isu yang melibatkan sejumlah negara lain.

Korea Selatan telah menandatangani kontrak penyediaan ratusan alat tempur seperti tank, senjata, dan pesawat ke Polandia, anggota NATO, sejak invasi Rusia ke Ukraina. Namun, Presiden Yoon Suk Yeol mengatakan bahwa undang-undang Korea Selatan yang melarang pemberian persediaan senjata ke sejumlah negara yang berkonflik membuat negara itu kesulitan mengirimkan persenjataan ke Ukraina. Pejabat itu menegaskan tidak ada perubahan dalam kebijakan Korea Selatan tersebut. Presiden Yoon dijadwalkan bertemu Presiden AS Joe Biden pada 26 April saat kunjungan kenegaraan ke Washington.

 

Sumber: Reuters