02
May

 

VOInews.id- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengirimkan kepala urusan kemanusiaan Martin Griffiths ke Sudan secepatnya di tengah "krisis kemanusiaan yang memburuk dengan cepat" di negara itu. "Skala dan kecepatan dari apa yang sedang terjadi belum pernah terjadi sebelumnya di Sudan. Kami sangat prihatin dengan dampak langsung maupun jangka panjang pada semua orang di Sudan dan wilayah yang lebih luas," kata Stephanie Dujarric, juru bicara Guterres, dalam sebuah pernyataan.

"Kami sekali lagi mendesak semua pihak yang bertikai untuk melindungi warga dan infrastruktur sipil, menyediakan jalur yang aman bagi warga sipil untuk meninggalkan wilayah konflik itu, menghormati pekerja dan aset kemanusiaan, fasilitas operasi bantuan, dan menghormati petugas, transportasi dan fasilitas media," kata Dujarric. Sedikitnya 528 orang tewas dan lebih dari 4.500 terluka akibat pertempuran sejak 15 April, menurut Kementerian Kesehatan Sudan.

Konflik bersenjata itu melibatkan dua jenderal yang bermusuhan: panglima militer Abdel Fattah al-Burhan dan komandan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) Mohammed Hamdan "Hemedti" Dagalo. Perselisihan kedua pihak terjadi dalam beberapa bulan terakhir mengenai penyatuan RSF ke dalam militer, syarat utama tercapainya perjanjian dengan kelompok-kelompok politik tentang transisi di Sudan. Negara itu tidak memiliki pemerintahan sejak Oktober 2021 ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat.

Tindakan pihak militer itu dianggap "kudeta" oleh kekuatan-kekuatan politik di Sudan. Masa transisi Sudan, yang dimulai pada Agustus 2019 setelah Presiden Omar al-Bashir digulingkan, dijadwalkan akan berakhir dengan pemilu pada awal 2024.

 

Sumber: Anadolu

02
May

 

VOInews.id- Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa pasukan mereka telah melancarkan serangan rudal sepanjang malam terhadap fasilitas militer Ukraina, termasuk gudang senjata dan pabrik amunisi, dan semuanya mengenai sasaran. Sebelumnya, pejabat Ukraina mengatakan serangan udara itu--gelombang kedua dalam tiga hari terakhir--telah memicu kebakaran di Kota Pavlohrad, Ukraina, yang melukai setidaknya 34 orang dan merusak puluhan rumah.

"Sepanjang malam, pasukan Rusia melancarkan serangkaian serangan rudal dengan menggunakan senjata jarak jauh presisi tinggi dan senjata dari laut terhadap fasilitas militer Ukraina," kata Kemhan Rusia dalam pernyataannya. "Tujuan dari serangan itu tercapai.

Produksi amunisi, senjata dan peralatan militer untuk pasukan Ukraina telah terganggu (oleh serangan itu)," katanya. Namun, pihak Ukraina menyatakan bahwa 15 dari 18 rudal yang ditembakkan oleh Rusia berhasil ditembak jatuh, sehingga tidak menghantam ibu kota Kiev dan kota-kota besar lainnya, di mana suara sirene meraung-raung.

Dalam pengarahan rutin tentang perkembangan perang, Moskow juga menyatakan bahwa pasukan mereka semakin mendekati Bakhmut, kota di timur Ukraina yang sekarang dalam kondisi hancur dan berusaha direbut oleh Rusia selama berbulan-bulan. Pada Jumat, serangan Rusia menewaskan 23 warga sipil setelah sebuah rudal menghantam sebuah gedung apartemen di Kota Uman. Rusia berulang kali membantah telah mengincar warga sipil dalam perang yang sudah berlangsung selama 14 bulan itu.

 

Sumber: Reuters

02
May

 

VOInews.id- Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengatakan bahwa dia tidak akan membiarkan negaranya digunakan menjadi basis kegiatan militer ketika ketegangan antara Washington dan Beijing di Selat Taiwan kian meningkat. Pernyataan tersebut disampaikan Marcos menjelang pertemuan puncak dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Senin. Dia diperkirakan akan membahas perjanjian pertahanan antara Filipina dan AS yang telah berlangsung puluhan tahun.

Dalam penerbangannya ke Washington pada Minggu , Marcos juga mengatakan kepada wartawan bahwa dia tidak akan membiarkan negara mana pun melakukan tindakan provokatif yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan Filipina. Marcos pada Februari lalu mengizinkan AS untuk menggunakan empat pangkalan militer tambahan milik Filipina. Langkah tersebut dianggap China sebagai upaya Manila untuk mencampuri urusan Taiwan.

"Saya kira langkah terbaik bagi kita adalah tetap berada di dalam ASEAN, menjaga agar ASEAN tetap solid, kuat, dan bersatu... Bahwa ASEAN akan tetap menjadi satu-satunya yang membimbing dan memimpin nasib politik semua negara lain di sekitar Asia," kata Marcos. Filipina dan China sama-sama mengklaim perairan Laut China Selatan, area penting yang dilalui perdagangan internasional dan diyakini memiliki potensi mineral yang kaya.

Namun, klaim tersebut tumpang tindih dengan Taiwan dan beberapa negara ASEAN, seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam. Filipina adalah salah satu negara di Asia yang telah lama menjadi sekutu AS dan penerima terbesar bantuan militer AS di wilayah tersebut.

Marcos mengatakan dia hendak berdiskusi dengan Biden tentang Perjanjian Pertahanan Bersama 1951 dengan AS karena menurut dia perjanjian tersebut harus disesuaikan agar responsif terhadap situasi geopolitik saat ini. Menurut Marcos, kondisi saat perjanjian itu ditulis sangat berbeda dari kondisi saat ini ketika China telah menjadi sangat dominan di Asia, sedangkan AS sudah tidak sekuat dulu.

Filipina dan China terlibat konfrontasi maritim belakangan ini. Pada 23 April, sebuah kapal penjaga pantai China memblokir dan hampir bertabrakan dengan kapal penjaga pantai Filipina yang sedang berpatroli di dekat Second Thomas Shoal, yang dikuasai Manila di perairan yang diperebutkan.

Manila mengatakan manuver berbahaya serupa juga terjadi di sekitar perairan tersebut pada 19 April. AS menyatakan dukungannya terhadap Filipina untuk melawan pelanggaran yang terus dilakukan China atas kebebasan berlayar di Laut China Selatan. AS juga menegaskan kembali bahwa serangan bersenjata terhadap angkatan bersenjata dan kapal Filipina di Pasifik akan menimbulkan komitmen pertahanan bersama ke Manila.

 

Sumber: Kyodo-OANA

28
April

 

VOInews, Jakarta: Indonesia sebagai pemegang keketuaan KTT ASEAN terus berupaya menjembatani untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan pandangan dan posisi yang terjadi di Myanmar. Demikian disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi usai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo tentang persiapan penyelenggaraan KTT ASEAN di Istana Kepresidenan Jakarta Kamis.

Retno Marsudi mengatakan konflik yang terjadi di Myanmar memang tidak mudah, namun Indonesia selaku pemegang keketuaan ASEAN akan terus mencoba membangun komunikasi. Retno Marsudi mengungkapkan upaya komunikasi yang dibangun Indonesia dalam keketuaan di ASEAN antara lain melakukan komunikasi dengan pihak militer Myanmar dengan National Unity Government of Myanmar (NUG) maupun dengan Etnic Armed Groups serta dengan beberapa partai politik yang ada di sana.(antara)