04
March

 

VOInews.id- Parlemen Pakistan pada Minggu (3/3) memilih Shehbaz Sharif sebagai perdana menteri ke-24 negara itu untuk masa jabatan kedua, tiga pekan setelah pemungutan suara nasional pada 8 Februari. Shehbaz, yang merupakan adik dari perdana menteri tiga kali, Nawaz Sharif, sekaligus presiden dari partainya Liga Muslim Pakistan-Nawaz (PML-N), meraih 201 suara di majelis rendah Majelis Nasional, 32 suara lebih tinggi dari jumlah yang dibutuhkan untuk mayoritas sederhana.

 

Shehbaz mengalahkan pesaingnya, Omer Ayub Khan dari Partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI), partainya mantan perdana menteri Imran Khan yang dipenjara, yang memperoleh 92 suara. Partai kiri tengah Partai Rakyat Pakistan dan beberapa partai regional juga memilih Shehbaz. Jamiat Ulema Islam, sebuah partai politik keagamaan arus utama yang dipimpin mantan pemimpin oposisi Maulana Fazl-ur-Rahman dan seorang anggota parlemen dari provinsi barat daya Balochistan, tidak ikut serta dalam pemungutan suara. Seorang kandidat membutuhkan 169 suara di dewan yang terdiri dari 336 anggota untuk meraih jabatan dengan mayoritas sederhana.

 

Sharif junior diperkirakan akan mengambil sumpah jabatan pada Senin. Anggota parlemen PML(N) menggebrak meja dan meneriakkan "Sher, Sher" (singa, singa), yang merupakan simbol pemilu partai tersebut, saat Ketua Parlemen Ayaz Sadiq mengumumkan hasilnya. Sementara itu, anggota parlemen dari PTI, yang beberapa di antaranya membawa foto Imran Khan, berkumpul di depan meja ketua dan meneriakkan slogan-slogan menentang perdana menteri yang baru terpilih dan koalisi yang berkuasa sepanjang pidato pengukuhannya.

 

Pakistan menyelenggarakan pemilu pada 8 Februari, yang diwarnai dengan aksi kekerasan dan tuduhan kecurangan. Meskipun beberapa kandidat independen yang didukung PTI mendapatkan lebih banyak kursi dalam pemilihan umum, mereka tidak dapat membentuk aliansi, sehingga memungkinkan koalisi yang dipimpin PML(N) membentuk pemerintahan untuk masa jabatan lima tahun.

 

Antara

04
March

 

VOInews.id- Amerika Serikat mengatakan pihaknya telah mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza lewat udara untuk pertama kalinya dengan menerjunkan lebih dari 30.000 makanan menggunakan pesawat militer. “Komando Pusat AS dan Angkatan Udara Kerajaan Yordania melakukan pengiriman bantuan kemanusiaan bersama ke Gaza lewat udara pada 2 Maret 2024, antara pukul 15.00 dan 17.00 (waktu Gaza) untuk memberikan bantuan penting kepada warga sipil yang terkena dampak konflik yang sedang berlangsung,” kata CENTCOM dalam sebuah pernyataan. “C-130 AS menerjunkan lebih dari 38.000 makanan di sepanjang garis pantai Gaza yang memungkinkan akses warga sipil terhadap bantuan penting tersebut,” katanya. “Kami sedang melakukan perencanaan untuk misi pengiriman bantuan udara lanjutan. Pengiriman bantuan melalui udara ini adalah bagian dari upaya berkelanjutan untuk mengirimkan lebih banyak bantuan ke Gaza, termasuk dengan memperluas aliran bantuan melalui koridor dan rute darat,” kata CENTCOM.

 

Menurut beberapa laporan, pengiriman bantuan lewat udara ini dilaksanakan di kota Rafah, Gaza dekat perbatasan dengan Mesir, dan lebih banyak bantuan lewat udara akan dikirimkan dalam beberapa hari ke depan. Sebelumnya, Presiden Joe Biden pada Jumat mengumumkan bahwa AS akan mulai menerjunkan bantuan kemanusiaan ke Gaza di sepanjang Yordania dan negara-negara lain. Dia juga mengatakan AS akan berusaha membuka jalan lain ke Gaza, termasuk kemungkinan koridor laut untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan dalam jumlah besar.

 

Selain itu, untuk memperluas pengiriman melalui darat, Biden mengatakan AS akan memaksa Israel memfasilitasi lebih banyak truk dan rute ke wilayah kantung yang terkepung itu. Bantuan lewat udara tersebut dilakukan dua hari setelah pasukan Israel menembaki kerumunan warga Palestina yang menunggu bantuan kemanusiaan di bundaran Al Nabulsi di Jalan Al Rashid, sebuah jalan pantai utama di sebelah barat Kota Gaza di Gaza utara, yang menewaskan lebih dari 100 orang dan melukai lebih dari 760 orang.

 

Sumber: Anadolu

04
March

 

VOInews.id- Paus Fransiskus menyerukan upaya untuk mencapai gencatan senjata di Gaza dengan mengatakan, “Tolong, cukup,” pada Minggu (3/3). “Dalam hati saya merasa sedih atas penderitaan rakyat Palestina dan Israel,” kata Paus dalam pesan Angelus mingguannya. Ia meminta diakhirinya konflik, dan mengatakan bahwa kehancuran yang sangat besar menyebabkan penderitaan dan mempunyai konsekuensi yang mengerikan bagi kelompok kecil dan tidak berdaya.

 

“Benarkah ini rencana kita untuk membangun dunia yang lebih baik? Berhenti, Cukup,” ujar dia menambahkan. Dia juga menegaskan kembali keinginannya untuk pembebasan sandera dan meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Setidaknya 30.410 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas di Gaza, dan 71.700 lainnya terluka akibat kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok. Israel juga telah memberlakukan blokade yang melumpuhkan di Gaza, menyebabkan penduduknya, terutama penduduk di wilayah utara tempat penembakan hari Kamis (29/2) berada di ambang kelaparan.

 

Serangan Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza terpaksa mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah kantong tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB. Israel dituntut karena melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Putusan sela pada Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

 

Sumber: Anadolu

26
February

 

VOInews.id- Lebih dari 10.000 kasus kolera terdeteksi di tengah perang saudara di Sudan, kata Menteri Kesehatan Sudan Mohammed Ibrahim. Ibrahim mengatakan kasus kolera dilaporkan di 12 dari 18 negara bagian dan jumlahnya sudah mencapai 10.800 kasus. Menkes menambahkan bahwa kampanye vaksinasi kolera sudah bergulir sejak November dan Desember lalu, tetapi karena masalah keamanan maka wabah tersebut belum dapat teratasi. “Kami berharap tidak menemukan kasus baru pada musim gugur ini,” katanya. Akibat konflik yang masih berlangsung di Sudan, sebanyak 70-80 persen rumah sakit tidak dapat beroperasi sepenuhnya.

 

Pada September lalu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan kasus kolera dan demam berdarah dilaporkan di wilayah timur Sudan. Sudan terperosok dalam pertempuran antara militer yang dipimpin kepala Dewan Kedaulatan Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) sejak April. Konflik tersebut telah menewaskan 5.000 orang dan menyebabkan lebih dari 5,2 juta orang mengungsi, menurut data PBB. Sejumlah kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Arab Saudi dan Amerika Serikat gagal mengakhiri kekerasan di negara tersebut.

 

Antara

Page 21 of 1156