21
February

 

VOInews.id - Program Pangan Dunia (WFP) pada Selasa mengumumkan bahwa mereka menunda pengiriman bantuan pangan ke Gaza utara karena alasan keamanan. "WFP menunda pengiriman bantuan pangan penting ke Gaza utara sampai kondisi di sana memungkinkan distribusi yang aman," kata program PBB itu dalam pernyataannya. WFP mengatakan keputusan itu diambil dengan sangat terpaksa, mengingat situasi di Gaza yang "sangat kritis". Penundaan bantuan juga membuat situasi di bagian barat wilayah kantong Palestina itu bakal "semakin parah dan lebih banyak orang terancam kelaparan".

 

Pada Minggu, pengiriman bantuan dilanjutkan setelah ditunda selama tiga pekan menyusul serangan Israel terhadap sebuah truk UNRWA dan tidak adanya sistem notifikasi kemanusiaan yang berfungsi. WFP mengatakan semula mereka akan mengirim 10 truk pengangkut makanan selama tujuh hari berturut-turut, tetapi pada Minggu, konvoi bantuan itu diserbu warga di dekat pintu pemeriksaan Wadi Gaza saat menuju Kota Gaza.

 

Disebutkan, pekerja bantuan harus menghalau orang-orang yang berusaha naik ke atas truk dan menghadapi risiko tertembak di Kota Gaza. Pada Senin, konvoi bantuan "mengalami serbuan dan kekerasan karena tidak adanya aturan ketertiban sipil". "Sejumlah truk dijarah antara Khan Younes dan Deir al Balah, sedangkan seorang sopir dipukul. Sisa tepung langsung dikeluarkan dari truk di Kota Gaza di tengah ketegangan dan kemarahan yang meledak," kata WFP dalam pernyataan itu. WFP mengaku "menyaksikan keputusasaan dalam tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya" selama dua hari terakhir. Mereka juga mengatakan bahwa laporan mereka pada Desember sudah memperingatkan risiko bencana kelaparan di Gaza utara pada Mei kecuali kondisi di sana segera dipulihkan.

 

Sebuah laporan dari UNICEF dan WFP pada Senin mengatakan bahwa situasi di Gaza utara "sangat ekstrem", di mana 15,6 persen anak-anak berusia kurang dari dua tahun mengalami gizi buruk yang akut. WFP mengatakan mereka akan berusaha melanjutkan pengiriman sesegera mungkin dan menyerukan agar "bantuan makanan yang jauh lebih banyak" bisa dikirim ke Gaza. Mereka juga meminta agar titik-titik perlintasan tambahan dibuka ke Gaza utara, sistem notifikasi kemanusiaan difungsikan kembali, jaringan komunikasi dinormalkan, dan adanya jaminan keamanan bagi pekerja dan mitra.

 

Sumber: Sputnik

20
February

 

VOInews.id- Uni Afrika melarang perdagangan kulit keledai yang menjadi tanda untuk mengakhiri pembantaian ratusan ribu keledai di seluruh Benua Afrika selama bertahun-tahun. Larangan itu disepakati dalam pertemuan kepala negara Uni Afrika pada 17-18 Februari di Addis Ababa, Ethiopia, dalam Sidang Biasa Majelis Uni Afrika ke-37 yang bertujuan untuk meratifikasi sejumlah mosi, termasuk larangan penjualan kulit keledai pekan lalu. Pada November, Komite Teknis Khusus Uni Afrika untuk Pertanian, Pembangunan Pedesaan, Perairan dan Lingkungan mengusulkan larangan tersebut. Selama dekade terakhir, populasi keledai di Benua Afrika “musnah” lantaran permintaan ejiao dari China.

 

Ejiao adalah gelatin yang digunakan dalam pengobatan tradisional China yang dibuat dari rebusan kulit keledai, menurut kelompok perlindungan hewan Brooke - Action for Working Horses and Donkeys. “Diyakini mempunyai khasiat kesehatan yang tidak signifikan, permintaan ejiao telah memusnahkan populasi keledai di China, sehingga mendorong industri ekspor besar-besaran ke negara lain yaitu Afrika dan Amerika Selatan,” katanya. Namun demikian, sekitar dua pertiga dari estimasi 53 juta keledai di seluruh dunia berada di Afrika. Masyarakat di komunitas pedesaan termiskin memanfaatkan keledai sebagai alat transportasi dan digunakan untuk membawa air, makanan dan barang lainnya.

 

Antara

19
February

 

VOInews.id- Pelapor Khusus PBB untuk Pembela Hak Asasi Manusia Mary Lawlor mengusulkan pemberlakuan “embargo senjata” terhadap Israel sebagai respons atas serangan di Jalur Gaza. “Kita harus membiarkan bantuan kemanusiaan masuk ke sana dan harus ada pula embargo senjata,” ujar Lawlor tentang situasi di Gaza, pelanggaran HAM, dan langkah-langkah yang harus diambil untuk menghentikan pengeboman Israel.

 

“Dalam pandangan saya, negara mana pun yang memicu konflik ini dengan memasok senjata ke Israel harus berhenti melakukannya, karena Israel tidak memahami tindakannya saat ini,” kata dia. Lawlor mengatakan bahwa dia telah memantau dengan cermat situasi di Gaza sejak 7 Oktober dan bahwa ada orang-orang yang “kelelahan, terkepung dan tidak berdaya” di Gaza. Dia berpendapat situasi di sana sangat mengerikan, warga Gaza berkali-kali diminta pergi ke tempat yang aman dan mereka berakhir di Kota Rafah.

 

"Sekarang orang-orang itu diminta pergi ke tempat lain dan mereka tidak punya tempat tujuan," katanya, seraya menambahkan bahwa mereka juga tidak memiliki cukup makanan dan obat-obatan. Separuh penduduk Gaza saat ini tinggal di Rafah, katanya. "Bagaimana Anda bisa membenarkan pembunuhan perempuan dan ibu yang memiliki banyak anak?’’ kata dia.

 

Tentang perkembangan di Rafah, Lawlor mengatakan perlu ada kepastian soal gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan harus diizinkan masuk ke Gaza. “Secara teknis, Israel sebagai kekuatan pendudukan tidak seharusnya melancarkan perang terhadap wilayah yang didudukinya,” kata Lawlor. Dia menyoroti bahwa meskipun dunia menyadari apa yang terjadi di Gaza, negara-negara lain tidak mampu atau tidak mau melakukan intervensi. Lawlor mengatakan bahwa menghentikan pendanaan bagi UNRWA, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurusi pengungsi Palestina, adalah hal yang gila karena hanya UNRWA yang melayani warga Gaza, sekolah, dan rumah sakit di wilayah kantong Palestina itu.

 

“Penyelidikan atas tuduhan terhadap UNRWA sedang berlangsung. Orang-orang (Gaza) yang putus asa itu tidak boleh dibiarkan menjadi korban politik antarnegara,” katanya. Israel menuduh staf UNRWA tersebut terlibat dalam serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober. Situasi di Gaza saat ini sedang diperiksa oleh Mahkamah Internasional, dan Lawlor menekankan bahwa pengadilan PBB akan memutuskan situasi di Gaza. “Entah (keputusan) itu genosida atau tidak, tapi saya katakan ada risiko genosida (di Gaza),” katanya. Dia mengatakan negara-negara seperti AS, Inggris, dan Uni Eropa, yang punya pengaruh ke Israel, memiliki peran sangat penting. Mereka memikul tanggung jawab besar untuk menghentikan perang Israel di Gaza Jika negara-negara itu memilih abstain atau memveto resolusi di Dewan Keamanan PBB, "Bagi saya, itu tidak bisa dimaafkan," kata dia.

 

Sumber: Anadolu

19
February

 

VOInews.id- Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh, Minggu, mendesak agar kesepakatan dapat tercapai "sesegera mungkin" antara kelompok perjuangan Palestina dengan Israel dan menekankan Solusi Dua Negara dapat segera dilaksanakan. Shtayyeh saat berbicara dalam Konferensi Keamanan Munich di Jerman mengatakan: "Semua mata kita berfokus pada penderitaan rakyat Palestina baik di Gaza maupun Tepi Barat". PM Palestina menilai pembicaraan mengenai solusi dua negara perlu beralih menjadi penerapan. Dia menambahkan gencatan senjata perlu segera dilakukan dan lebih lanjut untuk memungkinkan bantuan internasional masuk ke Gaza.

 

Shtayyeh menekankan Palestina ingin melihat pembebasan semua sandera dan ingin mencapai kesepakatan. "...dibuat sesegera mungkin karena setiap hari yang tertunda, artinya lebih banyak pembunuhan, itu berarti lebih banyak penderitaan dan lebih banyak bencana bagi masyarakat," tegas Shtayyeh. "Kita tidak boleh membiarkan lingkaran kekerasan terulang kembali," tegas Shtayyeh. Konferensi Keamanan Munich berakhir pada Minggu dengan pidato para pemimpin dan pembicaraan tingkat tinggi mengenai tantangan keamanan di seluruh dunia, terutama mengenai perang di Ukraina dan serangan Israel ke Jalur Gaza.

 

Sumber: Anadolu

Page 24 of 1156