Jakarta (voinews.id) : Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menggaris bawahi pentingnya menjadikan kerja sama maritim sebagai masa depan yang menyatukan ASEAN dengan negara-negara mitra.
“Kerja sama maritim harus menjadi masa depan yang menyatukan kita dengan mitra, bukan malah memisahkan,” ujar Retno pada Pertemuan Dewan Politik Keamanan ASEAN ke-25, Kamis (10/11) di Phnom Penh, Kamboja.
Kepentingan peningkatan kerja sama maritim ASEAN dengan mitra menjadi latar dari rekomendasi Indonesia untuk pembentukan ASEAN Maritime Outlook (AMO). Menlu RI mengatakan AMO akan membuka kerja sama yang lebih luas dalam hubungan dengan mitra.
“Kita mengetahui potensi besar kontribusi kerja sama maritim untuk kesejahteraan di Indo-Pasifik,” katanya.
Sebagaimana diketahui, isu maritim sering hanya didekati dari perspektif keamanan secara sempit. Sementara potensi kerja sama maritim, terutama di Indo-Pasifik sangatlah besar.
Dengan potensi besar inilah, maka ASEAN memasukkan kerja sama maritim sebagai salah satu prioritas ASEAN Outlook on the Indo-Pacific.
Tahun depan, Indonesia akan memegang keketuaan ASEAN. Isu kerja sama maritim akan menjadi salah satu prioritas dan akan mendorong kerja sama praktis dan konkret antara ASEAN dan negara mitra wicara.
Selain isu maritim, Menlu RI dalam Pertemuan APSC juga menekankan pentingnya visi yang progresif mengenai hak asasi manusia. Menlu mengajak ASEAN untuk pengarusutamaan HAM di ketiga pilar kerja sama ASEAN. Menlu mengusulkan adanya dialog HAM ASEAN yang dilakukan secara reguler.
Dialog tersebut dapat menyertakan semua pemangku kepentingan dan pentingnya ASEAN memperkuat mandat perlindungan badan HAM ASEAN atau ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR).
Dalam pertemuan APSC ini, Indonesia juga diwakili oleh Menteri Koordinator Polhukam RI yang mengangkat isu penyelundupan manusia, Laut China Selatan, serta dinamika di kawasan dan dunia. Menkopolhukam sampaikan agar penanganan ketiga tersebut dilakukan secara komprehensif melalui mekanisme ASEAN.
Pertemuan 25th APSC telah mendengarkan laporan Sekretariat ASEAN atas perkembangan implementasi Cetak Biru Pilar Polkam. Hingga saat ini tercatat 290 dari 295 action lines telah diselesaikan di Pilar Polkam.
25th APSC dilaksanakan sebagai bagian dari persiapan pelaksanaan KTT ke-40 dan ke-41 ASEAN untuk melihat implementasi dan potensi sinergi berbagai kerja sama di Pilar Politik-Keamanan ASEAN. (Kemlu)
Jakarta (voinews.id) : Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan Indonesia mendapatkan apresiasi saat menyampaikan laporan pemajuan dan perlindungan HAM dalam Universal Periodic Review (UPR) ke-4 di Dewan HAM PBB, Jenewa.
“Misalnya dalam hal komitmen untuk terus memajukan pencapaian, memperluas akses kesehatan dan pendidikan, penghapusan kekerasan terhadap perempuan, hingga dalam upaya merevisi kitab undang-undang hukum pidana,” kata Yasonna dalam keterangan yang disampaikan secara virtual di Jenewa, Rabu (9/11).
Dalam forum UPR, Indonesia juga mencatat sejumlah rekomendasi yang disampaikan negara-negara peserta lainnya.
“Diantaranya isu hukuman mati, isu ratifikasi opsional protokol konvensi anti penyiksaan, revisi kitab undang-undang hukum pidana, isu kebebasan beragama dan berekspresi, isu perlindungan terhadap hak wanita anak dan disabilitas, serta isu Papua,” kata Yasonna.
Meskipun demikian, Yasonna menilai, Indonesia menerima kritik dan rekomendasi yang disampaikan, dan akan melakukan koreksi demi meningkatkan pemajuan dan perlindungan HAM di dalam negeri.
“Karena bagaimanapun tidak ada negara yang sungguh-sungguh sempurna dalam pencapaian pembangunan HAM, bahkan negara-negara Eropa dan Amerika,” katanya.
Lebih lanjut Yasonna Laoly yang menjadi ketua delegasi Indonesia dalam UPR ke-4 mengatakan Indonesia akan mengkonsultasikan seluruh rekomendasi yang diterima sebelum diputuskan untuk didukung atau dicatat.
Sebelumnya, dalam UPR ke-3 tahun 2017, Indonesia memutuskan mendukung 167 dari total 225 rekomendasi yang disampaikan. Yasonna Laloly menegaskan pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus berupaya mencapai tujuan pembangunan nasional, termasuk pembangunan di bidang HAM.
Selain Indonesia, pada persidangan UPR bulan November 2022 ini, terdapat 13 negara lainnya yang juga melakukan presentasi UPR yaitu Aljazair, Afrika Selatan, Brazil, Belanda, Bahrain, Ecuador, Finlandia, Filipina, India, Inggris, Maroko, Polandia dan Tunisia. (Ndy)
Jakarta (voinews.id) : Indonesia hadir dalam Universal Periodic Review (UPR) ke-4 di Dewan HAM PBB, Jenewa. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dengan didampingi Wakil Tetap RI-Jenewa Duta Besar Febrian Ruddyard.
“Dalam dialog hari ini telah kami sampaikan berbagai kondisi pembangunan di bidang HAM selama 5 tahun terakhir,” kata Yasonna dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (9/11), di Jenewa.
Hal-hal yang disampaikan oleh delegasi Indonesia diantaranya tindak lanjut pemenuhan HAM sesuai dengan 167 rekomendasi yang diterima pada UPR sebelumnya. Selain itu delegasi Indonesia juga menyampaikan sitiasi khusus dan tidak mudah yang dihadapi Indonesia sebagai dampak pandemi.
“Bagaimana pemerintah berupaya keras menciptakan keseimbangan antara pemenuhan hak hidup, hak pendidikan, hak atas kesehatan, dan keselamatan masyarakat, dan keberlangsungan akses ekonomi dan kehidupan,” kata Yasonna.
Hal lain yang juga disampaikan adalah mengenai perkembangan bidang perundang-undangan dan peraturan serta dinamika penegakan hukum di Indonesia.
“Serta tentunya kehidupan demokrasi dan good governance, penegakan rule of law, peran serta masyarakat sipil yang kian dinamis, serta engagement Indonesia pada tingkat internasional,” sambung Yasonna.
Yasonna Laoly juga menggaris bawahi keberhasilan Indonesia dalam mempromosikan dan melindungi HAM. Menurutnya keberhasilan itu sangat terkait dengan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Ia mengatakan pencapaian pemenuhan HAM selama 5 tahun terakhir di Indonesia tidak terlepas dari komitmen pemerintah Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan sejahtera.
“Melalui pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas perbaikan regulasi serta reformasi struktural serta percepatan pembangunan infrastruktur agar seluruh rakyat dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga pulau Rote, dapat menikmati kualitas hidup yang sama,” tegasnya.
Universal Periodic Review (UPR) untuk ke-4 kalinya di Dewan HAM PBB pada 9 – 11 November 2022. Mekanisme UPR merupakan forum yang mengedepankan dialog dan kerja sama yang bertujuan untuk peningkatan kapasitas negara-negara anggota PBB dalam melaksanakan komitmen kemajuan dan perlindungan HAM, sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB 60/251 tahun 2006.