Iran kembali dilanda unjuk rasa. Rakyat turun ke jalan di Teheran dan berbagai kota lainnya. Unjuk rasa yang diwarnai tindakan pengrusakan fasilitas umum dipicu oleh keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak. Diberitakan, dalam unjuk rasa yang mulai 3 hari lalu, telah timbul lebih dari 10 orang korban. Selain menurunkan aparat keamanan, Pemerintah Iran juga menutup jaringan internet nasional di hampir seluruh wilayah negara. Sedikitnya 100 demonstran telah ditangkap aparat keamanan.
Unjuk rasa yang luas di Iran bukan baru sekali terjadi. Kesulitan ekonomi yang melanda masyarakat menengah dan bawah, sebelumnya juga sudah mendorong terjadinya unjuk rasa. Di tengah situasi ekonomi yang sulit itu, Presiden Iran Hassan Rouhani mengambil keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak. Keputusan itu sesungguhnya merupakan pilihan sulit. Namun pemerintah terpaksa melakukannya Alasan utamanya adalah demi mengatasi persoalan ekonomi negara itu. Akibat diberlakukannya sanksi Amerika Serikat, Iran tidak lagi dapat mengekspor minyak. Padahal ekspor minyak adalah andalan pemerintah untuk menopang dan mempertahankan ekonomi negara.
Kebijakan Presiden Iran yang didukung Ayatullah Ali Khamenei segera menyulut unjuk rasa sebagai bentuk penolakan. Naiknya harga BBM sekitar 50 persen itu memang sangat tidak populer. Padahal Presiden Rouhanni telah menyatakan bahwa hasil penjualan minyak dalam negeri itu akan digunakan untuk mensubsidi rakyat miskin.
Kondisi terakhir di Iran yang digoncang unjuk rasa besar besaran ini juga menandai semakin buruknya hubungan Teheran dengan Washington. Teheran menuduh Washington mendukung aksi unjuk rasa. Tuduhan itu memang beralasan. Di Washington Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo bahkan dengan jelas menyatakan bahwa pemerintah Amerika Serikat berada bersama para pengunjuk rasa. Pompeo menuduh pemerintah Iran menggunakan kekerasan menghadapi para pengunjuk rasa.
Unjuk rasa yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa di Teheran, telah memunculkan terjadinya perselisihan baru antara Iran dan Amerika Serikat. Kondisi ini tentu menyebabkan semakin sulitnya upaya untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi ketegangan antara kedua negara. Sebelumnya pemerintah Teheran berhasil meredam unjuk rasa yang juga dipicu oleh memburuknya ekonomi akibat sanksi Amerika Serikat. Bagaimana dengan kali ini, masih ditunggu perkembangan selanjutnya.
Kebijakan Energi Terbarukan (Renewable Energi Directive/RED) II, dan Implementasi Peraturan (Delegated Regulation/DR) yang diberlakukan Uni Eropa terhadap produk minyak kelapa sawit merupakan langkah diskriminatif yang merugikan negara-negara produsen minyak kelapa sawit terutama Indonesia dan Malaysia. Kebijakan itu telah menyebabkan ekspor produk minyak kelapa sawit Indonesia ke Uni Eropa mengalami penurunan. Demikian dikatakan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto kepada wartawan pada Pertemuan Kedua Tingkat Menteri Negara-Negara Produsen Minyak Kelapa Sawit yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia Senin (18/11). Menurut Airlangga, saat ini terlihat ada persaingan antara negara-negara penghasil minyak sayur (vegetable oil) dengan minyak kelapa sawit. Untuk itu, Indonesia dan Malaysia akan berkonsultasi dalam menghadapi kampanye negatif Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“ Jadi sebetulnya kita harus melihat ini, ada persaingan vegetable oil yang lainnya dengan palm oil. Tadi sudah jelas kalau soyabeankan produksi oilnya jauh lebih kecil di bawah 30 persen dibandingkan dengan produksi kelapa sawit. Terkait menghadapi kampanye negatif dan juga legislasi yang sudah diketok di Uni Eropa, Indonesia dan Malaysia akan berkonsultasi dan berkomunikasi dalam menghadapi kasus ini di WTO “.
Uni Eropa untuk menghentikan penggunaan bahan bakar transportasi berbasis kelapa sawit juga telah menurunkan pendapatan Malaysia dari sektor ini. Maka menurut Airlangga akan lebih baik apabila Indonesia dan Malaysia secara bersama-sama memperdebatkan kasus ini di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). (voi/dp)
Trio panjat tebing Indonesia yaitu Aries Susanti Rahayu, Alfian M Fajri dan Aspar Jaeololo kini tengah bersiap menghadapi pra kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020 cabang panjat tebing yang akan dihelat di Toulouse Perancis pada 25 November mendatang. Manajer timnas panjat tebing Indonesia Pristiawan Buntoro berharap Indonesia dapat membidik minimal satu tiket terlebih dahulu. Namun jika seandainya gagal, masih akan ada kesempatan kedua di ajang pra kualifikasi lainnya di Tokyo pada bulan Mei tahun depan.
“ Target kita lolos kualifikasi. Kalau tidak lolos di Toulouse masih ada di Mei 2020 di Jepang. Insya Allah di Toulouse kita bisa dapat satu dari target dua “.
Pristiawan menambahkan, nomor combined yang dipertandingkan di Olimpiade Tokyo adalah nomor baru yang merupakan gabungan dari tiga nomor klasik yang ada di panjat tebing yaitu speed, lead dan juga boulder. Persoalan pun muncul sebab nomor combined akan menyulitkan para pemanjat tebing dunia untuk meraih tiket Olimpiade karena selama ini mereka terspesialisasi dalam tiga nomor yang ada. Bagi Pristiawan tak ada satu pun atlet panjat tebing dunia yang mampu menjadi yang terbaik di tiga nomor sekaligus.
“ Combined memang Olympic 2020 ini buat sport climbing memang bermasalah. Dua nomor combined ini. Seluruh dunia ngomong ini. Maksudnya, kans pemanjat-pemanjat topnya speed dengan sistem yang combined sekarang ini, maka pemanjat-pemanjat speed terbaik dunia terancam tidak akan lolos di 2020 “.
Indonesia yang menumpukan kekuatan utama di nomor speed akan berharap pada sosok Aries Susanti Rahayu dan juga Alfian M Fajri yang kini berada di ranking 3 besar dunia nomor speed. Bagi Aries, tahun ini bahkan menjadi pencapaian yang luar biasa karena dirinya berhasil memecahkan rekor dunia Speed World Record pada 19 Oktober lalu di seri kejuaraan dunia yang berlangsung di Xiamen Tiongkok. Aries yang mencatatkan rekor 6,995 detik mematahkan rekor sebelumnya yang dicetak Yi Lin Song yang membukukan catatan waktu 7,101 detik. Aries bahkan menjadi pemanjat tebing wanita pertama di dunia yang menembus catatan rekor di bawah tujuh detik. Rosihan Anwar RRI.
Pertemuan Kedua tingkat Menteri Negara-Negara Produsen Minyak Kelapa Sawit yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia pada Senin (18/11) merekomendasikan beberapa tindakan untuk ditindaklanjuti. Salah satunya adalah terus mempromosikan dan memperluas konsumsi bahan bakar bio (biofuel) guna menyerap lebih banyak minyak sawit mentah (CPO) di pasar global, termasuk melalui upaya Indonesia dalam melaksanakan program B30 pada bulan Desember mendatang. Wakil dari Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan negara-negara peserta pertemuan sepakat untuk meningkatkan kerjasama membangun strategi untuk meningkatkan harga minyak kelapa sawit. Dikatakannya kebijakan Indonesia dalam menjalankan program bahan bakar bio-20 (B20) berhasil mendorong kenaikan harga minyak kelapa sawit dunia.
“ Beberapa hasil daripada pertemuan yaitu pertama adalah negara-negara penghasil kelapa sawit untuk meningkatkan kerjasama untuk membangun strategi untuk memperbaiki harga yang lebih baik. Diakui oleh Professor James Fry dan Paganini telah terjadi kenaikan harga diakhir tahun ini disebabkan kebijakan Indonesia menerapkan B20 dan akan meningkatkannya menjadi B30, dan harga kelapa sawit sudah diatas 600 (dolar AS per ton-red), jadi langkahnya itu betul-betul diapresiasi yang lain “.
Menteri Hartarto menambahkan dalam pertemuan tersebut, Malaysia juga menyampaikan komitmennya untuk melakukan B20 di tahun 2020. Sementara Thailand berkomitment untuk meningkatan program B7 menjadi B10. Dikatakannya kebijakan itu diharapkan akan diikuti oleh negara-negara lain penghasil minyak kelapa sawit, dan apabila memungkinkan mereka dapat mempercepat penggunaan bahan bakar bio, B30. Menurutnya tinggal masalah waktu, anggota negara-negara Produsen Minyak Kelapa Sawit (CPOPC) akan dapat mengikuti Indonesia dalam menerapkan program B20 bahkan 30. (voi/dp)