Daniel

Daniel

15
July

 

Indonesia siap memenuhi kebutuhan cangkang sawit dan pelet kayu Jepang dalam mengimplementasikan energi terbarukan melalui biomassa dengan memenuhi standar yang ditetapkan Jepang. Hal itu dikatakan Pelaksana Tugas- Plt Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina saat web seminar, Selasa. Untuk itu Konsulat Jenderal Kedutaan Besar RI-KBRI Osaka, Indonesia Trade Promotion Center ITPC Osaka, Atase Perdagangan Tokyo, menggelar web seminar bertajuk “Indonesia-Japan Market Access Workshop Renewable Energy” yang menghadirkan para pelaku usaha dari Jepang untuk memaparkan standar cangkang sawit dan pelet kayu yang dibutuhkan Jepang.

Dengan demikian, Srie mengatakan, peluang pasar produk biomassa yang bahan bakunya dibutuhkan dari Indonesia bisa diproduksi sesuai kebutuhan negara Jepang. Srie memaparkan Pemerintah Jepang menargetkan untuk memproduksi listrik sebesar 1.065 Terawatt hour (TWh) yang dituangkan dalam bauran energi 2030, di mana 3,7-4,6 persen di antaranya akan ditargetkan berasal dari biomassa. Antara

15
July

 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan, tim pemburu koruptor akan segera dibentuk, dengan menampung masukan-masukan dari masyarakat. Hal itu dikatakan Mahfud, dalam video yang dikutip dari akun instagramnya @mohmahfudmd, seperti dikutip dari Antara, di Jakarta, Selasa. Menurut dia, keputusan Menko Polhukam tentang pengaktifan kembali tim pemburu koruptor, pemburu aset, pemburu tersangka, pemburu terpidana dalam tindak pidana yang melarikan diri atau yang bersembunyi, atau yang disembunyikan sekarang terus berproses.

Institusi yang dilibatkan dalam tim pemburu koruptor itu, menurut Mahfud, yaitu Kejaksaan Agung, Kepolisian RI-Polri, Kemenkumham, Kemendagri, dan departemen teknis lainnya. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menegaskan, tim pemburu koruptor tidak akan mengambil tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena KPK itu adalah lembaga tersendiri. Antara

16
July

Deputi III Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG) Myrna Safitri mengatakan hingga Juni 2020 lembaga tersebut telah memiliki sebanyak 525 Desa Peduli Gambut, yang bertujuan untuk membantu pemulihan ekosistem gambut di berbagai provinsi.

Myrna Safitri saat diskusi virtual tentang "Tata Kelola Kampung Dalam Ekosistem Gambut" yang di pantau di Jakarta, Senin mengatakan, program Desa Peduli Gambut telah mendampingi 12 kampung di Provinsi Papua sejak tahun 2017.

Dikatakannya, khusus di Papua, Kampung Kaliki yang terletak di Kabupaten Merauke merupakan pionir atau pelopor Desa Peduli Gambut di Tanah Papua sejak 2017 yang kemudian dilanjutkan oleh kemitraan pada tahun selanjutnya.

Myrna Safitri  mengungkapkan, Desa Peduli Gambut juga terdapat di provinsi lain yaitu 123 desa di Riau, Jambi 44 desa, 73 desa di Sumatera Selatan, 90 desa di Kalimantan Barat, 147 desa di Kalimantan Tengah dan 37 desa di Kalimantan Selatan.

Ia mengatakan Program Desa Peduli Gambut tersebut menempatkan desa atau kampung di dalam suatu lanskap ekosistem yang disebut hidrologis gambut. Di dalamnya memerlukan adanya kerja sama dalam upaya penyelamatan lingkungan termasuk kerja sama untuk membangun sosial ekonomi pedesaan. Kerja sama tersebut diwadahi dalam satu nomenklatur yang disebut dengan kawasan perdesaan.

Ia mengatakan secara umum tujuan dari Desa Peduli Gambut tersebut adalah untuk membantu dan memfasilitasi desa agar bisa meningkatkan status yang diukur oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melalui indeks desa membangun. Maka, intervensi yang di lakukan bersama-sama dalam program Desa Peduli Gambut ialah agar ada peningkatan indeks desa membangun.

Salah satu hal yang dilakukan dalam program Desa Peduli Gambut tersebut ialah menempatkan kearifan dan pengetahuan lokal sebagai sebuah modal penting dalam upaya pelestarian lingkungan dan pengembangan ekonomi. Selain itu masyarakat desa dilatih siap siaga dalam menghadapi bencana kebakaran gambut.

15
July


Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (kemenparekraf) menggelar acara Training of Trainer Pendampingan Desa Wisata untuk meningkatkan kualitas pengelola dan masyarakat di desa wisata bagi dosen perguruan tinggi.

Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia Pariwisata kemenparekraf, Wisnu Bawa Tarunajaya dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (12/7) menjelaskan, program pelatihan bagi Pendamping Desa Wisata pada 9-11 Juli 2020 merupakan salah satu program yang dikembangkan oleh Kemenparekraf dalam upaya mempercepat laju perekonomian di sektor pariwisata, yang tidak hanya berorientasi pada lingkungan perkotaan tetapi juga pedesaan.

Pelatihan pendampingan ini selain sebagai satu bentuk penerapan kebijakan dari pemerintah juga sebagai salah bentuk kepedulian Kemenparekraf untuk mengembangkan desa melalui pendampingan yang terarah, terukur, dan dapat dimonitor pergerakannya dengan baik dan mengacu pada konsep keberlanjutan.

Selain itu, Kemenparekraf bekerja sama dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan perguruan tinggi membuat Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Wisata Berbasis Pendampingan untuk mengimplementasikan salah satu peran dari Tridharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat.

Wisnu Bawa menjelaskan, program kerja sama sudah dilakukan sejak 2019 yang diikuti oleh 55 perguruan tinggi dan tahun ini diikuti oleh 109 perguruan tinggi yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.

Program Pelatihan Pendamping Desa Wisata tahun ini tidak hanya pada tataran pemahaman dasar tentang sadar wisata dan desa wisata, tetapi juga memperkenalkan protokol baru terkait sektor pariwisata di era normal baru, yaitu kebersihan, kesehatan dan keamanan lingkungan di desa wisata.

Dalam kegiatan Pengembangan Desa Wisata, peserta diberikan pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi diri salah satunya dengan melakukan pengembangan produk pariwisata di desa wisata berupa mengeksplorasi, mengemas dan mempresentasikan. Sehingga dalam pengembangan desa wisata masyarakat diharapkan memiliki keunikan, ciri khas berbasis kearifan lokal.

Penerapan konsep program pendampingan ini dibuat sebagai penggerak bagi desa yang menginginkan desanya dikembangkan menjadi desa wisata yang perlu dibantu dalam peningkatan kompetensi ketrampilam dalam hal pariwisata, pelayanan prima, pengembangan diri, kepemimpinan, manajemen, dan teknologi informasi.