(voinews) - Presiden Joko Widodo mendorong pembantu-pembantunya agar mempercepat pemberian vaksinasi Covid-19 penguat bagi masyarakat. Untuk itu, pemerintah akan mewajibkan vaksinasi penguat sebagai syarat dalam sejumlah kegiatan masyarakat. Percepatan pemberian vaksin penguat bertujuan melindungi masyarakat, kalau terkena jangan sampai masuk rumah sakit, dan jangan sampai wafat. Hal ini disampaikan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (18/7).
Permintaan Presiden Joko Widodo menjadi salah satu hal yang dibahas dalam rapat terbatas. Selain bagi masyarakat umum, Presiden Joko Widodo juga mengarahkan agar vaksinasi penguat diberikan kepada para jamaah haji yang baru pulang dari Arab Saudi. Dia meminta agar para jamaah divaksinasi saat berada di asrama haji sebelum pulang ke rumahnya masing-masing.
Masyarakat Indonesia tentu harus mendukung pelaksanaan vaksinasi penguat ini. Bukan hanya untuk kesehatan individu, tetapi juga untuk lingkungannya, yang pada akhirnya akan membuat Indonesia cepat bangkit dan pemulihan ekonomi segera tercapai. Perlu disadari bahwa pandemi Covid-19 masih berlangsung. Kesadaran harus diwujudkan dengan mendukung pelaksanaan vaksinasi penguat.
Kepatuhan melaksanakan himbauan pemerintah, juga menjadi kunci keberhasilan untuk mencegah peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri sudah mengeluarkan surat edaran tentang vaksinasi dosis ketiga atau booster sebagai syarat memasuki pusat perbelanjaan dan area publik lainnya. Kebijakan ini berlaku sejak 17 Juli 2022.
Yang harus dipahami oleh masyarakat Indonesia ialah persyaratan sudah mendapat vaksinasi penguat bukan merupakan pembatasan. Tetapi, upaya untuk meningkatkan imunitas. Mengutip penjelasan Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro, dua kali suntikan vaksin Covid-19 belum cukup untuk mempertahankan antibodi dalam tubuh yang diperlukan saat ini. Dalam keterangannya yang disampaikan melalui youtube Sekretariat Presiden pada 15 Juli 2022, Reisa Asmoro mengatakan, ada kecenderungan penurunan antibody enam bulan setelah vaksinasi dua dosis. Itulah mengapa vaksinasi ketiga harus segera dilaksanakan.
Indonesia tentunya ingin segera mencapai target yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia –WHO, yaitu 50 persen dari jumlah penduduk mendapat vaksinasi ketiga. Saat ini, Indonesia baru mencapai 25 persen.
Melihat catatan-catatan ini, masyarakat Indonesia harus mendukung sepenuhnya percepatan vaksinasi penguat. Langkah nyata yang harus dilakukan ialah bahwa mereka yang belum mendapat vaksin Covid 19 ketiga harus segera divaksin, tanpa memilih jenis vaksin. Kekhawatiran akan efek samping harus ditepis. Apalagi mengingat tindakan mendapat vaksinasi penguat, bukan hanya meningkatkan imunitas individu, tetapi juga upaya melindungi orang-orang tercinta, agar tetap bisa beraktivitas dengan aman.
Semoga tak ada lagi rakyat Indonesia yang menunda untuk mendapatkan vaksin ketiga. Sementara yang sudah divaksin penguat, tetap mempertahankan hal-hal baik untuk mencegah penularan. Seperti memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak aman. Semoga upaya bersama yang dilakukan akan segera membawa bangsa Indonesia keluar dari situasi pandemi Covid-19. (PNA/RHM)
Pemerintah Indonesia mengumumkan akan menyalurkan sejumlah bantuan sosial kepada masyarakat. Bantuan sosial itu bertujuan untuk meningkatkan daya beli akibat tendensi berbagai kenaikan harga di tengah ancaman krisis global. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pemerintah akan memberikan bantalan sosial tambahan sebagai bentuk pengalihan subsidi bahan bakar minyak sebesar 24,17 triliun rupiah. Hal itu disampaikannya setelah mengikuti Rapat Terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, pada Senin (29/8).
Lebih dari setengah bantuan tersebut ditujukan kepada 20,65 juta keluarga miskin penerima manfaat. Setiap keluarga akan menerima 600,000 rupiah. Selain itu, Presiden Joko Widodo juga menginstruksikan untuk memberikan bantuan kepada 16 juta pekerja yang memiliki gaji maksimum 3,5 juta rupiah per bulan dengan bantuan sebesar 600,000 rupiah.
Akankah bantuan sosial ini dapat meningkatkan daya beli masyarakat?
Mengutip tempo.co (5/8), Kepala Badan Pusat Statistik, Margo Yuwono mengatakan bahwa kebijakan subsidi dan bantuan sosial, serta pengekangan suku bunga, cukup efektif mengendalikan inflasi domestik, menjaga daya beli masyarakat dan memastikan kondisi dunia usaha tetap kondusif. Sementara, Presiden Joko Widodo dalam akun twitternya @jokowi pada Senin (29/8) menyampaikan harapan agar bantuan sosial ini dapat meringankan beban masyarakat yang dihadapkan pada tekanan berbagai kenaikan harga.
Tentu semua juga berharap dapat menghadapi tekanan berbagai kenaikan harga. Apalagi ketika harga bakar bakar minyak bersubsidi naik. Semua kelompok masyarakat akan terdampak. Bantuan sosial belum tentu bisa diberikan secara permanen. Ini juga harus disadari oleh penerima bantuan. Sehingga, mereka tidak boleh terlalu bergantung pada bantuan selamanya.
Arahan tidak menggunakan bantuan untuk kegiatan konsumtif juga harus terus dilakukan. Masyarakat penerima bantuan perlu diarahkan untuk menggunakan bantuan tersebut dengan tujuan produktif. Sehingga bisa lebih siap bila terjadi kenaikan harga akibat kenaikan bahan bakar minyak.
Semoga segala kebijakan dan upaya yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dapat segera mewujudkan Indonesia untuk pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat.(pna/rhm)
Salah satu masalah sangat krusial pada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah –Pilkada yang akan diadakan secara serentak di 270 daerah pada 09 Desember 2020 adalah bagaimana menjaga netralitas pegawai Aparatur Sipil Negara -ASN. Kunci sukses penyelenggaraan Pilkada serentak 2020 bergantung tidak hanya pada partisipasi masyarakat tetapi juga netralitas pegawai ASN.
Kewajiban ASN untuk bersikap netral diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Pasal 70 Ayat (1) undang-undang tersebut mengatakan, pegawai ASN yang terlibat kampanye pasangan calon bisa dipidana 6 bulan penjara.
Berdasarkan data Komisi ASN, hingga Agustus 2020, terdapat 499 laporan dugaan ketidaknetralan ASN. Ditelusuri lebih lanjut, sebanyak 389 pegawai ASN terbukti melanggar netralitas.
Jenis pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh pegawai ASN adalah memberikan dukungan kepada bakal calon di media sosial atau media massa, turut sosialisasikan bakal calon melalui alat peraga kampanye, menghadiri kegiatan yang menguntungkan bakal calon, mendeklarasikan diri sebagai bakal calon kepala daerah, mengajak atau mengintimidasi masyarakat untuk mendukung salah satu calon.
Netralitas ASN sangat penting untuk menghindari pengkotakan dan konflik kepentingan, dan menjamin birokrasi sebagai perekat persatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, netralitas itu harus dijaga dan diawasi agar event pemilihan kepala daerah dapat berjalan secara jujur (fairplay) dan adil antara calon yang memiliki kekuasaan dengan calon yang tidak memiliki relasi kuasa di lingkungan birokrasi pemerintahan.
Untuk menjaga netralitas ASN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, Badan Kepegawaian Negara, Komisi Aparatur Sipil Negara dan Badan Pengawas Pemilihan Umum telah menyiapkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020.
Penandatanganan SKB Netralitas dilakukan pada tanggal 10 September 2020 di Gedung Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Jakarta.
Penetapan SKB itu berfungsi menjadi pedoman bagi Instansi Pemerintah dalam menjaga netralitas Pegawai ASN, khususnya dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020. Selain itu untuk membangun sinergis, meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengawasan netralitas Pegawai ASN dan mewujudkan kepastian hukum terhadap penanganan pelanggaran asas netralitas pegawai ASN.
Tentu diharapkan bahwa pelanggaran netralitas ASN tidak terjadi lagi atau paling tidak bisa ditekan seminimal mungkin dalam tahapan pilkada 2020 berkat kerjasama pengawasan yang sinergis antara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Badan Kepegawaian Negara, Komisi Aparatur Sipil Negara dan Badan Pengawas Pemilihan Umum. (brg/rhm)
Hari ini, 8 September, diperingati dunia sebagai Hari Aksara Internasional. Sejak tahun 1967, setiap tahun Hari Aksara Internasional diperingati untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya melek huruf sebagai masalah martabat dan hak asasi manusia.
UNESCO mencatat ada kemajuan dalam upaya pemberantasan buta aksara. Meskipun demikian, saat ini setidaknya ada 773 juta orang dewasa di seluruh dunia masih mengalami kekurangan keterampilan keaksaraan dasar. Sedangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyebut, angka buta aksara pada usia 15- 59 tahun di Indonesia adalah 1,78 persen dari total penduduk. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, angka ini terus mengalami penurunan. Direktur Jenderal (Dirjen) PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan – Kemendikbud, Jumeri mengungkapkan, Kemendikbud menargetkan capaian tuna aksara sebesar 0 persen hingga tahun 2023.
Upaya penuntasan buta aksara tentu harus dilakukan, meski harus menghadapi tantangan. Lalu apa upaya yang harus dilakukan pada masa pandemi Covid-19? Program pembelajaran aksara seperti apa yang efektif dilakukan pada masa pandemi ini? Tentu saja, setiap negara memiliki jawaban dan cara masing-masing. Indonesia menetapkan “Pembelajaran Literasi di Masa Pandemi COVID-19, Momentum Perubahan Paradigma” sebagai tema peringatan Hari Aksara Internasional 2020. Tema ini mengacu pada tema yang diusung oleh UNESCO yaitu, “Literacy Teaching and Learning in The COVID-19 Crisis and Beyond with a Particular Focus on The Role of Educators and Changing Pedagogies”.
Pada masa pandemi Covid-19, ragam kreasi, inovasi dan partisipasi harus dilakukan. Bila pada masa sebelum pandemi, pengenalan aksara pada usia dini mungkin lebih banyak dilakukan di tempat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau Taman Kanak-kanak; saat ini justru lebih banyak dilakukan dalam keluarga. Orangtua bisa menggunakan segala metode untuk mengenalkan aksara, termasuk melalui tayangan dalam jaringan, tentu saja dengan pengawasan ketat. Saat ini, tak sedikit anak yang justru mengenal aksara melalui tayangan di internet.
Partisipasi masyarakat secara langsung dalam pemberantasan buta aksara di lingkungannya harus lebih ditingkatkan. Salah satunya melalui taman-taman bacaan. Dengan dukungan dari pemerintah, tentu taman-taman bacaan di masyarakat akan bisa meningkatkan perannya. Bukan hanya untuk memberantas buta huruf, dan menghasilkan individu yang bisa membaca, menulis dan berhitung. Taman Bacaan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan dalam proses belajar jarak jauh. Taman bacaan bisa memfasilitasi dalam pembelajaran lingkungan, karakter dan sosial kepada anak-anak. Tentu saja, protokol kesehatan tidak boleh diabaikan.
Didasari kesadaran bahwa melek huruf adalah hak asasi setiap manusia, maka bebas buta aksara harus menjadi perhatian semua pihak. Keterlibatan setiap individu dengan metode apapun harus ditingkatkan. Dukungan pemerintah untuk partisipasi masyarakat dalam pemberantasan buta huruf bisa lebih ditingkatkan. Diantaranya dengan memberikan bantuan dana, pelatihan dan fasilitas kepada masyarakat yang berkontribusi aktif dalam upaya pemberantasan buta huruf. Sehingga tuna aksara nol persen di Indonesia pada tahun 2023 bisa tercapai. Pada akhirnya, hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.(pna/rhm)