VOinews.id, Istanbul:Kelompok Palestina Hamas dan gerakan Jihad Islam menegaskan persyaratan untuk setiap kesepakatan dengan Israel, termasuk penghentian perang Gaza, penarikan penuh Israel, rekonstruksi, penghentian blokade, dan kesepakatan serius bagi pertukaran tahanan. Persyaratan tersebut diuraikan dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh Hamas pada Rabu (21/8) setelah pertemuan yang dihadiri oleh Kepala Dewan Syura Hamas Mohamed Ismail Darwish, Sekretaris Jenderal Jihad Islam Ziad al-Nakhala dan wakilnya Mohamed Hindi di lokasi pertemuan yang tidak disebutkan. Menurut pernyataan tersebut, kedua kelompok menekankan perlunya memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan yang cepat ke Gaza, terlepas dari hasil perundingan mengenai diakhirinya perang.
Pertemuan tersebut menggarisbawahi perlunya menghentikan agresi Israel dan perang di Gaza, menghukum para pemimpin pendudukan atas kejahatan terhadap kemanusiaan, serta meninjau perkembangan lapangan dan ketahanan kemampuan perlawanan untuk menyerang seluruh wilayah Palestina yang diduduki. Mengenai perundingan gencatan senjata, para peserta meninjau kemajuan negosiasi tidak langsung dan sikap menghalangi kekuatan pendudukan yang menghambat upaya mediator untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan. Pernyataan itu menekankan bahwa setiap perjanjian harus mencakup penghentian agresi secara menyeluruh, penarikan penuh pasukan Israel wilayah tersebut, dimulainya rekonstruksi, penghentian blokade, dan kesepakatan pertukaran tahanan yang serius.
Kedua pihak menilai bahwa pemimpin pendudukan bertanggung jawab atas kegagalan upaya mediator (Qatar dan Mesir) dengan bersikeras melanjutkan agresi dan menolak hal yang telah disepakati pada tahap sebelumnya, terutama proposal yang diterima Hamas pada 2 Juli. Adapun pertemuan antara Hamas dan Jihad Islam terjadi setelah desakan Kepala Otoritas Israel Benjamin Netanyahu untuk tidak menarik tentara dari Koridor Philadelphi di perbatasan dengan Mesir dan Koridor Netzarim yang memisahkan wilayah utara dan selatan. Sementara itu, Presiden Amerika Joe Biden berbicara dengan Netanyahu pada Rabu malam untuk membahas perkembangan negosiasi.
Pada Selasa, surat kabar berbahasa Ibrani Maariv melaporkan bahwa Netanyahu mengatakan kepada perwakilan keluarga tahanan Israel di Gaza bahwa Israel tidak akan, dalam keadaan apa pun, meninggalkan Koridor Philadelphi dan Poros Netzarim, meskipun mendapat tekanan besar untuk melakukannya.
Sumber : Anadolu
VOinews.id, London:Sebuah studi baru memperingatkan bahwa kematian akibat cuaca panas ekstrem di Eropa diperkirakan melonjak tajam dalam beberapa dekade mendatang, berpotensi menambah 55.000 kematian setiap tahunnya pada 2100. Keadaan itu bisa terjadi jika tidak ada tindakan signifikan dalam memerangi perubahan iklim, menurut studi yang dipublikasikan dalam jurnal The Lancet Public Health pada Kamis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan itu akan menandai kenaikan 13,5 persen pada kematian terkait suhu. Gambaran itu jauh berbeda dibandingkan dengan jumlah kematian terkait cuaca dingin, yang diperkirakan menurun. Saat ini, suhu ekstrem di Eropa menyebabkan sekitar 407.500 kematian setiap tahun.
Suhu dingin menjadi penyebab utamanya. Antara 1991 dan 2020, rata-rata terjadi 364.000 kematian setiap tahun akibat cuaca dingin, sedangkan cuaca panas menyebabkan 44.000 kematian. Kematian akibat cuaca dingin secara historis lebih tinggi di Eropa bagian timur, sementara Eropa selatan mengalami lebih banyak kematian akibat cuaca panas ekstrem. Namun, kecenderungan itu diperkirakan akan berbalik seiring dengan pemanasan Bumi yang terus berlanjut. Studi tersebut menyoroti bahwa Eropa selatan dan wilayah-wilayah yang banyak berpenduduk lanjut usia akan menjadi yang paling rentan terhadap frekuensi gelombang panas yang mematikan.
Sumber: Anadolu
VOinews.id, Mogadishu:Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA) mengatakan Somalia masih menjadi salah satu krisis kemanusiaan paling serius di dunia dengan jutaan orang mengalami penderitaan yang tak terbayangkan Pernyataan OCHA yang bertepatan dengan Hari Kemanusiaan Sedunia pada Senin, mencatat bahwa penderitaan tersebut disebabkan oleh guncangan iklim yang berulang dan semakin parah, konflik yang berlarut-larut, wabah penyakit, serta guncangan ekonomi di negara Tanduk Afrika tersebut.
“Tema Hari Kemanusiaan Sedunia tahun ini, #ActForHumanity, mendesak dunia untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam melindungi warga sipil dan kemanusiaan, terutama di zona konflik,” kata koordinator Tetap PBB dan Koordinator Kemanusiaan untuk Somalia, George Conway, dalam sebuah pernyataan pada Senin. OCHA mencatat bahwa setidaknya terdapat 124 insiden yang memengaruhi akses kemanusiaan, termasuk 12 pekerja bantuan yang terluka dalam proses pengiriman bantuan dan 13 insiden penyerangan fisik, pelecehan, serta intimidasi yang tercatat di Somalia pada 2024.
Pada 2023, secara global, sebanyak 280 pekerja bantuan tewas di 33 negara, termasuk empat di Somalia, menjadikan 2023 sebagai tahun paling mematikan yang pernah tercatat bagi komunitas kemanusiaan global sejauh ini. Meskipun terdapat perbaikan, diperkirakan 4 juta orang menghadapi kerawanan pangan dan 1,7 juta anak menghadapi kekurangan gizi akut di Somalia, termasuk 430.000 orang yang kemungkinan akan mengalami kekurangan gizi yang sangat parah pada 2024.
Sumber : Anadolu
VOinews.id, Washington:Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memuji keputusan otoritas Sudan untuk membuka kembali perbatasan Adre, di antara Chad dan Darfur. Guterres menggarisbawahi pentingnya langkah-langkah konkret dan berkelanjutan untuk memfasilitasi akses kemanusiaan dan melindungi warga sipil di tengah perang saudara Sudan, kata Juru Bicara Sekjen PBB Stephane Dujarric dalam sebuah pernyataan. "Organisasi-organisasi kemanusiaan harus memiliki akses penuh, aman, dan tanpa hambatan untuk menjangkau semua warga sipil yang membutuhkan di Darfur, dan di seluruh negeri," kata Dujarric pada Sabtu (17/8).
Ia pun menegaskan komitmen PBB untuk bekerja dengan semua pemangku kepentingan terkait guna membantu mengakhiri konflik dan meringankan penderitaan rakyat Sudan. Pada Kamis (15/8), dewan kedaulatan Sudan mengumumkan akan membuka kembali perbatasan Adre selama tiga bulan untuk memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan kepada warga yang terdampak perang saudara--yang telah berlangsung selama 15 bulan. Keputusan tersebut diambil setelah hampir enam bulan tidak ada bantuan kemanusiaan yang diterima warga terdampak.
Warga Sudan menghadapi pertempuran antara tentara, yang dipimpin Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, yang merupakan kepala Dewan Berdaulat yang berkuasa, dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin oleh mantan wakilnya, Mohamed Hamdan Daglo. Sedikitnya 12.260 korban tewas dan lebih dari 33.000 orang terluka dalam konflik yang dimulai pada April 2023, menurut data PBB. PBB telah berulang kali memperingatkan Sudan bahwa negara itu menghadapi krisis pengungsian terburuk di dunia, karena perang tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir dan ancaman kelaparan membayangi.
Sumber: Anadolu-OANA