19
August

 

VOInews.id, Ankara:Turki telah mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan kasus infeksi dengan strain baru Mpox (cacar monyet) dengan membentuk komite ilmiah dan mengembangkan pedoman tentang cara menangani penyakit tersebut, yang berbeda dengan COVID-19, kata Menteri Kesehatan Kemal Memisoglu.

 

"Kami membentuk komite ilmiah dan bersama-sama membahas bagaimana kami harus mengambil tindakan pencegahan terhadap penyakit ini, jika sampai ke negara kami. Bagaimana kami akan mengambil tindakan pencegahan sebelum penyakit itu muncul? Apa yang akan kami lakukan jika penyakit itu muncul?" kata Memisoglu dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi Haberturk, yang dirilis pada Sabtu (17/8). "Kami telah membuat semua rencana dan persiapan untuk itu.

 

Itulah dasar dari komite ilmiah ini, pedoman untuk menangani penyakit ini." Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus telah menyatakan wabah mpox di Afrika sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang perlu menjadi perhatian internasional. Penyakit itu akan muncul secara sporadis di tempat lain, tetapi para ilmuwan mengatakan penyakit itu kemungkinan akan berbentuk wabah endemik, kata Memisoglu.

 

"Semua orang berpendapat bahwa penyakit ini tidak akan mirip dengan COVID karena COVID merupakan penyakit yang penularannya sangat cepat dan dapat menyebar luas karena penularannya sepenuhnya melalui saluran pernapasan, bukan melalui kontak," ujarnya. Gelombang infeksi mpox dimulai pada Mei 2022 dan telah muncul di negara-negara yang belum pernah mengalami virus tersebut sebelumnya, seperti Amerika Serikat, Inggris, Swedia, dan Belgia.

 

Mpox merupakan penyakit menular langka yang dapat menyebar antarmanusia. Biasanya, Mpox adalah penyakit ringan yang dapat sembuh dalam beberapa minggu, tetapi beberapa orang mungkin mengalami komplikasi. Gejala awal Mpox meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri punggung, pembengkakan kelenjar getah bening, menggigil, dan kelelahan. Ruam dapat muncul, sering kali dimulai di wajah dan kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya.

 

Sumber: Sputnik

15
August

 

VOinews.id, Ankara: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu (14/8) menyatakan situasi penyakit Mpox terkini sebagai “kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia".

“Kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia merupakan tingkat peringatan tertinggi di bawah hukum kesehatan dunia," sebut Direktur Jenderal WHO pada X.

“Saran Komite Darurat kepada saya, dan dari @AfricaCDC, yang kemarin menyatakan darurat kesehatan masyarakat untuk keamanan regional, sudah sejalan,” tambahnya.

“WHO berkomitmen dalam beberapa hari dan pekan ke depan untuk mengoordinasikan respons global, bekerja sama dengan masing-masing negara yang terkena dampak, dan memanfaatkan kehadiran kami di lapangan, untuk mencegah penularan, mengobati mereka yang terinfeksi, dan menyelamatkan nyawa,” kata Ghebreyesus.

“Untuk mendanai pekerjaan ini, WHO telah mengembangkan rencana respons regional, yang membutuhkan dana awal sebesar 15 juta dolar AS (Rp235 miliar). Kami telah mengeluarkan 1,45 juta dolar AS (Rp22,7 miliar) dari Dana Kontingensi untuk Keadaan Darurat WHO. Kami berencana untuk mengeluarkan lebih banyak lagi dalam beberapa hari mendatang. Kami juga meminta bantuan kepada para donor untuk mendanai sisa rencana respons,” lanjut dia.

Sejak awal 2024, lebih dari puluhan negara-negara Afrika melaporkan penyakit tersebut, yang ditularkan melalui kontak erat, dimana Republik Demokratik Kongo melaporkan lebih dari 90 persen kasus.

Menurut WHO, Mpox menyebabkan ruam dan gejala yang mirip dengan flu.


Sumber: Anadolu

14
August

 

VOInews.id, Los angeles:Bulan lalu merupakan Juli terpanas yang pernah tercatat di Bumi sehingga  memperpanjang rekor suhu global bulanan tertinggi menjadi 14 bulan beruntun, menurut sebuah laporan baru yang dirilis oleh Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (National Oceanic and Atmospheric Administration/NOAA) Amerika Serikat.

Dalam laporan bulanan yang dirilis pada Senin (12/8) tersebut, para ilmuwan dari Pusat Informasi Lingkungan Nasional NOAA menunjukkan bahwa rata-rata suhu permukaan global pada Juli mencapai 1,21 derajat Celsius di atas rata-rata suhu permukaan global pada abad ke-20, yakni 15,8 derajat Celsius. Ini merupakan Juli terpanas dalam catatan global NOAA selama 175 tahun.

Suhu bulan lalu berada di atas rata-rata di sebagian besar permukaan daratan global kecuali Alaska, Amerika Selatan bagian selatan, Rusia bagian timur, Australia, dan Antarktika bagian barat, menurut laporan tersebut, seraya menambahkan bahwa Afrika, Asia, dan Eropa mencatatkan Juli terpanas dalam sejarah, sementara Amerika Utara mengalami Juli terpanas kedua.

Laporan itu menemukan bahwa suhu lautan global pada Juli merupakan yang terpanas kedua dalam catatan, mengakhiri rentetan 15 bulan beruntun dengan rekor suhu tertinggi.

Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa suhu permukaan global sepanjang tahun ini mencapai 1,28 derajat Celsius di atas rata-rata abad ke-20, menjadikannya suhu permukaan global terpanas sepanjang tahun ini yang pernah tercatat.

Menurut Global Annual Temperature Rankings Outlook dari lembaga tersebut, ada 77 persen kemungkinan bahwa 2024 akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat, dan hampir 100 persen kemungkinan bahwa tahun ini akan masuk dalam daftar lima besar tahun terpanas.

 

Antara

14
August

 

VOinews.id, Washington:Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengutarakan harapannya bahwa Iran akan menunda serangan balasan terhadap Israel jika para negosiator mampu mencapai kesepakatan untuk mengakhiri pertumpahan darah di Jalur Gaza yang terkepung.

"Itulah harapan saya,” kata Biden pada Selasa (13/8) ketika ditanya apakah Iran akan menunda serangan balasan jika kesepakatan tercapai.

"Kita lihat apa yang akan dilakukan Iran. Kita lihat apa yang akan terjadi," tambahnya.

Meski demikian, presiden AS tersebut mengakui adanya kesulitan yang semakin meningkat dalam perundingan tersebut dengan mengatakan "semakin sulit" untuk mencapai kesepakatan. Namun, dia tetap menegaskan bahwa dirinya tidak akan menyerah.

Selama berbulan-bulan, Mesir, Qatar, dan AS memimpin negosiasi tidak langsung antara Israel dan Hamas, tetapi belum ada kesepakatan yang dicapai.

Mediator Mesir, Qatar, dan AS mendesak Israel dan Hamas untuk menyelesaikan kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera tanpa penundaan atau alasan lebih lanjut. Negosiasi dijadwalkan akan dilanjutkan pada pekan ini.

Biden pada Mei menyampaikan hal yang disebutnya sebagai proposal tiga tahap Israel untuk mengakhiri perang di Gaza dan mengamankan pembebasan sandera yang ditawan di daerah kantong pantai tersebut. Rencana tersebut mencakup gencatan senjata, pertukaran sandera-tahanan, dan pembangunan kembali Gaza.

Sedangkan Hamas pada Minggu (11/8) merilis pernyataan yang meminta para mediator menyampaikan sebuah rencana untuk melaksanakan apa yang mereka tawarkan kepada gerakan tersebut dan yang telah disetujui pada 2 Juli, berdasarkan proposal yang didukung Biden dan resolusi Dewan Keamanan PBB.

Hamas juga memaksa pendudukan (Israel) untuk mematuhinya daripada melanjutkan dengan lebih banyak putaran negosiasi atau proposal baru yang memberikan perlindungan terhadap agresi pendudukan dan memberi mereka lebih banyak waktu.

Gerakan Palestina itu menuturkan Israel meningkatkan agresi terhadap rakyat Palestina dan terus melakukan pembantaian, termasuk pembunuhan pemimpin gerakan Ismail Haniyeh, mengonfirmasi niatnya untuk melanjutkan agresi, dan tidak mencapai kesepakatan gencatan senjata.

Sementara itu, Juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan kepada wartawan di Air Force One pada Selasa bahwa semua negosiator harus kembali ke meja perundingan dan menyelesaikan kesepakatan.

“Sudah saatnya bagi Hamas untuk membebaskan para sandera, termasuk warga negara Amerika dan memberikan bantuan kepada warga Gaza berdasarkan kesepakatan yang kini telah dijalin. Dan itulah yang telah dikerjakan oleh presiden dan timnya sepanjang waktu, dan itulah yang ingin kita lihat," ucap Jean-Pierre.

Sumber : Anadolu

Page 30 of 1215