04
October

 

VOInews.id- Pakistan pada Selasa memerintahkan seluruh imigran ilegal untuk meninggalkan negara itu atau menghadapi pengusiran paksa setelah mengungkapkan bahwa 14 dari 24 pengeboman bunuh diri di negara Asia Selatan itu selama 2023 dilakukan oleh warga Afghanistan. Menteri Dalam Negeri Pakistan Sarfraz Bugti mengatakan seluruh imigran ilegal harus pergi paling lambat pada 1 November atau diusir paksa.

 

Ia mengatakan sekitar 1,73 juta warga negara Afghanistan berada di Pakistan tanpa dokumen legal untuk bermukim. Bugti mengumumkan hal tersebut di Islamabad setelah para pemimpin sipil dan militer bertemu dengan perdana menteri dan kepala angkatan bersenjata Pakistan untuk membahas hukum dan ketertiban. Dua pengebom bunuh diri mengincar acara keagamaan di Pakistan pekan lalu, dan aksi pengeboman itu membunuh setidaknya 57 orang. Sejauh ini belum ada tangggapan dari Kabul, ibukota Afghanistan, terkait komentar Bugti tersebut.

 

Pemerintahan Taliban di Afghanistan telah menyangkal tuduhan bahwa wilayah Afghanistan digunakan untuk aktivitas militan dan mengatakan keamanan Pakistan merupakan masalah domestik. Serangan militan meningkat di Pakistan sejak 2022 ketika gencatan senjata gagal antara pemerintah dan Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP), sebuah badan payung kelompok Islam Sunni garis keras.

 

Sumber: Reuters

03
October

 

VOInews.id- Pengerahan pasukan Serbia di perbatasan Kosovo mengingatkan pada perilaku Rusia terhadap Ukraina sebelum invasi, kata menteri luar negeri Kosovo, seraya mendesak Uni Eropa untuk mengambil tindakan terhadap Beograd seperti membekukan status pencalonannya. "Belum pernah ada konsentrasi pasukan seperti ini dalam beberapa tahun terakhir," ujar Menteri Luar Negeri Kosovo Donika Gervalla-Schwarz kepada stasiun televisi Jerman Deutschlandfunk dalam sebuah wawancara pada Senin.

 

"Persenjataan yang mereka miliki di sana, tank-tank – ini memberi kami firasat buruk karena kami tidak tahu bagaimana masyarakat internasional akan menanggapinya," lanjutnya. Peringatan itu muncul setelah Amerika Serikat mengatakan pada Jumat bahwa pihaknya memantau pembangunan militer Serbia yang meresahkan di sepanjang perbatasan Kosovo yang mengganggu stabilitas wilayah tersebut. Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengatakan pihaknya mengizinkan tambahan pasukan penjaga perdamaian di Kosovo.

 

Gervalla-Schwarz mengatakan hal ini bukan hanya disebabkan oleh konsentrasi pasukan di pinggiran bekas provinsi selatannya, yang kemerdekaannya tidak diakui oleh Beograd, namun juga retorika Serbia dan "metode" mereka yang menyerupai perilaku Rusia terhadap Ukraina. "Itulah mengapa penting untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan," katanya. Presiden Serbia Aleksandar Vucic mengatakan pekan lalu bahwa dia tidak bermaksud memerintahkan pasukannya melintasi perbatasan ke Kosovo karena eskalasi konflik akan merugikan aspirasi Beograd untuk bergabung dengan Uni Eropa. Ketegangan meningkat sejak baku tembak antara polisi dan etnis Serbia bersenjata yang terjadi di sebuah biara, mengubah sebuah desa yang tenang di Kosovo utara menjadi zona perang 10 hari yang lalu.

 

Kosovo, yang mendeklarasikan kemerdekaan dari Serbia pada 2008 setelah pemberontakan gerilya dan intervensi NATO pada 1999, menuduh Serbia mempersenjatai dan mendukung para pejuang Serbia. Sebaliknya Serbia menuduh Kosovo memicu kekerasan karena gagal menerapkan kesepakatan yang sudah berlangsung satu dekade, yang ditengahi Uni Eropa, yang mengatur otonomi lokal bagi etnis Serbia di wilayah utara Kosovo, tempat mereka menjadi etnis mayoritas. Gervalla-Schwarz memperingatkan perlunya pernyataan yang jelas dan konsekuensi dari tindakan yang dilakukan Serbia antara lain mencakup penangguhan dana Uni Eropa untuk Serbia dan status pencalonan keanggotaan negara tersebut.

 

Sumber: Reuters

03
October

 

VOInews.id- Kota metropolitan Kharkiv di Ukraina timur akan mendirikan sekolah bawah tanah pertama di negara itu untuk melindungi siswa dari serangan bom dan rudal yang ditembakkan Rusia, kata Wali Kota Kharkiv Ihor Terekhov. "Tempat penampungan seperti itu akan membuat ribuan anak Kharkiv bisa melanjutkan pendidikan tatap mukanya dengan aman sekalipun ada ancaman rudal," tulis Wali Kota Ihor Terekhov melalui Telegram.

 

Meskipun banyak sekolah di wilayah-wilayah garis depan terpaksa mengajar secara daring selama perang, Kharkiv sudah menata sekitar 60 ruang kelas terpisah di seluruh stasiun metro sebelum tahun ajaran dimulai pada 1 September. Langkah itu dinilai bakal menciptakan ruang kelas untuk sekitar 1.000 anak agar belajar di sana. Kota terbesar kedua di Ukraina itu berpenduduk lebih dari 1,4 juta jiwa sebelum Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022.

 

Bagian-bagian kota ini terletak hanya 35 km dari perbatasan Rusia-Ukraina dan hampir setiap hari menjadi sasaran serangan roket dan rudal Rusia yang dapat menghantam sebelum penduduk mencapai tempat perlindungan. Dalam waktu 24 jam hingga seorang warga sipil tewas dan beberapa rumah rusak akibat tembakan dan serangan roket Rusia, kata Oleh Sinehubov, gubernur wilayah Kharkiv. Perang yang tak menunjukkan tanda-tanda bakal berakhir ini telah menewaskan ribuan orang dan membuat jutaan warga sipil mengungsi.

 

Kementerian Pendidikan Ukraina mengungkapkan 363 lembaga pendidikan hancur dan hampir 3.800 di antaranya rusak. Sekolah bawah tanah itu "memenuhi persyaratan aturan struktur pelindung yang paling modern," kata Terekhov. Meski demikian, belum diketahui pasti seberapa besar sekolah itu atau kapan sekolah itu dibuka.

 

 

Antara

02
October

 

VOInews.id- Para teroris tidak akan pernah berhasil menghancurkan perdamaian dan keamanan di Turki, kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Minggu. Pernyataan Erdogan muncul setelah serangan bom oleh dua teroris meledak di depan Direktorat Jenderal Keamanan, Kementerian Dalam Negeri di Ankara, Minggu pagi waktu setempat, dan melukai dua petugas polisi. Salah satu teroris meledakkan dirinya dan teroris lainnya berhasil dilumpuhkan.

 

Saat menyampaikan pidato sambutan pada periode baru legislatif di parlemen, Erdogan mengatakan aksi teroris hari ini adalah “denyut terakhir terorisme.” Dua petugas polisi mengalami luka ringan ketika salah satu dari dua teroris tersebut meledakkan dirinya di depan Departemen Keamanan Umum, Kementerian Dalam Negeri. Sementara teroris lainnya dilumpuhkan oleh aparat keamanan di pintu masuk. Petugas polisi yang terluka masih dalam perawatan dan lukanya tidak mengancam nyawa, menurut Menteri Dalam Negeri Turki Ali Yerlikaya.

 

Kantor Kepala Kejaksaan Ankara telah meluncurkan penyelidikan atas serangan teroris tersebut. Sehubungan dengan serangan tersebut, Pengadilan Kriminal Perdamaian Ankara mengeluarkan larangan akses media dan publikasi.

 

Sumber: Anadolu