Thursday, 05 December 2019 13:50

Petani Milenial Pelaku Transformasi Pertanian

Written by 
Rate this item
(0 votes)

Generasi milenial nampakanya kurang berminat dalam pertanian. Hal ini merupakan salah satu tantangan terbesar pembangunan pertanian di  Indonesia sebagai negara agraris.  Jika ini terus berlanjut, maka di masa mendatang Indonesia akan kekurangan petani. Kurangnya minat generasi milenial untuk bertani  secara jangka panjang akan menyulitkan sektor pertanian dalam negeri untuk berkembang, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Untuk mengantisipasi masalah kurangnya petani di masa depan, pemerintah melalui  Kementerian Pertanian meluncurkan “Gerakan Petani Milenial” yang telah dilakukan  awal tahun 2019 dan sudah digalakan di berbagai daerah di Indonesia.

Definisi petani milenial menurut Kementerian Pertanian adalah pemuda petani berusia antara 19 dan 39 tahun atau petani yang tidak berada dalam rentang umur itu tetapi berjiwa milenial, tanggap teknologi digital, dan tanggap alat dan mesin pertanian.

Melalui Gerakan Petani Milenial, petani milenial dianggap mampu meningkatkan perekonomian bangsa. Mereka dianggap memiliki semangat adaptif dalam pemahaman teknologi digital, sehingga mudah dalam melakukan identifikasi dan verifikasi teknologi.

Untuk merealisasikan Gerakan Petani Milenial ini, pemerintah merekrut pemuda milenial untuk diberi pelatihan atau bimbingan teknis, khususnya dalam penerapan Pertanian Modern (Modern Farming), sehingga lebih maju, kreatif dan inovatif.

Gerakan mencetak para petani milenial yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian ini sangat  relevan untuk diterapkan karena mereka sangat adaptif dalam pemahaman teknologi digital, mendukung  transformasi pertanian dari pola tradisional ke pertanian modern yang sedang digalakkan di Indonesia. Pola pertanian modern yang dipraktekan petani milenial mampu meningkatkan produksi dan nilai tambah.  Sebagai contoh,  produksi  padi di Jawa Tengah. Produksi padi di Jawa tengah sebelum menerapkan pola pertanian modern sebesar 5,4 ton gabah kering giling per hektare. Setelah menerapkan pola pertanian modern menghasilkan 5,8 ton gabah per hektare. Ada peningkatan 0,4 ton gabah.

Selain peningkatan produksi, pola pertanian modern yang dipraktekan oleh petani milenial berkontribusi dalam meningkatkan nilai ekspor berbagai komoditas pertanian Jawa Tengah ke sejumlah negara tujuan.

Hasil Gerakan Petani Milenial ini merupakan bukti nyata bahwa hanya dengan menerapkan pola pertanian modern, pentani Indonesia mampu mewujudkan Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia 2045, dan tantangan Revolusi Industri 4.0 di segala bidang.

Gerakan Petani Milenial ini perlu dukungan dari pusat ke daerah, khususnya desa-desa. Dukungan dari desa dapat diberikan dengan memperluas akses terhadap lahan, yang merupakan salah satu masalah terbesar pertanian. Badan Usaha Milik Desa harus dapat menjadi jembatan untuk menarik minat anak muda, dengan membuka akses permodalan dan pasar.

   
Read 848 times