(voinews.id)- Perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi G20 Indonesia di Bali membawa berkah bagi banyak pihak, karena forum yang dihadiri ribuan orang dari berbagai negara itu membuat geliat ekonomi ikut bertumbuh di Indonesia, terutama di Pulau Dewata. KTT G20 sebagai forum yang melibatkan 20 negara anggota dan beberapa negara undangan serta organisasi internasional itu memicu kehadiran ribuan orang dari sejumlah negara ke Bali.
Salah satu yang merasakan dampak positif adalah pengemudi ojek daring asal Bali bernama Yandi. Sebelum perhelatan G20 di Bali ia masih kesulitan mendapatkan penumpang, meski pandemi COVID-9 sudah mulai mereda. Saat KTT berlangsung, Yandi mampu menerima pendapatan sekitar Rp200.000 per hari, atas layanan jasa mengantar penumpang. Umumnya ia bisa mengantar 10-15 penumpang per hari selama KTT G20. Meski jarak antar lumayan jauh dari pada biasanya, namun lumayan, dibanding dengan hari-hari biasa sebelum KTT G20 yang hanya 5 hingga 6 orang penumpang dalam satu hari. Pria asal Denpasar itu mengatakan kebanyakan penumpang yang diantar adalah warga Indonesia dari luar kota atau warga lokal Bali.
Tidak banyak warga negara asing yang menyewa jasanya. Selain Yandi, ada juga Made yang dibayar sebagai penyedia jasa ojek gratis selama penyelenggaraan KTT G20 Indonesia. Made bertugas mengendarai motor listrik untuk mengantar para delegasi dan wartawan secara gratis dari satu titik ke titik lain yang telah ditentukan di seputar kawasan Nusa Dua. Made enggan menyebut pendapatan yang diperolehnya, namun, menurutnya, bisa untuk menambah dana pembelian susu anak.
Sama halnya dengan pengemudi ojek daring, sejumlah pedagang di Pasar Badung, Kota Denpasar, juga menerima berkah atas penyelenggaraan KTT G20 Indonesia. Pedagang bernama Ratih, misalnya, mengatakan penyelenggaraan KTT G20 memberikan dampak positif bagi usahanya. Sedikit banyak ada peningkatan dibandingkan hari-hari biasa. Penjual cabai dan bawang itu menyampaikan ada pembelian dalam jumlah banyak dari pelanggan, yang kemungkinan untuk keperluan katering makanan selama KTT G20. Pedagang yang sudah menjajakan dagangan sejak 2011 itu mengatakan penjual ayam di sebelah lapaknya juga mendapat berkah serupa, di mana terdapat pembelian dalam jumlah cukup banyak. Serupa dengan Ratih, Made Mutiani, asal Denpasar, juga merasakan hal yang sama. Meski tidak begitu signifikan, namun ada peningkatan penjualan bahan-bahan bumbu dapur yang dijajakannya.
Mutiani tidak menaikkan harga dagangannya meski ada permintaan yang meningkat, karena khawatir pembeli beralih ke pedagang lain. Wanita berusia 54 tahun itu berharap pemerintah dapat menjaga harga barang tetap stabil, dengan menjaga angka inflasi. Dengan harga-harga yang ada saat ini, sebelum KTT G20, dirinya agak kesulitan mendapatkan pembeli. Dia berharap dengan meredanya pandemi COVID-19 dan bangkitnya pariwisata di Bali, para pedagang di Pasar Badung mendapat berkah yang stabil.
Sementara itu pria penjaja ikan asin, Yande, mengatakan selama pandemi COVID-19 pelanggannya banyak yang pulang kampung ke Pulau Jawa. Sehingga Yande hanya mengandalkan pembelian dari warga lokal. Yande menyampaikan pedagang bahan makanan di Pasar Badung sangat bergantung pada pelanggan asal rumah makan dan perhotelan hingga katering.
Jika banyak tamu datang ke Bali, maka otomatis akan semakin banyak pelanggan membeli di Pasar Badung, yang merupakan pasar tradisional terbesar di Bali. Sama seperti Mutiani, Yande berharap pemerintah bisa menjaga harga-harga kebutuhan pokok tetap stabil, sehingga ketika pariwisata Bali benar-benar pulih, pedagang kebutuhan bahan pokok tidak kesulitan menjual dagangan.
antara