VOInews, Jakarta: Pemerintah Indonesia mendesak adanya jeda kemanusiaan di tengah konflik bersenjata yang terjadi di Sudan. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan jeda kemanusiaan dibutuhkan untuk menyalurkan bantuan bagi masyarakat, baik lokal maupun asing, di Sudan yang membutuhkan bantuan.
“Melalui Watapri (Wakil Tetap RI) New York, Indonesia mendesak DK PBB segera melakukan pertemuan darurat, paling tidak untuk membahas desakan dilakukannya jeda kemanusiaan. Desakan ini juga telah disampaikan melalui Twitter Kemlu RI,” katanya dalam keterangan yang disampaikan pada Kamis (20/4/2023).
Berdasarkan data WHO, korban meninggal akibat konflik bersenjata antara Militer Sudan (Sudan Armed Forces/SAF) dan Rapid Support Force/RSF telah mencapai 300 orang, sementara korban luka-luka telah mencapai lebih dari 3.000 orang. Bahkan, menurut Menlu Retno, beberapa upaya gencatan senjata juga belum membuahkan hasil.
“Tanpa jeda kemanusiaan, distribusi bahan pangan dan juga operasional rumah sakit akan terhambat. Kondisi ini dapat menciptakan bencana kemanusiaan yang lebih buruk,” katanya.
Konflik bersenjata di Sudan telah memasuki hari ke-6, sejak Sabtu (15/4/2023). Menlu Retno mengatakan KBRI Khartoum telah melakukan berbagai upaya untuk melakukan evakuasi WNI menuju ke safe house dan juga memberikan bantuan logistik untuk WNI.
“Upaya ini juga beberapa kali mengalami tantangan, sekali lagi, karena pertempuran antara para pihak yang bertikai masih terus berlangsung,” katanya.
Menurut Retno, akibat konflik yang terjadi, beberapa kali Wisma Indonesia dan KBRI Khartoum juga terimbas oleh terus berlangsungnya pertempuran. Namun demikian, ia mengatakan, seluruh WNI dan staf KBRI dalam keadaan selamat.
“Perkembangan ini menimbulkan keprihatinan yang sangat dalam dan kewaspadaan yang sangat tinggi,” katanya.
Ia mengatakan, KBRI Khartoum terus melakukan komunikasi dan permintaan pelindungan WNI kepada Kementerian Luar Negeri Sudan. Menlu Retno bahkan mengaku telah mencoba untuk berkomunikasi dengan Menteri Luar Negeri Sudan Ali Al-Shadiq.
“Saya juga telah mengirim pesan ke Menlu Sudan untuk meminta pembicaraan per telepon. Namun sampai saat ini belum ditanggapi,” katanya.