Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belum lama ini menandatangani Peraturan Menteri Keuangan, soal Pajak Penghasilan (PPh) barang impor. Alasan Sri Mulyani menaikkan pajak tersebut, antara lain untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan. Dalam konfrensi pers di Kementerian Keuangan, Rabu (5/9) Sri Mulynai menjelaskan, lebih dari seribu seratus1.147 jenis barang dinaikkan pajak impornya. Sri Mulyani membagi tiga kategori barang tersebut beserta alasannya. 210 item komoditas dengan tarif PPh (Pasal) 22 naik dari tarif 7,5 persen jadi 10 persen. Termasuk dalam kategori ini barang mewah seperti mobil Completely Built Up dan motor besar.
Kemudian, ada 218 item komoditas yang tarif PPh Pasal 22-nya naik dari 2,5 persen jadi 10 persen. Barang yang termasuk dalam kategori ini adalah seluruh barang konsumsi yang sebagian besar sudah dapat diproduksi di dalam negeri, seperti barang elektronik berupa dispenser air, pendingin ruangan, lampu, serta barang keperluan sehari-hari seperti sabun, sampo, kosmetik, dan peralatan masak atau dapur. 719 item komoditas yang tarif PPh Pasal 22-nya naik dari 2,5 persen jadi 7,5 persen. Barang dalam kategori ini contohnya bahan bangunan yaitu keramik, ban, peralatan elektronik audio-visual berupa kabel, box, speaker, serta produk tekstil seperti overcoat, polo shirt, dan pakaian renang. Meski tarif PPh Impor untuk seribu lebih barang konsumsi dinaikkan, Sri Mulyani memastikan keputusan tersebut sudah melalui kajian mendalam dan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kantor Staf Presiden.
Lebih lanjut Sri Mulyani mengatakan, impor bukan suatu hal yang buruk. Akan tetapi, pemerintah harus menjaga pertumbuhan perekonominan, sehingga Peraturan Menteri Keuangan tersebut dibuat. Sri Mulyani berujar, dalam situasi saat ini penggunaan barang mewah bukanlah hal yang penting untuk Indonesia. dia lebih mementingkan kestabilan neraca perdagangan, agar perekonomian tetap stabil pada kondisi pereknomian global yang sedang carut marut.
Sementara itu Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto yang turut hadir dalam konferensi pers tersebut menyakini, penyesuaian Tarif PPh 22 adalah bentuk keberpihakan kepada industri nasional. Kebijakan pengendalian impor ini bertujuan untuk menjaga pertumbuhan industri dalam negeri, peningkatan penggunaan produk lokal, dan perbaikan neraca perdagangan.
Lebih lanjut Airlangga menjelaskan, tarif PPh Pasal 22 merupakan pembayaran pajak penghasilan di muka yang dapat dikreditkan dan bisa terutang pada akhir tahun pajak. Untuk itu, kenaikan PPh impor tidak akan memberatkan sektor manufaktur. Ongkos produksi bisa berkurang karena industri diarahkan memakai bahan baku dalam negeri. Dampak jangka panjangnya bisa menciptakan kemandirian industri manufaktur nasional.
Regulasinya akan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku pekan depan atau tujuh hari setelah ditandatangani oleh Menteri Keuangan, Rabu (5/9).