Setelah sekitar satu bulan demonstrasi yang digelar oleh rakyat Aljazair, akhirnya Presiden Abdel Aziz Bouteflika bersedia mengundurkan diri. Pengumuman pengunduran dirinya disampaikan kepada Dewan Konstitusi Aljazair pada awal pekan ini. Selain tekanan dari rakyat melalui demonstrasi, ada pernyataan dari Kepala Staf Angkatan Bersenjata Ahmed Gaid Salah bahwa Bouteflika dianggap tidak mampu lagi memimpin Aljazair.
Dengan demikian, Bouteflika tidak lagi mengikuti pemilihan periode kelimanya. Berakhirlah era Bouteflika yang sudah berkuasa selama 20 tahun. Harus diakui bahwa Bouteflika masih dianggap orang kuat di Aljazair, namun serangan stroke 6 tahun lalu membuat Bouteflika mulai jarang tampil di depan publiknya.
Setelah pengunduran diri Bouteflika, Dewan Konstitusi mengumumkan kekosongan jabatan Presiden. Selanjutnya,Dewan menyampaikan kepada Majelis Ummah (Parlemen). Jika parlemen mengesahkan keputusan Dewan Konstitusi maka Ketua Parlemen akan menjabat Presiden sementara selama 90 hari dan menggunakan waktu tersebut untuk menggelar Pemilu. Namun, Ketua Parlemen sebagai Presiden sementara dilarang mencalonkan diri dalam pemilu.
Pengunduran Bouteflika sudah dilakukan sesuai dengan tuntutan rakyat. Tetapi bukan berarti masalah sudah selesai. Banyak tokoh menduduki jabatan penting seperti Ketua Dewan Konstitusi, Ketua Parlemen, dan Perdana Menteri. Mereka dianggap sebagai kroni Bouteflika. Sehingga, tuntutan pembersihan pemerintahan dari unsur Bouteflika masih disuarakan oleh rakyat dan partai oposisi.
Kini hal yang harus dipikirkan secara matang adalah situasi yang tidak menentu ini dimanfaatkan untuk kepentingan satu golongan. Meskipun diwarnai penguasaan oleh satu partai selama 20 tahun, harapan masih ada untuk melaksanakan demokrasi di Aljazair. Inilah saatnya bagi rakyat Aljazair menentukan masa depan mereka dengan memilih pemimpin yang membawa Aljazair pada kemajuan dan bukan pada kehancuran. Siapakah dia? Kita nantikan bagaimana hasil Pemilihan Umum Aljazair beberapa waktu mendatang.