11
July

 

 

 

VOInews, Jakarta: Lebih dari lima dekade, ASEAN telah menikmati perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, pencapaian ini merupakan hasil dari upaya sistematis untuk membangun arsitektur regional yang inklusif, budaya dialog, dan kolaborasi berdasarkan prinsip-prinsip Piagam PBB, Piagam ASEAN, dan hukum internasional.

“Ini adalah merk dagang ASEAN. Kita terbuka untuk kerja sama tanpa mengasingkan,” katanya dalam pembukaan sesi pleno Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ke-56, di Jakarta, Selasa (11/7).

Menlu Retno menambahkan, ASEAN telah berinvestasi sangat besar dalam pencapaian ini, terutama di tengah tantangan global yang semakin kompleks. Oleh karena itu menurutnya, ASEAN tidak punya pilihan selain menunjukkan kemampuannya untuk terus mengarungi dinamika regional dan global, serta terus menanamkan paradigma kolaborasi.

“Kita hanya bisa mencapai ini jika kita dapat mempertahankan persatuan dan sentralitas ASEAN,” katanya.

Oleh karena itu dirinya mendorong untuk mempertahankan kredibilitas ASEAN. Menurutnya, hal ini berarti mengimplementasikan Piagam ASEAN secara konsisten termasuk dalam proses pengambilan keputusan di dalam keadaan darurat.

“Kita harus membuktikan bahwa dengan bersatu kita bisa menjawab tantangan yang ada, sekaligus siap mengantisipasi dan menjawab tantangan di masa depan. Inilah mengapa Visi ASEAN jangka Panjang sangat penting,” katanya.

Menlu Retno juga mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk memainkan peran navigasi dalam dinamika di kawasan. Hal ini menurutnya diperlukan agar tema ASEAN Matters dapat dicapai.

“Kita harus mengirimkan pesan yang jelas bahwa ASEAN tidak akan pernah menjadi bagian dalam persaingan kekuatan besar,” katanya.

Ia pun menekankan pentingnya Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (TAC) harus dipatuhi oleh semua pihak. Menurutnya ASEAN harus berada di garda terdepan dalam membangun arsitektur kawasan yang inklusif.

“Mini-lateralisme harus mendukung perdamaian, stabilitas dan kemakmuran di Indo-Pasifik. ASEAN juga harus meningkatkan hubungan inklusif dengan kawasan Pasifik,” katanya.

11
July

 

VOInews.id-“ASEAN tidak boleh mengabaikan isu-isu hak asasi manusia (HAM). Perbedaan yang kita miliki, bukan menjadi alasan untuk mengabaikan isu-isu HAM krusial yang terjadi di kawasan kita.” Pernyataan ini disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam pertemuan ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) pada Selasa (11/7) di Jakarta.

Menlu Retno mengatakan bahwa, dalam konteks pemajuan HAM, ASEAN harus terus memelihara kerja sama yang berlandaskan pada itikad baik dan kemauan untuk belajar satu sama lain. Dalam hal ini, Menlu Retno menyampaikan dua fokus area kerja sama ASEAN di bidang HAM.

Pertama, perlunya merawat tradisi dialog. Menurut Menlu Retno, di tengah berbagai perbedaan, ASEAN harus terus mengutamakan dialog untuk mengawal kemajuan-kemajuan yang telah dicapai di bidang HAM. Salah satu contohnya melalui ASEAN Human Rights Dialogue. Forum ini membuktikan bahwa negara ASEAN dapat terlibat dalam dialog yang jujur dan terbuka untuk membahas isu-isu HAM di kawasan.

“Forum ini penting untuk dilangsungkan secara reguler. Oleh sebab itu, kami berharap Leaders’ Declaration on the ASEAN Human Rights Dialogue dapat tercapai,” ujar Menlu Retno.

Kedua, perlunya memproyeksikan nilai-nilai ASEAN ke tingkat global. Dalam hal ini, Menlu Retno menyampaikan bahwa krisis dan rivalitas global yang terjadi telah memperberat tantangan bagi pemajuan isu HAM global. Ia mendorong ASEAN agar dapat memberi contoh dengan memprioritaskan pendekatan konstruktif, dibanding melakukan aksi saling tuding.

Di samping itu, Menlu Retno menekankan perlunya kesatuan negara-negara ASEAN untuk menolak standar ganda dan politisasi isu HAM. Terkait hal ini, Menlu Retno mendorong ASEAN terusberkomitmen mendorong penyelesaian berbagai isu HAM di kawasan.

Terkait peningkatan peran AICHR, Retno mengharapkan program-program AICHR tidak terbatas pada peningkatan kapasitas saja, tetapi bisa berupa inisiatif-inisiatif lain yang memiliki dampak nyata.

Dalam pertemuan para menteri luar negeri dengan para representatif AICHR, isu Myanmar masih mendominasi pembahasan. Di samping isu Myanmar, pertemuan juga membahas isu mengenai TPPO serta dampak perubahan iklim terhadap HAM. Para representatif menyoroti kekhawatiran atas meningkatnya kekerasan dan belum adanya kemajuan atas implementasi 5PC.

Menutup pertemuan, Menlu Retno menyampaikan bahwa AICHR harus terus mempromosikan nilai-nilai HAM yang sesuai dengan konteks regional. AICHR juga perlu terus menyuarakan pemajuan dan perlindungan HAM yang konstruktif, objektif, dan proporsional di 3 Pilar Komunitas ASEAN yang sejalan dengan Five-Year Work Plan 2021-2025. Terkait implementasi 5PC, Menlu Retno menyampaikan bahwa isu ini akan dibahas pada pertemuan AMM Retreat.

 

antara

11
July

 

 

 

 

VOInews, Jakarta: Indonesia mendorong dibentuknya pelembagaan dialog tentang hak asasi manusia didalam pertemuan Menlu ASEAN dengan Perwakilan Komisi Hak Asasi Manusia ASEAN (AICHR). Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, usulan ini secara prinsip dapat diterima dengan baik oleh para peserta pertemuan.

“Usulan Indonesia agar dialog Human Rights, dialog mengenai hak asasi manusia didalam konteks ASEAN ini dilembagakan. Jadi akan ada pertemuan rutin, ada interface dengan kita para Menteri luar negeri,” kata Menlu Retno Marsudi di sela rangkaian kegiatan ASEAN Ministerial Meeting/Post Ministerial Conference (AMM/PMC) ke-56, di Jakarta, Selasa (11/7).

Ia menjelaskan, pelembagaan Dialog Hak Asasi Manusia dimaksudkan agar upaya promosi dan proteksi hak asasi manusia dapat terus diperkuat di dalam ASEAN. 

“Kita sampaikan bahwa didalam ASEAN kita kental dengan dialog, dengan tradisi untuk dialog. Demikian juga dialog didalam membahas hak-hak asasi manusia. Kita belajar satu sama lain dari negara anggota masing-masing. Kita belajar untuk memperkuat upaya kita untuk melakukan meningkatkan promosi dan proteksi human rights,” katanya.

Selain itu, didalam pertemuan Menlu ASEAN dengan AICHR, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga mendorong untuk memproyeksikan nilai-nilai ASEAN secara global. Menurutnya, krisis dan persaingan telah memperburuk tantangan hak asasi manusia secara global. 

“ASEAN juga harus bersatu dalam menolak politisasi dan standar ganda sambil membuktikan kemampuan kita untuk mengatasi masalah di dalam tubuh kita sendiri,” katanya.

Untuk itu, Menlu Retno menggaris bawahi pentingnya AICHR untuk terus berkembang melampaui pembangunan kapasitas dan menghasilkan prakarsa yang berdampak. 

11
July

 

VOinews.id-Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan bahwa Asia Tenggara harus tetap menjadi kawasan yang bebas dari senjata nuklir. Pernyataan ini disampaikan Menlu Retno saat memimpin pertemuan Komisi Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ) pada Selasa (11/7) di Jakarta.

Dalam pertemuan tersebut, Menlu Retno menyampaikan risiko penggunaan senjata nuklir saat ini berada pada level tertinggi dibanding periode sejarah lain. Ia menambahkan: “Asia Tenggara masih belum menjadi kawasan yang benar-benar aman selama masih terdapat negara yang memiliki senjata nuklir.

Menlu Retno juga menyayangkan negara yang masih memegang doktrin militer berbasis senjata nuklir di kawasan Asia Tenggara. Dengan adanya senjata nuklir, satu miskalkulasi akan memicu terjadinya bencana global.

“Menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan adalah prioritas kita. Ini adalah fondasi untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai Epicentrum of Growth. Untuk itu, kita harus tetap menjaga kawasan Asia Tenggara bebas dari senjata nuklir, ujar Menlu Retno.

Traktat SEANWFZ telah berkontribusi dalam upaya pelucutan senjata global dan rezim non-proliferasi.Namun, selama 25 tahun terakhir tidak ada negara pemilik senjata nuklir yang menandatangani Protokol Traktat SEANWFZ.

Bersama para Menlu ASEANlainnya, Menlu RI menyerukan agar negara-negara pemilik senjata nuklir dapat segera menandatangani Protokol Traktat SEANWFZ.

Sebelumnya, pada tahun 2022 lalu, Komisi SEANWFZ telah sepakat untuk menjajaki opsi bagi negara pemilik senjata nuklir untuk menandatangani terlebih dulu Protokol Traktat SEANWFZ, selama negara tersebut memiliki komitmen terhadap protokol ini.

“Kita harus bersatu untuk menciptakan jalan menuju kawasan bebas senjata nuklir,”ujar Menlu Retno.

Dalam pernyataan nasional Indonesia, Menlu Retno mengangkat tentang ratifikasi Protokol Traktat SEANWFZ oleh negara pemilik senjata nuklir dan pentingnya Biennial Resolution Traktat SEANWFZ.

Dalam pertemuan tersebut, para Menlu ASEAN menegaskan political will untuk mendorong aksesi Protokol Traktat SEANWFZ oleh negara pemilik senjata nuklir. Pertemuan ini juga membahas implementasi review rencana aksi Protokol Traktat SEANWFZ. Selain itu, para menteri luar negeri sepakat untuk menugaskan working group untuk membahas isu ini lebih lanjut. Pertemuan juga berhasil mengadopsi Concept Note on the Possible Joint Initiatives of OPANAL and ASEAN in 2023.

voinews.id