Tanggal 30 April 2019 menjadi hari bersejarah bagi bangsa Jepang karena sejak era modern, baru kali inilah seorang Kaisar Jepang turun takhta. Biasanya, suksesi terjadi karena sang Kaisar mangkat. Itu juga menjadi akhir dari era Heisei dan memasuki era baru Reiwa. Era baru ini juga istimewa karena periode ini menandai nama asli Jepang yang digali dari puisi abad ke-8. Sebelum ini, 247 periode menggunakan nuansa kebudayaan luar Jepang.
Jepang yang diwarisi oleh putra mahkota Naruhito memang tidak sama lagi dengan Jepang yang diwarisi oleh kaisar Akihito. Jepang di masa Heisei ada dalam keadaan yang disebut Keajaiban ekonomi. Jepang memang ajaib. Bangkit dari kehancuran setelah Perang Dunia II dan menjelma menjadi kekuatan ekonomi. Namun, harga yang dibayar adalah perab militer Jepang dikurangi menjadi Pasukan Beladiri. Demikian berkembangnya Jepang hingga menjadi ekonomi nomor 2 di dunia setelah Amerika Serikat. Tetapi era itu kemudian diikuti oleh meletusnya gelembung pertumbuhan menjadi ekonomi yang seret. Masa itu hingga sekarang ini disebut sebagai dekade yang hilang.
Tetapi meski ada suksesi, Kaisar yang akan memangku jabatannya menghadapi tantangan cukup berat. Ekonomi Jepang sudah tertinggal dari Republik Rakyat Tiongkok sebagai ekonomi nomor 2. Ancaman nuklir dari Korea Utara juga menjadi momok bagi Jepang. Di dalam negeri, ada keinginan dari pemerintah untuk membuat militer Jepang memainkan peranan utama. Penting dilakukan karena militer Tiongkok berkembang pesat. Kaisar tidak memiliki kekuasaan politik administrative tetapi masih tetap dihormati oleh rakyatnya.
Indonesia menyambut suksesi ini dengan hadirnya utusan khusus Presiden untuk Jepang. Harapannya suksesi ini sesuai dengan era Reiwa yakni keselarasan seimbang secara internal dan eksternal. Selamat tinggal era Heisei, Selamat datang era Reiwa.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan kewajiban untuk melakukan reklamasi pascapenambangan, sesuai dengan persetujuan Analisis mengenai dampak lingkungan yang diterbitkan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Senin (29/4) mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk mengurangi dampak lingkungan hidup. Ia menegaskan, bila kewajiban-kewajiban tersebut tidak dilakukan, pelayanan penambangan akan dikurangi atau tidak dilayani.
Selain perbaikan lingkungan hidup pasca kegiatan tambang, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga mendorong pengurangan polusi dan menekan emisi gas buang. Menteri Jonan mengatakan,pemerintah menerapkan program campuran minyak nabati Fatty Acid Methyl Ester fame dengan minyak solar sebesar 20 persen. Saat ini solar mewakili 2 per 3 dari penggunaan seluruh minyak di Indonesia. Kalau dihitung dari aspek terbarukannya, 2 per 3 dikali 20 persen menjadi 13 persen.
Terkait pengurangan polusi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga sudah mengembangkan kewajiban semua pabrik pengelolaan kelapa sawit, untuk membangun pembangkit listrik tenaga biomassa.
Sementara itu dari sisi kelistrikan, campuran energi pembangkit listrik kurang lebih 13 persen. Yang terbesar berasal dari energi panas bumi dan air. Dua sumber tersebut sangat terkait dengan izin pinjam kawasan hutan. Oleh sebab itu, Ignasius Jonan berharap, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan izin, sebagai bentuk dukungan terhadap pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air dan Panas Bumi. Menurut Jonan, jika kedua sumber tersebut digabungkan, bisa mencapai 10 persen dari total campuran energi pembangkit listrik.
Terkait pembangunan pembangkit listrik di kawasan hutan di Pulau Jawa khususnya, Menteri Jonan menjelaskan, sejak 2018 sudah tidak ada izin untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang menggunakan batu bara. Pembangunan pembangkit harus menggunakan tenaga gas atau energi terbarukan. Dengan harapan dapat mengurangi polusi di Pulau Jawa.
Terakhir, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga terus mendorong kebijakan kendaraan listrik yang dapat berperan dalam mengurangi polusi. Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Peningkatan Koordinasi Pelaksanaan Tugas Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral. Nota Kesepahaman ini akan segera ditindaklanjuti dengan perjanjian yang lebih detail.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Minggu pagi (28/4) meluncurkan Gerakan Indonesia Bersih. Gerakan ini untuk pertama kalinya dikenalkan kepada publik sebagai bentuk ajakan kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia agar setiap individu lebih peduli mengurangi produksi sampah dan mengelola sampah harian mereka dengan baik.
Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, gerakan Indonesia Bersih ini adalah gerakan bersama, dan tanggung jawab semua pihak untuk menjaga Indonesia bersih. Apalagi program pengelolaan sampah menjadi program pemerintah yang sangat penting yang harus dilakukan secara terpadu oleh semua pihak. Selain itu, pengelolaan sampah harus memiliki manfaat ekonomi dan lingkungan serta harus dapat mengubah perilaku masyarakat.
Dia menjelaskan, menjadi salah satu negara kepulauan terbesar, Indonesia memiliki banyak potensi sumber daya kelautan dan perikanan termasuk potensi wisata yang sudah menjadi tujuan wisata dunia. Di sisi lain, Indonesia juga berhadapan dengan masalah sampah plastik yang sudah mencemari laut dan berdampak merusak ekosistem laut. Melihat kondisi ini, sudah saatnya seluruh lapisan masyarakat menyadari dampak dari penggunaan plastik yang dipakai sehari-hari dan bertindak.
Luhut mengatakan, sampah plastik di laut bisa terurai menjadi mikroplastik. Jika benda itu tertelan ikan dan ikan dimakan oleh manusia, maka itu dapat mengganggu kesehatan manusia. Di Jakarta sendiri, Luhut menyebutkan terdapat sedikitnya 8.000 ton sampah per hari. Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik, terutama yang sekali pakai (single use) dan disarankan untuk membawa tempat makanan atau minuman sendiri ke manapun.
Luhut menambahkan, sudah banyak program yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal penanganan masalah sampah ini, misalnya menyediakan fasilitas seperti TPS 3R (recycle, reuse, reduce), Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Program Waste to Energy (PLTS), Instalasi Pengolahan Air Limbah, Sistem Pengolahan Sampah Refuse Derived Fuel ataupun Gerakan Industri Hijau.
Ia mengatakan, dengan jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta jiwa, diperlukan perubahan kebiasaan terhadap sampah, peduli terhadap makanan atau barang yang dibeli, tidak hanya isinya tetapi juga bungkus /kemasannya.
Peluncuran Gerakan Indonesia Bersih ini dihadiri oleh beragam komunitas yang peduli dengan masalah sampah di Indonesia, para relawan kebersihan, juga dihibur oleh artis ternama.
Jumat dinihari, 26 April, hujan besar tanpa henti mengguyur 9 Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bengkulu melaporkan, hingga Senin, 29 April,tercatat 29 orang meninggal, 2 orang luka berat dan 13 orang hilang akibat banjir bandang tersebut. Sekitar 12.000 orang mengungsi di banyak tempat dan 13.000 orang terdampak bencana. Sejumlah ternak seperti sapi, kambing/domba dan kerbau turut menjadi korban. Sedangkan kerusakan fisik meliputi 184 rumah rusak, 7 fasilitas pendidikan dan 40 titik sarana prasarana infrastruktur.
Untuk membantu operasional penanganan darurat, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo telah menyerahkan bantuan dana siap pakai sebesar Rp 2,25 milyar kepada Gubernur Bengkulu. Selanjutnya dana siap pakai tersebut akan diberikan kepada BPBD kabupaten/kota sesuai tingkat kerusakan akibat bencana.
Para aktivis lingkungan menyorot keberadaan delapan perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di kawasan penyangga Hutan Lindung Bukit Daun. Tempat ini merupakan daerah tangkapan air hulu Sungai Bengkulu, yang meluap akibat hujan deras dan mengakibatkan banjir merendam wilayah Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu. Ditambah lagi sebuah perkebunan sawit yang telah menghilangkan fungsi hutan tropis sebagai penahan air. Direktur organisasi lingkungan hidup Kanopi Bengkulu, Ali Akbar di Bengkulu mengatakan, seluruh kawasan Bengkulu sudah kehilangan fungsi ekologis sehingga bencana terjadi di daerah ini.
Situasi ini diakui oleh Kepala PNPB, Doni Monardo. Saat penyerahan bantuan ia mengatakan, selain faktor alam yaitu intensitas curah hujan yang meningkat, faktor antropogenik yaitu ulah tangan manusia yang merusak alam dan lingkungan, lebih dominan menyebabkan bencana hidrometeorologi meningkat. Doni menambahkan, deforestasi, degradasi hutan dan lingkungan, berkurangnya kawasan resapan air, lahan kritis, tingginya kerentanan, tata ruang yang tidak mengindahkan peta rawan bencana dan lainnya telah menyebabkan makin rentannya daerah-daerah terhadap banjir.
Campur tangan manusia berdampak besar pada lingkungan. Sudah saatnya para kepala daerah menyadari, pembangunan yang terlalu sembrono dan menihilkan dampak ekologis harus segera diakhiri. Izin-izin industri ekstraktif di kawasan hulu sungai sebaiknya ditinjau ulang. Seperti kata Kepala BNPB, kita harus memulihkan alam, merawat alam dan lingkungan. Jika alam seimbang maka siklus hidrologi juga akan seimbang. Kita jaga alam, alam jaga kita.