Daniel

Daniel

11
September


Hari ini,  tanggal 11 Sept. 2018, Radio Republik Indonesia (RRI) merayakan hari jadinya yang ke-73 tahun. Sejak keberadaannya, Radio Republik Indonesia telah memberikan sumbangsih yang tiada ternilai. Baik dalam mendukung proses kemerdekaan, maupun mengisi kemerdekaan hingga saat ini.

Bagaimana RRI mengikuti perkembangan media saat ini? Di Zaman  yang menuntut untuk lebih cepat menyebarkan informasi dan menjangkau lebih banyak khalayak  pendengar.  Juga dengan konten siaran yang benar-benar dibutuhkan masyarakat .

Radio Republik Indonesia menjawabnya dengan kekuatan 97 stasiun penyiaran terdiri dari 1 satuan kerja tipe A, 30 satker tipe B, 34 satuan kerja tipe C, Pusat Pemberitaan dan Siaran Luar Negeri (Voice of Indonesia) serta 32 Studio Produksi yang ada.

Sebagai sabuk pengaman informasi (Information Safety Belt),
selama tahun 2009 - 2010 RRI telah mendirikan studio di wilayah perbatasan dan daerah terpencil atau blankspot.  Antara lain di  Entikong, Batam, Nunukan, Putusibaou, Malinau, Atambua, Ampana, Boven Digoel, Kaimana, Skow, Oksibil, Takengon, Sabang dan Sampang. Siaran melalui studio-studio produksi ini ditujukan untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan memberikan akses informasi yang berimbang bagi masyarakat. Khususnya  di daerah perbatasan,  maupun di daerah-daerah yang sebelumnya tidak dapat menerima siaran RRI atau blankspot.

Selain itu, siaran RRI kini juga dapat dinikmati lewat streaming atau internet. Bahkan mulai  tahun 2018 ini, RRI dapat diikuti lewat RRINET, yaitu sebuah program radio yang divisualkan.  Khalayak tidak hanya dapat mendengarkan,  tetapi juga melihat konten siaran,  mirip  siaran televisi.

Pembaruan, baik peralatan maupun konten siaran,  serta pengembangan kemampuan sumber daya manusia adalah sebuah keharusan  bagi RRI dalam perkembangan zaman. Apa yang dilakukan Radio Republik Indonesia saat ini, khususnya terkait  peralatan dan konten siaran,  sudah berada di jalur yang tepat.  Namun keberadaan sumber daya manusia (terutama pegawai negeri sipil) yang kini jumlahnya semakin sedikit,  perlu mendapat perhatian. Regenerasi, penambahan pegawai sesuai kebutuhan sebaiknya juga menjadi prioritas.

Dirgahayu Radio Republik Indonesia di usianya yang  ke-73. Sekali di Udara Tetap di Udara.

10
September

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertolak menuju Korea Selatan Minggu, 9 September 2018. Kunjungan kerja Jokowi ke Seoul merupakan balasan atas kunjungan Presiden Korea Selatan Moon Jae-In  ke Indonesia pada tahun 2017 lalu.

Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, tujuan kunjungan ini untuk memperkuat kerja sama ekonomi, khususnya menghadapisituasi ekonomi global saat ini dan ke depan. Selama di Seoul, Presiden Jokowi akan melakukan pertemuan bilateral denganPresiden Korea Selatan Moon Jae-In, serta menghadiri Forum Bisnis Indonesia-Korea Selatan dan pertemuan bisnis one-on-one.Selain itu, rencananya pemerintah kedua negara akan menandatangani sejumlah nota kesepahaman di bidang legislasi, kerja sama imigrasi, ekonomi, Sumber Daya Manusia (SDM), keamanan maritim, serta kerja sama bidang lingkungan hidup dan kehutanan.

Korea Selatan merupakan  satu dari 10 besar negara yang berinvestasi di Indonesia. Antara lain, investasi raksasa baja Korea, Posco Steel, yang menjalin kerja sama dengan PT Krakatau Steel dengan membangun peleburan baja besar, di Cilegon, Banten. Selain itu, jaringan toko ritel Korea, Lotte, juga telah lama beroperasi di  Indonesia. Perdagangan kedua negara pun meningkat cukup signifikan, yakni hampir 12 persen. Potensinya memang cukup besar. Pada tahun 2017 nilai perdagangan Indonesia-Korea tercatat mencapai 16,3 miliar  AS.

Tidak sekedar  memperkuat kerjasama di bidang ekonomi, kunjungan Jokowi ke Korea Selatan kali ini juga dalam rangka memperingati 45 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Korea Selatan.

Hubungan Indonesia dengan Korea Selatan telah terjalin di tingkat konsulat pada tahun 1966 dan dibuka secara resmi  pada 17 September 1973. Karena sama-sama menganut sistem demokrasi, tentu saja tidak sulit untuk melakukan kerjasama ini.

Selain dalam hubungan bilateral, kerjasama Indonesia-Korea Selatan juga terjalin dalam berbagai forum internasional. Salah satunya adalah  forum MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia) yang mempunyai tujuh area utama kerjasama, yaitu melawan terorisme, perdagangan  dan ekonomi, energi, pembangunan berkelanjutan, kesetaraan gender, operasi pemeliharaan perdamaian, tata kelola pemerintahan dan demokrasi yang baik.

Kunjungan Presiden Jokowi ke Korea kali ini juga akan dimanfaatkan untuk memberikan dukungan terhadap perdamaian dua Korea dan mempertebal dukungan Indonesia terhadap proses perdamaian di Semenanjung Korea. Sehingga diharapkan perdamaian dua Korea akan segera terwujud.

Semoga kunjungan Presiden Joko Widodo ke Korea Selatan membawa dampak positif dan memperkuat hubungan kedua Negarakhususnya di bidang ekonomi, politik, keamanan dan sosial budaya.

07
September


Negara-negara Pasifik bertemu dalam sebuah Konperensi Tingkat Tinggi ke 49 di Nauru yang berlangsung dari tanggal 3 dan berakhir 6
 September lalu. Forum ini merupakan arena pertemuan negara-negara di kawasan Samudra Pasifik. KTT dengan thema “Building a Strong Pacific: Our People, Our Islands, Our Will”  dibuka oleh presiden Nauru, Baron Divavesi Waqa yang menyampaikan pidato mengenai Forum Kepulauan Pasifik ( PIF ) sebagai tempat untuk menyelesaikan tantangan bersama di kawasan.
Dalam pertemuan itu beberapa isu menjadi perhatian bersama seperti: keamanan regional, perubahan iklim serta keamanan maritim. Beberapa negara di kawasan turut menghadiri KTT termasuk Amerika Serikat, RRT, Korea Selatan, Jepang, Uni Eropa dan Indonesia. Forum ini pertama kali dilaksanakan pada tahun 1971 dengan tujuan memperkuat kerjasama dan integrasi kebijakan negara-negara Pasifik untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, pembangunan berkelanjutan, tata kelola pemerintahan, dan keamanan regional. Anggotanya terdiri dari 18 negara yaitu Australia, Selandia Baru, Papua Nugini, Kepulauan Cook, Polynesia Prancis, Fiji, Kaledonia Baru, Kiribati, Kepulauan Marshall, Nauru, Niue, Federasi Mikronesia, Palau, Kepulauan Solomon, Tuvalu, Tonga dan Vanuatu. Mungkin jika dibandingkan dengan forum lain di kawasan sekitarnya, Forum Kepulauan Pasifik ini kurang terdengar. Namun setelah gencarnya isu pemanasan global disertai meningkatnya permukaan laut, negara-negara di kepulauan Pasifik yang merasakan dampaknya. Forum ini kemudian menjadi wadah bagi negara-negara terdampak untuk menyuarakan ancaman yang mereka hadapi.
Indonesia yang sebagian wilayahnya berbatasan dengan samudera Pasifik sudah sejak tahun 2001 selalu ikut hadir di dalam Forum itu. Selain mendengarkan dan membantu memberikan masukan, Forum juga menjadi tempat bagi Indonesia untuk selalu memberikan informasi positif atas pembangunan di Indonesia Timur khususnya Papua. Selain itu Indonesia seharusnya juga memainkan peran untuk membantu pembangunan di kawasan jika tidak, negara lain, seperti Tiongkok, Korea atau Jepang yang mengambil peran di kawasan.

06
September


Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, pada hari Rabu (05/09) terus mengalami pelemahan. Rata-rata perdagangan antarbank, per dolar AS sudah dibanderol di atas Rp14.900. Perlu diketahui, pelemahan nilai tukar tidak hanya dialami mata uang rupiah saja.  Beberapa mata uang negara berkembang lain juga mengalami pelemahan. Mata uang India melemah melebihi 10 persen, Brasil hampir 20 persen, bahkan Turki, dan Argentina mencapai lebih dari 40 persen. Meskipun pelemahan rupiah sebesar 9,24 persen masih lebih baik dibandingkan negara berkembang lain namun , kurs rupiah terlihat lebih lesu dibandingkan mata uang negara-negara di Asia Tenggara. Peso Filipina melemah mencapai 6.99 persen, Ringgit Malaysia mencapai 2.23 persen, dan Dollar Singapura mencapai 2.96.

Melemahnya nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh sentimen negatif baik di luar  maupun dalam negeri. Sentimen negatif dari luar  misalnya kenaikan suku bunga  The Federal Reserve, perang dagang antara China dan Amerika Serikat, dan krisis yang melanda Turki serta Argentina.  Sedangkan faktor sentimen negatif dari dalam negeri  antara lain pembelian valas oleh korporasi untuk impor yang masih besar dan defisit neraca transaksi berjalan. Defisit ini terhadap terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 3 persen, sehingga mempengaruhi sentimen investor karena cadangan devisa terus tergerus untuk menambal defisit tersebut.

Pemerintah dan Bank Indonesia bahu membahu meredam pelemahan rupiah. Bank Indonesia terus berada di pasar untuk menaikkan volume intervensi baik di pasar valas maupun di pasar Surat Berharga Negara. Gubernur BI Perry Warjiyo , Selasa (4/9/2018) mengakui, saat ini pelemahan rupiah sudah tidak wajar karena sangat tidak mencerminkan nilai fundamentalnya. Perry menegaskan nilai tukar rupiah yang pada Selasa turun hingga ke Rp14.900 per dolar tidak wajar dan tidak seharusnya terjadi.

Lalu, apakah itu berarti ada ulah spekulan dalam pelemahan rupiah?  Untuk mengatasinya, pemerintah mengancam bakal menjatuhkan sanksi tegas terhadap para spekulan yang coba-coba ‘memancing di air keruh’. Ancaman pemerintah kepada para spekulan valas sebagaimana dilontarkan Menteri Keuangan  Sri Mulyani Indrawati dan Menko Perekonomian Darmin Nasution mengindikasikan bahwa saat ini memang ada spekulan yang sedang “menggoreng” rupiah.

Oleh karena itu, Pemerintah sebaiknya mencegah, dan menindak  para spekulan agar tidak coba-coba mengambil keuntungan dari kondisi ini. Pemerintah bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan harus bekerja sama mencegah dan menindak spekulan.