Guna meminimalisir kontak antara tenaga medis dengan pasien Covid-19 serta mengurangi pemakaian Alat Pelindung Diri yang persediaannya semakin menipis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berkolaborasi dengan Universitas Airlangga (Unair) secara resmi meluncurkan Robot medical Assistant ITS – Airlangga-RAISA. Rektor ITS Prof Dr Ir Mochamad Ashari mengungkapkan, proyek tersebut telah dilakukan bersama dengan Unair dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menyelesaikan satu persatu permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya pandemi virus corona atau Covid-19 ini. Ia berharap kontribusi yang diberikan dapat memberikan manfaat untuk para tenaga medis maupun masyarakat.
RAISA telah dirancang oleh orang-orang yang handal dan tim robot ITS yang sudah memenangkan berbagai lomba di mancanegara. Dengan menggandeng tim medis dari Rumah Sakit Universitas Airlangga-RSUA, semakin melengkapi fitur pada robot yang akan dibutuhkan pasien nantinya. Direktur Utama RSUA Prof dr Nasronudin mengungkapkan, banyak tenaga medis di Unair membutuhkan pengaplikasian teknologi dari ITS. Robot ini mampu memberikan pelayanan kepada pasien yang sedang diisolasi seperti mengantar makanan, pakaian, maupun obat-obatan. Walaupun dengan adanya robot ini, pasien juga tetap memerlukan perawat, namun setidaknya intensitas interaksinya dapat berkurang.
RAISA memiliki tampilan yang imut dan dapat menghubungkan pasien dan perawat melalui layar. RAISA ini dikendalikan menggunakan remote control dari jarak jauh dengan joystick. Robot ini merupakan gabungan teknologi yang ada pada empat robot milik ITS sebelumnya, yakni robot sepakbola beroda (Iris), robot kapal tanpa awak (Barunastra), robot humanoid (Ichiro) dan robot untuk Kontes Robot Indonesia (KRI). Robot setinggi 1,5 meter ini dilengkapi dengan empat rak secara bersusun yang bisa membawa banyak barang maksimal 50 kilogram. Selain itu juga dilengkapi monitor untuk komunikasi dua arah antara tenaga medis dengan pasien menggunakan multimedia.
Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB University menjadi finalis National Bussiness Plan Competition yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Yogyakarta. Tim yang berasal dari kolaborasi tiga program studi tersebut yang terdiri dari Olive Afifah Azzahra dari Supervisor Jaminan Mutu Pangan, Mella Aprilia dari Teknologi Produksi Manajemen Perikanan Budidaya dan Sophie Myhinnatul Anwar dari Manajemen Industri. Ketiganya menciptakan Boosting dari Ikan Baronang siap saji pencegah stunting dan mempercepat pemenuhan kebutuhan protein harian.
Olive Afifah Azzahra mengatakan, ide bisnis bermula dari masalah stunting yang terbilang cukup tinggi pada 2013 yaitu sebesar 37,2 persen kemudian menurun pada tahun 2019 menjadi 27,67 persen. Artinya, masyarakat sudah mulai sadar akan pentingnya pemenuhan zat gizi. Ikan Baronang dipilih karena ketersediaannya yang potensial. Selain itu, kandungan ikan Baronang mampu melengkapi pemenuhan protein harian. Tim mengolah ikan dengan menggunakan tekanan dan dikemas dengan sistem vakum untuk menambah umur simpan dan mempermudah distribusi. Ia menambahkan bahwa Boosting atau suplemen ini memiliki keunggulan yaitu menjadi makanan siap saji yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani serta dapat mencegah terjadinya stunting. Produk yang dirancang berkualitas dan terjamin keamanan pangan, mudah dijangkau oleh masyarakat luas, serta bebas dari bahan pengawet dan monosodium glutamate (MSG). Selain itu rempah-rempah sebagai bumbu dari ikan Baronang secara alami memiliki zat aktif anti mikroba yang dapat mengawetkan bahan pangan tanpa bahan pengawet.
Boosting ikan baronang ini memiliki harga yang relatif terjangkau yaitu sebesar Rp 15 ribu. Tim mempunyai target agar produk ini dapat dipasarkan secara komersil dan diakui oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai produk olahan ikan yang dapat menunjang program pemerintah yaitu gerakan makan ikan. Selain itu, untuk mencegah stunting, diharapkan produk ini dapat tersedia di puskesmas, posyandu, atau rumah sakit sebagai makanan yang direkomendasikan kepada ibu hamil untuk mencegah kelahiran bayi stunting.
Industri pariwisata optimistis bisnis akan kembali normal setelah pandemi virus corona berlalu, meskipun semuanya tetap membutuhkan proses. Chief Marketing Officer & Co-Founder tiket.com Gaery Undarsa mengatakan wisata domestik diprediksi akan pulih paling cepat ketika COVID-19 telah berhasil diatasi. Satu hal yang diperkirakan akan menjadi primadona bagi mereka yang sudah lama tidak berlibur adalah staycation. Masyarakat tidak perlu bepergian jauh, tapi cukup melepas penat di tempat yang nyaman seperti hotel dengan segala fasilitas mumpuni.
Menurut Gaery, pilihan staycation dapat dilakukan di kota tempat tinggal mereka. Setelah itu, masyarakat akan mulai kembali bepergian ke tempat yang dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi tanpa harus mengandalkan transportasi publik. Misalnya, warga Jakarta berlibur ke Bandung yang dapat dicapai dengan berkendara selama beberapa jam. Kemudian, daerah wisata di Tanah Air yang jadi andalan para pelancong seperti Bali dan Yogyakarta akan menyusul pulih. Setelah itu baru perjalanan internasional.
Belum ada yang tahu kapan pandemi akan berakhir, tapi industri pariwisata dapat belajar dari negara yang telah bangkit seperti China. Gaery menambahkan, masyarakat setempat langsung membanjiri tujuan-tujuan wisata domestik setelah status karantina diangkat. Masyarakat Indonesia mungkin akan melakukan hal yang serupa. Ia memastikan akan terus mendukung para partner, termasuk maskapai penerbangan dan hotel, agar kembali pulih sehingga masyarakat dapat kembali bepergian tanpa khawatir saat situasi membaik kelak. Para konsumen juga dapat menantikan penawaran menarik dari penyedia jasa wisata saat bisnis kembali normal.
Pada Februari lalu, Wuhan sudah kembali dibuka dan dinyatakan nol persen sebaran virus baru. Namun pada kenyataannya per tanggal 12 April di Tiongkok, terdapat 108 kasus baru. Bahkan 3 orang meninggal di Kota Jia, Hinan, Tiongkok. Kenyataan yang mirip juga harus dihadapi oleh Korea Selatan. Setelah sempat mengendalikan angka infeksi dengan pengetesan secara massif, pada 13 April, 116 orang yang sudah sembuh kembali merasakan gejala serangan Covid-19, termasuk 25 kasus baru. Singapura yang tadinya bisa menekan angka infeksi terkecil dari negara-negara ASEAN lainnya, kini justru menghadapi penambahan potensi terinfeksi yang cukup tinggi.
Ada beberapa faktor yang bisa dicermati dari kasus Tiongkok, Korea Selatan dan Singapura. Tiongkok mendapat sejumlah kasus infeksi virus corona baru setelah Wuhan dinyatakan menjadi Kota terbuka dan banyak pendatang dari luar Tiongkok yang datang ternyata sudah terinfeksi tanpa gejala. Sehingga ketika suatu negara sudah mencapai puncak serangan corona pertama, Setelah jeda sekian lama, maka muncullah serangan gelombang kedua.
Menurut Dicky Budiawan seorang Epidemiology Indonesia, kandidat Doktor dr Griffith University Australia, gelombang kedua virus corona adalah ketika suatu wilayah sudah mencapai puncak tekanan virus corona, kemudian terjadi penurunan, setelah fase penurunan jumlah sebaran infeksi, terjadi lonjakan kasus lagi. Untuk lonjakan kedua dengan rate di angka 3-10 persen penduduk. 90 persen adalah penduduk yang belum terpapar sebelumnya.
Jika merujuk hal tersebut, kita dapat menelaah kondisi masing-masing negara. Banyak negara belum selesai menghadapi masa pumcak serangan Covid-19. Setelah itu, negara tersebut harus bersiap menghadapi serangan kedua, mengingat perjalanan penanganan virus ini nampaknya masih cukup panjang, karena potensi serangan Covid-19 gelombang kedua sangat memungkin jika tidak diwaspadai. Selayaknya, dunia internasional, khusunya Organisasi Kesehatan Dunia -WHO mendukung upaya-upaya penemuan vaksin yang terus dilakukan oleh beberapa negara. Dengan demikian, vaksin ditemukan untuk membasmi eksistensi Covid-19 yang telah menelan korban ribuan jiwa.