VOI WARNA WARNI Saat ini, masyarakat Indonesia mulai melirik kembali obat-obatan tradisional untuk menumbuhkan imunitas tubuh. Fenomena ini salah satunya dikarenakan oleh merebaknya pandemi Coronavirus (COVID-19) di Indonesia supaya memaksa orang berperilaku hidup sehat. Dilansir dari laman UNPAD, jika dilihat dari sisi sejarah, tanaman herbal sudah banyak dipergunakan nenek moyang Indonesia untuk pengobatan tradisional. Hal ini banyak tertuang dalam naskah kuno Nusantara, termasuk di antaranya pada naskah Sunda. Menurut Dosen Departemen Filologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Dr. Elis Suryani Nani Sumarlina, M.S., ada beberapa naskah kuno Sunda yang mengungkap seluk beluk tanaman obat dan pengobatan tradisional.
Pengobatan tradisional terkuak lewat naskah Sunda kuno abad 16 Masehi, Kropak 421 yang berisi mantra penangkal, Darmapamulih (mantra pengobatan), juga pada Kropak 409 . Naskah tersebut berbahan lontar juga memanfaatkan aksara dan bahasa Sunda Kuna. Naskah ini menguak tumbuhan yang berfungsi sebagai penangkal serangan penyakit beserta cara pengobatannya.Pada naskah ini, sejumlah tanaman herbal seperti jenis-jenis kunyit, temulawak, juga kunir diungkap manfaatnya. Temulawak memiliki kandungan minyak atsiri, yang berkhasiat menumbuhkan daya tahan tubuh. Kunir selain menumbuhkan kekebalan tubuh, mengobati demam, diare, antikanker dan scabies, mencegah depresi, mengatasi peradangan, mencegah alzheimer, maag, menghambat kerusakan kromosom, menjaga kekuatan otak, menurunkan depresi, dan menjaga gula pada penderita diabetes.
Ada pula disebutkan khasiat dari tanaman lainnya, seperti rumput teki sebagai obat jantung, asma, dan kanker, daun sembung untuk menyembuhkan flu, batang secang sebagai obat radang dan demam, juga babadotan untuk mengatasi demam dan malaria. Tentang imunitas tubuh, naskah tersebut juga mengatakan sejumlah nama tanaman, anatar lain sirsak, daun katuk, kencur, daun binahong, jahe, buah jeruk, hingga kayu manis. Untuk menyembuhkan batuk, jahe, asem, adas, hingga asparagus adalah beragam tanaman yang bisa dipergunakan. Dr. Elis menyampaikan, bawang putih dan bawang merah juga dapat dipergunakan untuk menumbuhkan imunitas tubuh. Dalam naskah disebutkan, bawang putih dan jahe diparut, ditambah sedikit garam. Hasil campurannya disebutkan berkhasiat menyembuhkan penyakit paru-paru basah.
VOI PESONA INDONESIA Sulawesi Selatan memiliki berbagai tradisi yang unik seperti, Rambu Tuka, Accera Kalompong, Mappalili dan lain-lain. Diantara tradisi tersebut, ada yang sampai saat ini masih tetap dilakukan oleh penduduk Sulawesi Selatan, khususnya suku Bugis. Tradisi tersebut adalah tradisi Mappalili atau Appalili dalam bahasa Makasar.
Kata Mappalili berasal dari kata “Palili” yang berarti menjaga tanaman padi dari sesuatu yang mengganggu atau menghancurkan. Berarti, tradisi ini bertujuan untuk menjauhkan daerah yang akan ditanami dari gangguan yang biasanya mengurangi hasil produksi. Tradisi ini adalah ritual turun-temurun yang dilaksanakan oleh masyarakat Bugis kuno yang dikenal dengan sebutan Bissu. Komunitas ini tersebar di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, yaitu di Pangkep, Bone, Soppeng, dan Wajo.
Ritual ini dipimpin langsung oleh Puang Matoa dengan berkumpul di rumah Arajang, tempat menyimpan pusaka. Puang Matoa memulai dengan menggunakan Katto-katto, sejenis kentongan untuk memanggil anak laki-laki dan Kalung-kalung untuk memanggil anak perempuan. Kemudian Puang Matoa akan menyanyikan nyanyian adat mereka untuk membangunkan Arajang(pusaka) dan diakhiri dengan mengarak arajang keliling kampung yang menjadi aba-aba untuk waktunya membajak sawah. Arajang atau pusaka di setiap daerah berbeda. Di Pangkep, Arajang berupa bajak sawah yang terbuat dari kayu dan sudah ada sejak tahun 1330. Di Soppeng berupa sepasang Ponto atau gelang berkepala naga yang terbuat dari emas murni. Sedangkan di Bone dan Wajo berupa keris.
VOI WARNA WARNI Bunga Lengari, 16 tahun, asal Lembata, Nusa Tenggara Timur, membuat sebuah alat sederhana pemanen air tawar dari air laut. Pelajar tingkat Sekolah Menengah Atas yang biasa disapa Osin itu membuatnya untuk menghadapi masalah kekeringan dampak perubahan iklim yang terjadi di wilayah tempat tinggalnya. Awalnya ia mengikuti sosialisasi mengenai dampak dari perubahan iklim. Melalui kegiatan tersebut, Osin dan teman-teman di sekolahnya mulai memahami bahwa kekeringan yang terjadi adalah dampak perubahan iklim. Akhirnya ia menemukan teori yang dikemas dengan hal yang sangat sederhana yaitu desalinasi air laut.
Alat desalinisasi air laut bentuknya seperti rumah-rumahan. Rangkanya dari kayu, alas memakai tripleks, wadah penampungan air laut menggunakan aluminium, alat ini dipasangi paralon yang dihubungkan dengan selang untuk mengalirkan air tawar.
Meskipun hasil air tawarnya belum bisa dikonsumsi karena kandungan yang belum diteliti lebih lanjut, Osin menggunakan air tawar itu untuk air minum ternak dan menyiram tanaman. Dia berharap, alat yang dibuat bersama teman-temannya itu bisa dikembangkan sehingga bisa menghasilkan air yang lebih banyak dan layak untuk dikonsumsi.
Osin mengisahkan, anak-anak di wilayah tempat tinggalnya sudah terbiasa mengantre berjam-jam untuk mengambil air di sumur sedalam 22 meter. Ketika mengalami kekeringan yang bisa terjadi selama 8-9 bulan, tak jarang juga Osin dan teman-teman tidak mandi, dan hanya mencuci muka untuk berangkat sekolah. Program Manager Plan Indonesia Wahyu Kuncoro mengatakan, Osin merupakan salah satu peserta dari Project Climate Change Child Centered Adaptation (4CA). Kemudian, Wahyu berujar, Plan Indonesia menggelar kompetisi untuk eksplor ide kreatif dan akhirnya tercetuslah desalinasi air laut.
VOI WARNA WARNI Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya (FPIK–UB) mempunyai sebuah sekolah selam yang berafiliasi dengan Scuba School Internasional Indonesia (SSI Indonesia) yang diberi nama Fisheries Diving School. Sekolah selam ini meraih penghargaan internasional untuk kategori Excellence Ecology Training Centre Award dari Scuba School Internasional (SSI) Indonesia. Penghargaan akan diserahkan dalam kegiatan Deep and Extream Indonesia pada April mendatang. Penghargaan tersebut diberikan kepada FDS atas upayanya dalam mengembangkan kompetensi akademik di bidang ekologi laut.
Beberapa upaya yang telah dilakukan FDS, antara lain memberikan pelatihan bagi akademisi, peneliti, birokrat dan juga masyarakat nelayan untuk mengidentifikasi kondisi ekosistem di sebuah wilayah. Menurut Sekretaris Badan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (BPPM) FPIK UB, Citra Satrya Utama Dewi, penghargaan tersebut diberikan kepada FDS atas upayanya dalam mengembangkan kompetensi akademik di bidang ekologi laut. Materi pelatihan yang diberikan juga beragam. Mulai dari ekologi kelautan, ekologi paus, ekologi penyu, ombak, hingga arus pasang dan surut. Tidak hanya itu. Sekolah Selam FPIK UB juga berperan aktif dalam kegiatan masyarakat di bidang kelautan. Selain itu juga berkontribusi pada seni 'Festival Bangsring Underwater' dalam bentu monitoring ikan nemo selama 48 jam.
Dengan penghargaan ini, FDS juga dinobatkan sebagai salah satu dari 137 dive center di Indonesia yang dipercaya memilki kualitas unggul untuk penyelenggaraan pelatihan selam berbasis ekologi laut. Sekolah selam ini dibangun sebagai sebuah bentuk komitmen FPIK UB untuk mencetak sarjana perikanan dengan keterampilan unggul yang dibuktikan oleh lisensi atau sertifikat pendamping ijazah.