Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Jawa Timur merupakan satu diantara universitas-universitas di Indonesia yang aktif mengembangkan riset, termasuk selama wabah covid 19. Sejak berkembangnya wabah covid 19 yang berawal di Wuhan Tiongkok, ITS telah mengembangkan sekitar 25 riset dan inovasi yang dapat dimanfaatkan untuk membantu penanganan pandemi Covid-19.
Rektor ITS Prof. Mochamad Asha pada seminar dalam jaringan yang diakses di Jakarta, Kamis (14/5) mengatakan ada banyak produk berhasil dikembangkan oleh ITS untuk membantu penanganan Covid-19. Hasil riset dan inovasi tersebut antara lain Robot RAISA, hand santizer, face shield, baju hazmat, masker, bilik sterilisasi, bilik swab, emergency ventilator, robot ultra violet. Selain itu ada pula thermal imaging, sistem informasi Covid, pemodelan dampak Covid.
Saat ini, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) sedang melakukan riset untuk mengembangkan perangkat tes cepat Covid-19 non-PCR. Robot RAISA yang dikembangkan bersama Universitas Airlangga saat ini telah digunakan di Rumah Sakit Universitas Airlangga baik di ruang intensive care unit (ICU) maupun high care unit (HCU). Robot RAISA yang dapat beroperasi hingga delapan jam tersebut dikendalikan dari jarak jauh dengan menggunakan wifi internet. Robot itu dapat mengangkut beban maksimum 50 kilogram termasuk obat dan barang keperluan pasien.
Hinga saat ini Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) telah memproduksi sebanyak 4.000 liter hand sanitizer dan 140.000 face shield, 1.000 baju hazmat, 8.000 masker, 20 bilik sterilisasi, dua bilik swab. Sementara emergency ventilator masih dalam tahapan uji di Kementerian Kesehatan.
Selain terkenal dengan kuliner rendang, Padang yang terletak di provinsi Sumatra Barat juga memiliki beragam menu untuk berbuka puasa. Salah satunya adalah lamang tapai. Di tengah maraknya makanan cepat saji, makanan tradisional yang terbuat dari ketan dan diberi kuah tapai ketan hitam ini masih menjadi primadona di saat berbuka puasa.
makanan khas Padang ini terbuat dari ketan putih yang dibakar dan disajikan lengkap dengan tapai yang terbuat dari ketan hitam. Proses pembuatan Lamang Tapai ini sangat tradisional dan unik. Untuk membuat lamang, diperlukan sebilah ruas bambu muda. Setelah dicuci, beras ketan putih itu dicampur santan kelapa dan daun pandan serta diberi sedikit garam. Kemudian beras itu dimasukkan ke ruas bambu muda yang bagian dalamnya dilapisi daun pisang. Kemudian dituangkan santan ke dalamnya dan lalu dibakar. Membakarnya pun harus hati-hati agar ruas bambu itu tidak sampai terbakar.
Untuk proses pembuatan kuahnya, tapai yang terbuat dari ketan hitam itu lebih dahulu dikukus, lalu ditaburi ragi yang telah dihancurkan hingga menjadi bubuk, kemudian ditutup dengan daun pisang. Didiamkan selama tiga hari di tempat yang kering, hingga jadilah tapai ketan hitam. Lamang terasa lezat dan manis, bercampur sedikit rasa asam. Lamang tapai ini juga mengeluarkan aroma khas yang menggugah selera untuk berbuka puasa.
lamang tapai yang biasanya disajikan di rumah-rumah masyarakat Minangkabau sebagai salah satu menu berbuka puasa, juga sering ditemukan pada hari-hari besar agama dan perayaan adat masyarakat setempat.
29 April lalu, Pemerintah meluncurkan layanan kesehatan jiwa (Sejiwa) yang berbasis konsultasi psikologi. Layanan ini diluncurkan karena meningkatnya tekanan psikologis masyarakat di tengah masa pandemi COVID-19. Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan ancaman tekanan psikologis yang meningkat itu dilihat berdasarkan data dari sejumlah lembaga. Menurutnya, terbanyak adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Moeldoko menjelaskan, berdasarkan data dari lembaga bantuan hukum, asosiasi perempuan Indonesia untuk keadilan (APIK), selama 16 hingga 30 Maret 2020 terdapat 59 kasus kekerasan, perkosaan, pelecehan seksual, dan pornografi yang terjadi.
sekjen PBB pada 5 April 2020 menyatakan bahwa meningkatnya tekanan sosial dan ekonomi akibat pandemi COVID-19 telah menyebabkan meningkatnya kasus KDRT, pada perempuan dan anak. Beberapa negara, seperti Afrika Selatan dan Australia melaporkan adanya ribuan kasus pengaduan KDRT. Moeldoko menjelaskan hal itu juga sejalan dengan laporan gugus tugas percepatan penanganan COVID-19, yang menyampaikan bahwa persoalan COVID, 20 persen adalah persoalan kesehatan dan 80 persen adalah persoalan psikologi. Menurut Moeldoko, jika masyarakat tidak bisa menjaga psikologi mereka sendiri maka ada kecenderungan bahwa imun tubuh akan menurun dan pada akhirnya itu lah yang menyebabkan seseorang terkena COVID.
Layanan Sejiwa bisa digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat dengan cara menghubungi hotline 119 (ext 8). Moelodoko menjelaskan, Pelayanan ini diberikan sebagai bentuk nyata bahwa negara hadir untuk menjaga warganya, salah satunya untuk menjaga kesehatan jiwa melalui layanan konseling dan edukasi kepada masyarakat terdampak COVID-19. Harapannya, masyarakat Indonesia bisa memiliki satu jiwa dan semangat yang sama untuk bergotong royong untuk menghadapi Pandemie Covid-19 sekarang ini..
VOI PESONA INDONESIA Masjid Wawoangi merupakan masjid tertua di pulau Buton. Lokasinya diatas pegunungan Desa Wawoangi, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara. Masjid ini juga dikenal dengan nama “Masjid Di Atas Angin”. Dalam bahasa 'cia-cia', bahasa masyarakat setempat, wawoangi artinya di atas angin, sehingga masjid ini disebut Masjid di Atas Angin. Masjid Wawoangi didirikan oleh Syeh Abdul Wahid di tahun 1527 dan dipercaya sebagai masjid pertama dalam mensyiarkan agama Islam di Pulau Buton.
bangunan Masjid Wawoangi tampak sederhana, meski demikianmasjid ini punya keunikan tersendiri. Semua bangunan masjid terbuat dari kayu, dindingnya terbuat dari bambu-bambu kecil dengan posisi berdiri dan tidak rapat. Bambu ini diikat dengan ijuk pepohonan. Atapnya terbuat dari kayu jati yang tipis dan tidak ada kubah ataupun menara di samping masjid. Di halaman masjid terdapat pohon cendana dan beberapa makam tua . Salah satu dari makam tua tersebut adalah makam ayah Sultan Buton VII, Sultan La Saparagau.
masjid Wawoangi sehari-harinya sudah jarang digunakan warga untuk shalat, karena letaknya lumayan jauh dari perkampungan warga. Namun masjid ini masih tetap dijaga kelestariannya dan dipelihara dengan baik oleh warga Desa Wawoangi. Karena untuk kegiatan-kegiatan adat, masjid ini kerap digunakan. Pada saat bulan suci Ramadhan, Masjid Wawoangi ini biasanya dikunjungi warga yang ingin menjalakan shalat Tarawih.