Sulawesi Utara tak hanya dikenal dengan wisata indah di Manado atau Bunaken saja. Tapi sekarang perhatian wisatawan juga akan melirik ke arah Destinasi Super Prioritas di Likupang. Destinasi ini berada di Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Sekarang di Likupang juga tengah dibangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Banyak alasan untuk kita mengunjungi Likupang. Jelas destinasi wisata di sana tak kalah cantik dengan wisata populer lainnya di Sulawesi Utara. Salah satunya adalah Pulau Lihaga. Pulau Lihaga adalah pulau tak berpenghuni yang berada Kecamatan Likupang Kabupaten Minahasa Utara. Pulau ini luasnya hanya 8ha, tidak terlalu besar namun punya potensi wisata yang luar biasa. Dari kejauhan saja, sudah tampak pulau ini memiliki pantai dengan hamparan pasir putih halus, yang kontras dengan birunya lautan.
Yang melihatnya pasti tak sabar untuk segara turun dan menyentuh pasir yang putih bersih ini. Lihaga juga punya alam bawah laut yang menarik. Tak perlu jauh-jauh, menyelam atau snorkeling di dekat pantai saja sudah tampak ribuan ekor ikan yang berenang hilir mudik. Untuk mencapai Pulau Lihaga, Anda harus menempuh perjalanan sekitar 90 menit dari Kota Manado menuju Likupang (pelabuhan Serei). Setelah tiba di Likupang, Anda harus melanjutkan perjalanan lagi selama kurang lebih 40 menit dengan menggunakan perahu nelayan setempat. Harga sewa perahu sekitar Rp800.000 untuk 20 orang penumpang. Walaupun pulau ini tidak berpenduduk, namun Anda tidak perlu khawatir karena di pulau ini telah tersedia toilet dan ruang ganti. Anda juga bisa menginap di Pulau Lihaga tanpa khawatir dipungut bayaran lagi.Namun tentunya Anda harus menyediakan peralatan tenda sendiri karena di tempat ini tidak ada yang menyediakan tenda.
Selain itu jika Anda berencana berkunjung dan menginap di Pulau Lihaga, jangan lupa untuk membeli makanan dan minuman terlebih dahulu karena di Pulau Lihaga tidak tersedia warung yang menjual makanan. Sarana dan prasarana destinasi wisata di pulau ini memang tidak ada namun bagi Anda yang suka berpetualang, alam pulau lihaga sepertinya telah menyediakan segalanya.
VOI PESONA INDONESIA Gedung Sate merupakan ikon kota Bandung. Karenanya, banyak wisatawan yang berkunjung ke Bandung, biasanya mampir sejenak dan berfoto di depan Gedung Sate. Dahulu Gedung ini tidak bisa diakses masuk oleh masyarakat umum, karena memang sampai saat ini masih dipergunakan sebagai kantor pemerintahan provinsi Jawa Barat. Kini perlahan akses tersebut sedikit dibuka, karena banyak masyarakat yang penasaran akan gedung buatan Belanda ini. Untuk menjawab rasa penasaran tersebut, pemerintah provinsi Jawa Barat membuat Museum Gedung Sate. Di dalam museum seluas 500 meter persegi ini, wisatawan akan mendapat pengetahuan secara mendalam tentang sejarah pembuatan gedung yang awalnya bernama gedung Gouvernement Bedrijven ini. Anda juga akan dimanjakan dengan teknologi visual digital dan video mapping yang cukup canggih.
Museum Gedung Sate diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) pada tanggal 8 Desember 2017. Terletak di sayap timur Gedung Sate, museum ini menyajikan tema sejarah, yang dikemas dalam sensasi teknologi digital dan interaktif. Di museum ini anda bisa menikmati Interactive 3D Scale Model of Gedung Sate, Interactive Glass Display, Hologram, dan Wall Video Mapping. Terdapat juga Virtual Reality yang membuat Anda seolah-olah menaiki balon udara mengelilingi area sekitar Gedung Sate. Selain itu, anda juga dapat menikmati Architarium (TV 270 derajat), Interactive Floor Display, dan Interactive Picture Frame.
Mengunjungi museum Gedung Sate tak hanya belajar tentang sejarah saja, tapi bagi anda yang tertarik dengan seni arsitektur zaman kolonial juga bisa mengetahui rahasia material bangunan dan teknik yang digunakan para arsitek zaman dulu dalam membangun Gedung Sate. Sebagai media pembelajarannya, di salah satu sudut museum tembok asli Gedung Sate sengaja dibobol dan dilubangi agar lebih detil terlihat batuan-batuan yang menjadi fondasi Gedung Sate.
Museum Gedung Sate menggunakan teknologi augmented reality yang juga dapat memberikan sensasi menjadi mandor dalam proyek pembangunan Gedung Sate di zaman kolonial. Bagi anda yang tertarik mengunjungi museum ini, anda bisa masuk secara gratis mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Jumlah pengunjung yang datang setiap harinya dibatasi hanya 35 orang saja.
VOI PESONA INDONESIA Hari ini kami akan mengajak anda berwisata ke obyek wisata di Kawasan Lereng Gunung Anjasmoro, Desa Sumber di Kabupaten Jombang Jawa Timur yang dikenal dengan nama kampung durian. Karena setiap musim durian tiba, desa Sumber setiap harinya ramai didatangi oleh wisatawan dalam dan luar negeri.
durian dikenal sebagai rajanya buah. Selain bisa langsung dimakan daging buahnya , ternyata sang raja buah ini bisa menjadi kuliner olahan yang nikmat, salah satunya yaitu durian bakar. Buah durian yang sudah dikeluarkan dari cangkangnya dipanggang di tungku dengan api arang. Sebagai variasi rasa, permukaan daging durian diolesi dengan saus sari buah naga.
durian bakar khas Wonosalam ini tidak hanya disukai oleh orang dewasa tetapi juga anak-anak. Dalam penyajian durian bakar ini terlihat unik , karena menggunakan kulit durian yang dipotong mirip mangkuk. Setelah dipanggang selama 3-5 menit hingga warnanya kecokelatan , buah durian kemudian ditata pada cekungan kulit tersebut. Durian bakar diapit dengan ketan hitam dan ketan putih yang sudah dikukus sebagai pelengkapnya. Sementara diatasnya ditambahkan irisan kelapa muda, jeruk manis, buah naga , daun mint serta susu. Dengan membayar Rp. 18.000 untuk porsi sedang dan Rp. 25.000 untuk porsi besar tergantung ukuran duriannya, anda sudah bisa merasakan lezatnya durian bakar khas Wonosalam, Jombang , Jawa Timur ini.
karena lezatnya durian bakar khas desa Wonosalam, Kabupaten Jombang , tidak lengkap rasanya jika ke Jombang tanpa menyantap durian bakar khas pegunungan Anjasmoro ini. Udara lereng gunung yang segar, efek panas arang, membuat durian ini semakin lumer di mulut dan dijamin Anda tidak akan melupakan sensasi durian bakar ini.
VOI WARNA WARNI Pacu Itiak, atau Pacu Itik (Flying Duck Race) merupakan salah satu tradisi unik Anak Nagari yang terdapat di Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Untuk melestarikannya, Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Payakumbuh memasukkan Pacu Itiak dalam daftar 35 event pariwisata Sumbar tahun 2020 ini.
Plt Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Payakumbuh, Andiko Jumarel beberapa waktu lalu mengatakan momentum ini akan dimaksimalkan oleh pihaknya untuk memperkenalkan tradisi ini baik di tingkat nasional maupun internasional. Lomba ini tidak akan ditemukan di daerah lain, karena umumnya masyarakat menggunakan sapi atau kerbau sebagai hewan untuk berpacu, namun masyarakat Payakumbuh menggunakan itik sebagai hewan untuk dilombakan.
Media yang digunakan sebagai media dalam Pacu Itiak adalah sawah. Olahraga tradisonal ini terus berkembang, sehingga masyarakat membuat gelanggang khusus untuk tempat itik-itik berpacu. Seperti perlombaan pada umumnya, Pacu Itiak juga memiliki aturan main. Salah satu peraturan yang paling umum adalah usia itik yang ikut lomba harus berkisar antara 4 sampai 6 bulan. Itik-itik yang sudah terlatih dan dapat terbang tinggi diikutsertakan dalam lomba ini. Melihat besarnya animo masyarakat maka olah raga pacu itiak dikelola secara profesional dan dibentuk Persatuan Olahraga Pacu Itiak (PORTI).
Andiko Jumarel menjelaskan, dahulunya Pacu Itiak dilakukan oleh para petani dan para pemuda sebagai hiburan untuk melepas penat setelah pulang dari sawah atau kebun. Tradisi Pacu Itiak diperkirakan sudah mulai digelar Anak Nagari semenjak ratusan tahun silam. Selama ini, pihak Disparpora terus berupaya menjadikan Pacu Itiak sebagai daya pikat bagi wisatawan. Misalnya dengan menggelar lomba ini dalam berbagai event nasional maupun internasional yang digelar di payakumbuh, salah satunya pada rangkaian Tour De Singkarak.