Sawahlunto, kota penambangan Batubara Tertua di Asia Tenggara berhasil masuk nominasi situs warisan budaya dunia UNESCO. Sawahlunto dari Sumatera Barat, Indonesia ini akan bersaing dengan 27 situs budaya lainnya dari berbagai Negara yang masuk dalam nominasi yang sama. Aktivitas penambangan batubara telah dilakukan di Sawahlunto pada abad ke-19 saat Hindia Belanda berkuasa. Penambanan batu bara telah mengubah Sawahlunto, dari wilayah terpencil menjadi dikenal dunia. Berbagai infrastruktur mulai dibangun untuk mendukung aktivitas pertambangan, seperti jaringan kereta api ke pantai barat Sumatera, hingga Pelabuhan Emmahaven yang dikenal sebagai Teluk Bayur. Operasi penambangan batu bara selama dua abad telah menjadikan Kota Sawahlunto kental dengan interaksi budaya timur dan barat. Hal itu terlihat dari tata ruang kota yang unik.
komite UNESCO akan memulai 11 hari musyawarah di Baku, Azerbaijan, pada 30 Juni hingga 10 Juli 2019 untuk memutuskan situs mana yang pantas ditambahkan ke daftar situs warisan dunia, di antara 1.092 situs dari 167 negara. Tahun 2019 ini, ada tiga kategori yang berbeda dalam daftar nominasi tersebut. Kategori pertama adalah situs alam. Kategori kedua adalah situs budaya, dan yang ketiga ialah gabungan antara unsur budaya dan alam. Destinasi mana yang akan masuk ke dalam Situs Warisan Dunia UNESCO telah melalui evaluasi panjang dari para ahli lapangan. Akun Twitter UNESCO akan mengumumkan warisan dunia terbaru pada 10 Juli 2019.
Destinasi yang berhasil masuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO akan semakin dikenal. Tak hanya itu, destinasi itu juga akan mendapat perlindungan dari UNESCO. Jika terpilih, Kota Sawahlunto akan melengkapi destinasi dari Indonesia yang masuk daftar Situs Warisan Dunia Unesco. Sebelumnya, ada delapan destinasi dari Indonesia yang telah masuk daftar tersebut. Kedelapan destinasi itu adalah Candi Borobudur, Candi Prambanan, Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Ujung Kulon, Situs Manusia Purba Sangiran, Taman Nasional Lorentz, Hutan Hujan Tropis Sumatera, dan Subak di Bali.
Berwisata ke provinsi Kepulauan Bangka Belitung, ada banyak ragam wisata yang bisa anda kunjungi, khususnya wisata bahari. Tak hanya berwisata mengunjungi objek-objek wisata yang indah, sempatkan juga untuk mencicipi kelezatan kuliner lokalnya. Salah satu Kuliner lokal Bangka Belitung yang wajib anda coba, adalah Pantiau. Sekilas, kuliner ini mirip seperti kwetiau. Mienya cukup tebal dengan tekstur menyerupai kwetiau. Dalam bahasa setempat, Pantiau memiliki arti 'makanan setengah berat'. Berasal dari kata 'pan' yang berarti setengah dan 'tiau' yang merujuk pada 'berat'. Karena makanan setengah berat, Pantiau bisa menjadi makanan pengganti nasi.
bahan baku pantiau adalah sagu, tepung beras, daging ikan, bawang putih, bawang merah, garam, merica, dan kecap asin. Awalnya, sagu diaduk dengan tepung beras. Setelah mendapatkan tingkat kekenyalan yang pas, adonan pantiau itu dikukus di dalam loyang berdiameter 30 sentimeter. Setelah adonan masak, pantiau yang berbentuk lingkaran itu digantung pada bilah-bilah bambu sampai dingin dan kering. Setelah dingin dan kering, pantiau kemudian dipotong menjadi seperti mi. Pemotongannya dapat dilakukan dengan menggunakan pisau. Namun lebih sering menggunakan alat pemotong supaya hasilnya lebih rapi. Tak selesai di situ, pantiau ditaburi tepung lagi supaya tidak lengket atau merekat satu sama lain. Pantiau yang akan disajikan, dimasak lagi dengan cara direbus. Setelah itu, sajikan dalam piring atau wadah tertentu.
Untuk menikmatinya, Pantiau harus diolah lagi dengan tambahan kuah ikannya. Mula mula bawang putih dan bawang merah dihaluskan, digiling lagi dengan daging ikan. Lalu ditumis tambahkan merica atau yang lebih dikenal warga Bangka dengan nama sahang. Setelah memunculkan aroma yang harum lalu masukkan garam dan kecap asin. Bumbu ini disajikan di atas pantiau yang sudah tersaji di piring.Tambahkan air panas secukupnya agar bumbunya dapat diaduk dengan pantiau. Pantiau pun siap dinikmati. Rasanya lezat dan gurih. Untuk menikmati seporsi Pantiau, anda bisa dengan mudah menemukannya di provinsi Bangka Belitung dengan harga Rp.10.000 hingga Rp.20.000 per porsi.
Edisi kali menghadirkan informasi lagu keroncong asli berjudul Rindu Lukisan.Lagu keroncong asli ini diciptakan oleh Ismail Marzuki, salah seorang komposer lagu Indonesia berbakat dan sangat produktif di zamannya. Secara umum lagu ini berisi tentang sepasang insan yang sama-sama merasakan kerinduan. Namun terkadang tidak mudah untuk mengungkapkannya.Lirik lagu Rindu Lukisan ditulis seperti syair pada puisi. Misalnya , mengapa mendusta seribu kata, mengapa membisu seribu bahasa...
Lagu ini ditulis pada masa perjuangan Indonesia. Sebuah lagu lawas namun masih enak dinikmati sampai saat ini. Baiklah pendengar, inilah M. Rivani, dengan lagu keroncong Rindu Lukisan.
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil pisang. Hampir 70% dari petani pisang kita merupakan petani tradisional. Berangkat dari hal tersebut, Institut Teknologi Bandung (ITB) berupaya memberikan solusi pasca panen berupa tempat penyimpanan buah agar dapat tahan lebih lama ketika diperam, serta dengan harga yang lebih terjangkau. Dr. Fenny Martha Dwivanny, Associate Professor di Sekolah Ilmu Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (SITH ITB) mengembangkan berbagai teknologi yang berkaitan dengan buah pisang. Kali ini, Fenny dalam penelitian multidisiplinnya mendesain sebuah “Fruit Storage Chamber” –FSC. FSC merupakan tempat penyimpanan buah pasca panen yang didesain agar ketika diperam buah dapat tahan lebih lama.
Dr Fenny menjelaskan, buah pisang hasil panen hanya tahan seminggu. Ia ingin pisang bisa lebih tahan lama. Melalui metode ini, diharapkan buah bisa lebih panjang usianya, juga teknologi ini harganya jauh lebih murah. Ketika buah dimasukkan ke dalam wadah, wadah akan menahan oksigen. Maka dari itu, terdapat pelapis yang meredam oksigen. Hasil riset multidisiplin ini juga dilengkapi dengan nanoteknologi yang diusulkan oleh peneliti dari material science.
Di mana molekul senyawa nanoteknologi di FSC ini berperan untuk mendegradasi etilen. Teknologi FSC ini diciptakan dengan mengedepankan nilai ekonomis, ramah lingkungan dan bermanfaat secara umum. Itulah mengapa FSC ini menggunakan bahan dasar dari anyaman bambu yang sering ditemukan pada penjual pisang keliling.